Tampilkan postingan dengan label jayabaya 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label jayabaya 1. Tampilkan semua postingan

jayabaya 1



Punika cariyosipun Prabu 
Jayabaya kala katamuan 
pandhita saking Rum anama 
  seseorang akan mampu menjadi 
humanitarian tatkala didalam dirinya 
memiliki kompetensi intelektual. maka 
pengetahuan pada hakikatnya merupakan 
sebuah perantara dalam memahami 
berbagai fenomena sosial secara bijaksana. 
Molana Ngali Samsujen. Prabu 
Jayabaya langkung kurmat 
dening katamuan pandhita 
linuwih, misuwur, saget 
amemaca, uninga saderenging 
winarah. Prabu Jayabaya 
lajeng puruhita ing 
sasuraosing jangka ingkang 
gaib-gaib, wadosing cipta 
sasmita,.... 
Sasampunipun rampung 
panganggiting jangka Prabu 
Jayabaya ingkang 
kababaraken dados 
lalampahaning jaman 
satunggal-satunggal, 
kestokaken dening Molana 
Ngali Samsujen. 
Prabu anom adhiku, lajeng 
matur menggah tegesipun  
sesegah wau, dumungipun ing 
kraton satunggal-satunggal.  
dalam tataran intelektual tersebut 
kemudian mendorong terciptanya nalar 
kritis atau dalam ranah pendidikan dikenal 
dengan High Order Thinking Skill. 
Penokohan Jayabaya dalam serat ini 
merupakan simbolisme kompetensi 
intelektual seorang humanis. raja dianggap 
sebagai seorang yang diagungkan dalam 
berbagai hal baik secara intelektual 
maupun spiritual seperti halnya jayabaya 
yang dianggap sebagai pengejawantahan 
Dewa Wisnu dimuka bumi. Jayabaya 
memiliki kepedulian terhadap rakyatnya. 
Tanggung jawab akan kemampuan yang 
dimilikinya semata-mata ia gunakan 
sebagai kemaslahatan umat manusia. maka 
ia menemui pendeta dari Rum, Maulana 
Ngali Samsujen untuk “ngangsu kaweruh” 
dengan dibukakannya jangka atau ramalan 
tentang zaman-zaman. Dalam hal ini 
Jayabaya menggunakan local knowledge 
sebagai refleksi historis dalam menjawab 
tantangan zaman. 
  Jayabaya sebagai seorang raja tidak lantas 
congkak dan merasa puas terhadap 
pengetahuan yang dimilikinya. Maka 
seseorang yang belajar sesuai dalam teori 
konstruktivisme ialah mampu 
mengkonstruksi pengetahuannya secara 
mandiri. Disini Jayabaya melalukan tapa 
semedi setelah mendapatkan „kaweruh” 
dari Maulana Ngali Samsujen. Kemudian 
ia mampu mengartikan arti dari 
simbolisme 7 suguhan yang pernah 
diberikan oleh Ajar Subrata. 
  Ramalan atau jangka sesungguhnya 
merupakan pengejawantahan dari ngelmu 
titen sebagaimana pengetahuan lokal 
masyarakat jawa, ia ecara empirik 
memaknai dari setiap kejadian baik yang 
telah atau sedang terjadi agar bermakna 
untuk sesama menunjukkan sebagaimana 
ungkapan “history make man wise” dan 
historie vitae magistra yakni pembelajaran 
sejarah sebagai guru terbaik dalam 
megantarkan umat manusia menjadi 
bijaksana dan bermartabat. 
  Maka diharapkan mahasiswa 
menggunakan berbagai pengetahuan lokal 
yang memang telah terwujud mampu 
menjawab segala tantangan zaman. 
Equity 
Keadilan 
Ing sajroning jaman kalabendu 
ana jamaning ratu hartati, 
tegese sarupaning manungsa 
kang kaesthi mung harta... 
wadale wong cilik warna-
warna, ana metu mas saloka, 
beras pari sapanunggalane, 
karana sangsaya mundak-
mundak muksibating nagara, 
kongsi retu adiling ratu, 
amarga wong agunge pada 
jahil... 
 
apngaling wong asalin-salin... 
kerep ana prang, sujana-
sarjana kontit, durjana dursila 
saya andadra,... ing wektu iku 
wus parek wekasaning jaman 
kalabendu,  
 
ing kana harjaning tanah jawa 
wus ilang mamalaning bumi, 
amarga sinapih tekaning ratu 
ginaib, wijiling utama...... 
jumeneng ratu pinandhita adil 
paramarta, lumuh maring arta, 
kasebut nama sultan 
Herucakra... 
  Keadilan merupakan sebuah simbol 
kesejahteraan. Maka seorang yang 
humanis adalah seseorang menjunjung 
tinggi nilai keadilan. Didalam serat jangka 
jayabaya khususnya pada pembabakan 
zaman kalabendu ditampilkan berbagai 
kekacauan yang terjadi dalam suatu 
masyarakat. Bagaimana setiap orang 
kehilanagan jatidirinya akibat kurangnya 
pedoman akan nilai-nilai moral sehingga 
menampilkan berbagai perilaku ahumanis. 
Hal ini ditunjukkan berdasarkan ungkapan 
apngaling wong asalin-salin, perilaku 
orang berubah-ubah atau plin-plan sangat 
relevan dengan masa kini yang terjadi . 
Kongsi retu adiling ratu, adanya keadaan 
yang buruk/kekacauan tanpa hadirnya ratu 
adil. Serta berbagai ungkapan lainnya yang 
mengindikasikan bahwa tanpa adanya 
keadilan maka berbagai kekacauan akan 
terjadi dalam suatu masyarakat.  Maka 
konsep ratu adil ditampilkan sebagaimana 
harapan terhadap pembebasan berbagai 
kekacauan tersebut. Setiap manusia 
memiliki sosok heru cakra didalam dirinya 
masing-masing. Karena keadilan 
diciptakan dan bukan ditemukan. Maka 
seharusnya setiap pijakan dalam 
kehidupan seharusnya selalu bertitik 
tumpu pada nilai keadilan. Heru berarti 
huru hara, cakra berarti senjata atau siklus 
kehidupan. Jika dikaitkan dengan senjata 
cakra, senjata milik dewa krisna yang 
mampu menghentikan jagad raya termasuk 
matahari, maka hal ini dapat dimaknai 
bahwa seorang heru cakra merupakan 
orang yang mampu menghentikan suatu 
keadaan yang kacau atau huru hara. 
Equality 
Persamaan dan kesederajatan 
 
karana ratu amrih kartaning 
nagara, raharjaning jagad 
kabeh, ... marmaning pada 
enak ating wong cilik 
  Persamaan dan kesederajatan dalam nilai 
humanis barat diartikan dengan 
penyamarataan atas hak dan kewajiban 
yang diperoleh setiap orang. Namun 
kesederatajan dalam konteks serat ini 
adalah bagaimana seseorang mampu 
bertindak sesuai derajatnya. Sehingga ia 

“duh wruhanira kulup kulup 
ingsun, iki panjanmaning 
wisnu murti, kabubuhan agawe 
harjaning bumi-bumi.... 
 
mampu mengenali siapa dirinya. Maka 
seorang penguasa harus mampu 
menempatkan diri layaknya “heru cakra”.  
  Konsep ini juga berkaitan dengan 
kemampuan intelektual. Seorang jayabaya 
dalam serat jangka jayabaya menyatakan 
diri sebagai pengejawantahan atau titisan 
dewa wisnu mengisyaratkan bahwa ia 
adalah seorang yang beragama hindu 
tetapi tetap menjunjung tinggi nilai 
kesederajatan tatkala ia menerima 
pengetahuan dengan seorang pendeta dari 
rum, yang beragama islam maulana ngali 
samsujen. Disini jayabaya mengakui 
adanya kesederajatan walaupun dalam 
bingkai perbedaan. 
Dignity 
Martabat 
 
kongsi retu adiling ratu, 
amarga wong agunge pada 
jahil, wong cilik padha jawal, 
marmane ratu tanpa 
paramarta... 
  Nilai humanis akan menjadikan seseorang 
bermartabat. Bermartabat dapat 
disejajarkan dengan bagaimana seseorang 
bertindak sesuai dengan posisinya. Maka 
baik nilai moral dan etika adalah dasar 
terbentuknya martabat tersebut. Dalam 
setiap serat memiliki berbagai tuntunan 
atau wejangan kepada generasi muda 
sembari mengingatkan nilai budaya luhur 
yang perlu dilaksanakan dan dilestarikan.  
  Dengan Martabat Akan Terciptanya 
Sebuah Keadaan Yang Harmonis Dalam 
Kehidupan. Sebaliknya, Hilangnya 
Martabat Pada Diri Sseorang Akan 
Menyebabkan Kekacauan Terjadi. Maka 
Dalam Hal Ini Martabat Akan Tercapai 
Ketika Seseorang Mampu Menempatkan 
Diri Di Dalam Perannya Di Masyarakat. 
Dan Proses Pemartabatan Diri Adalah 
Melalui Pendidikan Yang Mengarah Pada 
Transfer Of Knowledge And Value. 
 Moral history 
Moral sejarah 
 
permasalahan 
Ing sajroning jaman 
kalabendhu  ... 
wadale wong cilik warna-
warna, ana metu mas saloka, 
beras pari sapanunggalane, 
karana sangsaya mundak-
mundak muksibating nagara, 
  Moral history sangat penting dalam 
kehidupan bermasyarakat terutama demi 
terciptanya kesejahteraan sosial. Nilai-
nilai ini senantiasa relevan diterapkan 
diberbagai zaman walaupun masyarakat 
telah mengalami pergeseran sosial budaya 
karena moral history lahir dari dalam 
masyarakat itu sendiri. Maka revitalisasi 
nilai-nilai local knowledge sebagai wujud 
dari moral history diperlukan dalam 
pembelajaran. Serat jangka jayabaya 

 
kongsi retu adiling ratu, 
amarga wong agunge pada 
jahil... 
 
penyelesaian 
ing kana harjaning tanah jawa 
wus ilang mamalaning bumi, 
amarga sinapih tekaning ratu 
ginaib, wijiling utama...... 
jumeneng ratu pinandhita adil 
paramarta, lumuh maring arta, 
kasebut nama sultan 
Herucakra... 
sebagai salah satu sumber sejarah 
menggambarkan bagaimana kekacauan 
dalam setiap zaman pasti memiliki 
penyelesaian. Dan penyelesaian tersebut 
bukan hadir dari orang asing melainkan 
pada jati diri yang dihayati bersama sesuai 
dengan nilai budaya jawa. Penyelesaian 
dapat berupa pembebasan yang 
dudapatkan dari refleksi historis untuk 
mengatasi masalah masa kini, dan 
meminimalisir masalah dikemudian hari 
dengan melangkah lebih baik daripada 
masa lalu. 

  Kolonialisme Barat dan penguasaan terhadap kerajaan-kerajaan jawa abad 18 
  Modernisasi kolonial Belanda dalam berbagai bidang serta implikasinya terhadap 
berbagai permasalah sosial masyarakat daerah jajahan.  
  
Kolonialisme, Implikasi Dan Solusi 
Dalam semangat Imperialisme Barat, kolonialisme memiliki misi terhadap 
tercapainya GOLD, GLORY, GOSPEL yakni kekayaan, kejayaan dan menyebarkan 
agama nasrani. Beberapa fase penguasaan nusantara ditangan bangsa barat yang semula 
berfokus terhadap monopoli perdagangan kemudian beralih menjadi suatu bentuk 
pemerintahan kolonial semenjak dibubarkannya VOC. Dalam hal ini pemerintah kolonial 
dengan superioritas budaya berusaha membenahi sistem di negara jajahan yang dianggap 
kurang beradab. Sistem feodalisme negara jajahan tidak serta dihilangkan begitu saja, 
namun pengaruh feodalisme ini perlahan digantikan dengan relasi terhadap pemerintah 
kolonial. Dalam birokrasi, pemerintah kolonial memperkenalkan berbagai bentuk 
birokrasi rasional dan memutus tali kesetiaan feodalisme. Dalam hal ekonomi, negara 
jajahan mulai dikenalkan berbagai sistem pajak yang berorientasi pada penggunaan uang 
tunai. Hal ini dianggap merupakan sebuah keringanan yang lebih manusiawi daripada 
kerja paksa, perbudakan dan tanam paksa. salah satu diantaranya adalah Penghapusan 
kerja rodi di Indonesia berlangsung ratusan tahun, yaitu berlangsung sampai pada tahun 
1880 – an. Kepada penduduk baru pemerintah meberi kesempatan untuk tidak bekerja 
rodi namun sebagai gantinya harus membayar semacam pajak yang disebut pajak rodi 
dalam bahasa Belanda “ hoofdgeld “. Apakah hoofdgeld itu artinya uang kepala, ataukah 
kepala uang, yang jelas tiap penduduk laki – laki sudah bisa untuk tidak bekerja rodi asal 
membayar uang kepala atau kepala uang itu. Hoofdgeld itu masuk ke kas Gubernemen. 
Dari tahun 1880 hoofdgeldI ini terus dibayarkan oleh mereka yang tidak bekerja rodi. 
 Dalam hal budaya, daerah jajahan mulai dikenalkan dengan berbagai gaya hidup 
barat. Mulai dari cara berpakaian, dikenakannya baju tertutup untuk kalangan wanita 
priyayi, sedangkan kemben untuk kalangan bawah. Penggunaan sepatu slop, penggunaan 
beskap yang diadopsi dari gaya hidup eropa dalam penggunaan jas, penggunaan bahasa 
Belanda sebagai bahasa resmi, serta diadakannya sekolah formal. Walaupun pada 
kenyataannya perkenalan budaya tersebut memunculkan berbagai macam diskriminasi 
terhadap masyarakat pribumi. Dalam hal agama misalnya, pemerintah melakukan 
penetrasi pada pengaruh islam dalam berbagai hal yang berbau politik. Sebelumnya, 
dalam praktek feodalisme, terjadi relasi dua arah antara sultan/raja dengan ulama dalam 
setiap pengambilan kebijakan atau keputusan. Karena disini raja/sultan/pemimpin bukan 
hanya diharuskan memiliki kompetensi di bidang keilmuan, dan berdarah bangsawan, 
tetapi juga harus memiliki kemampuan spiritual yang lebih.  
 Berbagai bentuk kolonialisme memang telah mendapatkan pertentangan dari 
masyarakat pribumi, akan tetapi hal tersebut mudah dilumpuhkan karena belum adanya 
kesadaran antara persatuan dan kesatuan. Namun, jauh sebelum nasionalisme menjadi 
semangat perjuangan hingga diikrarkannya sumpah pemuda, embrio kebangsaan telah 
lahir malalui berbagai gerakan beriodologi keagamaan. gerakan dengan dasar 
keyakinan/keagamaan dianggap mampu menggerakkan masyarakat karena bersifat 
sensitif. Hal ini merujuk pada bagaimana dasyatnya perang salib yang merepresentasikan 
peperangan antara dunia barat dan timur dengan menggunakan ideologi keagamaan 
dalam pembakar semangat guna menggerakkan masa melalui konsep perang suci/jihad.  
 

  Meluasnya gerakan Islam pada paruh kedua abad ke-19, menurut Sartono 
Kartodirdjo dalam Protest Movement in Rural Java (1978), bhw gerakan 
perlawanan tsb merupakan embrio gerakan kebangsaan pada abad ke-20.  
  Maruli Tobing berpendapat bahwa pergantian zaman selalu muncul gejala 
radikalisme yang dimotori kelompok yang memiliki status ekonomi baik. 
  Elit yang terpinggirkan secara ekonomi dan politik, sangat kecewa dan 
benci thd rezim penguasa. Komunikasi politik yg dilakukan dgn mengolah 
mitos ratu adil, yg memacu mobilisasi massa dan melegitimasi gerakan 
perlawanan. Konsep ratu adil sebagai pembebas/ messiasis merujuk 
terhadap romantisme keemasan di masalalu dg semangat revivalisme 
yakni membangun kembali sesuatu yg hilang. 
  Meluasnya gerakan politik Islam di samping faktor perubahan ekonomi 
dan politik, juga semakin menyempitnya ruang gerak Islam di kota besar 
akibat birokrasi modern dan sekularisasi yg terbentuk di kalangan priyayi 

pangreh praja. Kebijakan modernisasi dan sekularisasi yang dijalankan 
Belanda memperlemah peran elit agama maupun institusi keagamaan, 
karena modernisasi ditafsirkan pembatasan atau menekan pengaruh dan 
wibawa politik para elit agama. 
  Pendukung gerakan politik melawan hegemoni Belanda adlh: 
    1. Aristokrat protagonis, lawan dari aristokrat status quo;   
    2. Intelektual organik, lawan dari intelektual mekanik; 
    3. Jurnalis, yg melaporkan gerakan perlawanan politik; 
    4. Pengusaha Muslim di Solo, Jogja, dan Pekalongan; 
    5. Buruh dan tani sebagai man power gerakan perlawanan. 
  Aristokrat protagonis dirugikan secara ekonomi, krn lahan per-tanian 
diambilalih utk perkebunan ekspor. Struktur politik kala itu melihat 
aristokrat protagonis memiliki massa yg dpt direkrut menjadi power 
organisasi politik. Intelektual organik pendiri organisasi politik, sedangkan 
pengusaha Muslim cenderung sbg pencari dan pemberi dana gerakan 
politik. 
Diskursus (wacana) Ratu Adil dalam perjuangan pergerakan 
Arogansi Belanda terhadap cara pandangnya terhadap pribumi nampaknya 
memberikan dampak yang signifikan terhadap keberterimaan perubahan 
diberbagai bidang. Terdapat dua pola yang berbeda antara respon aristokrat jawa 
dengan golongan bawah. Golongan penguasa cenderung memilih untuk 
disibukkan dengan menjaga eksistensi kekuasaannya yang bersifat feodal ditengah 
revolusi birokrasi dan berbagai sistem pemerintahan sedangkan pada masyarakat 
kelompok bawah yang merasakan berbagai kerugian akibat sistem kolonialisme 
yang memberatkan, baik berupa pajak, kerja paksa, sistem pertanian, dan berbagai 
eksploitasi Belanda memilih melakukan penolakan melalui gerakan-gerakan 
radikalisme berideologi mistis-religius, yakni dengan mengangkat konsep Ratu 
Adil dalam menghimpun solidaritas sebagai resistensi atas ketidakadilan. 
Sebenarnya ideologi perang suci merupakan salah satu strategi paling berhasil 
dalam menghimpun masa berdasar ikatan emosionalitas. Hal ini dapat kita lihat 
dasyatnya perang salib dalam memanfaatkan agama sebagai pengabsahan ideologi 
barat dan timur menanamkan konsep perang suci atau jihad fissabillilah sebagai 
motivasi spiritual muslim dalam melakukan gempuran kepada umat nasrani. 
Resistensi jihad memberikan garis tegas dalam memberikan label pihak-pihak 
yang tidak sesuai sebagai kaum kafir yang harus diperangi. Penguatan gerakan ini 
menggunakan ritual atau magis sebagai alat legitimasi. Sebagaimana pengetahuan 
masyarakat jawa terhadap akumulasi ngelmu titen  menjadi dasar penguat 
terhadap berbagai ramalan akan datangnya Ratu Adil.  
 Diskursus Ratu Adil yang demikian merupakan cara berfikir historis yang 
sebenarnya telah dimiliki pada setiap diri manusia dalam proses kehidupan. 

Dianatara berbagai guncangan dan perubahan sosial seseorang akan memandang 
masa lalu sebagai pijakan dalam menentukan sikap dimasa depan. Maka gerakan 
resistensi ini menggunakan nilai-nilai lokal genius yang secara empiris dipahami 
melalui kebenaran yang universal. Walaupun belum diketahui pasti tentang 
siapakah pengarang serat Jangka Jayabaya yang sebenarnya, apakah memang 
kemampuan Raja Jayabaya atau memang sengaja diangkat sebagai figur dalam 
karya sastra tetapi eksistensi konsep keadilan seperti dalam serat Jangka Jayabaya 
datangnya Heru Cakra, merupakan sang juru selamat / misianis yang selalu 
dinantikan oleh rakyat tatkala dihadapkan dengan dilematis akibat realitas yang 
tak sesuai dengan apa yang di idealkan sebelumnya.  
Konsep Ratu Adil demikian memiliki pengaruh yang signifikan terhadap 
berbagai protes sosial atau pergantian kekuasaan ini selalu dimunculkan kembali 
dalam berbagai fase dalam Sejarah hingga era kontemporer. Konsep Ratu Adil 
atau seorang juru selamat kian mendapat perhatian dan meningkat popularitasnya 
ketka Rng Ranggawarsita seorang pujangga keraton, membuat diskursus 
mengenai berbagai kekacauan dengan sebutan “zaman edan”. Adapun didalam 
zaman edan sesungguhnya diidamkan adanya seorang pemimpin yang adil “ratu 
adil” sebagai sang pembebas. Bahkan popularitas Jangka Jayabaya/ ramalan 
Jayabaya dikalangan masyarakat jawa secara umum tengah mempengaruhi 
perkembangan teks dari serat jangka jayabaya itu sendiri. Perkembangan isi 
jangka kemudian disesuaikan oleh berbagai situasi yang esensinya merujuk pada 
ketimpangan sosial di masayarakat. Salah satu bukti besarnya pengaruh diskursus 
ratu adil sebagai resistensi melawan kolonialisme ditunjukkan oleh Pangeran 
Diponegoro dalam perang jawa. Segala bentuk kolonialisme ibarat arang disetiap 
sudut yang menunggu percikan api untuk dapat membara. Hal ini esensinya 
merupakan salah satu cikal bakal lahirnya nasionalisme pada pergerakan nasional 
yang cenderung berazazkan agama dan kepercayaan. Pangeran Diponegoro 
dengan pengetahuannya tentang Islam kemudian mengobarkan semangat perang 
suci melawan kolonialisme. Ideologi pengabsahan pergerakan mengasimilasi 
konsep jihad dan berbagai strategi perang Islam dengan konsep ratu adil sesuai 
dengan Jangka Jayabaya dalam mengikat kepercayaan anggota.  
Dalam perkembangan selanjutnya, adapun kaum nasionalis juga 
memanfaatkan ramalan dan mitos sebagai alat legitimasi perjuangan resistensi 
mereka terhadap kolonial dengan mempopulerkan ramalan Jayabaya sebagai 
ideologi pengabsahan (Purwasito, 2017, hal. 163). Bahkan kekalahan Belanda 
yang berganti pada penguasaan Jepang di Indonesia dianggap sebagai sebuah 
pembebasan terhadap situasi kekacauan yang selama ini terjadi. Menangkap hal 
tersebut, Jepang memanfaatkan situasi dengan membangun diskursus tentang 
Ratu Adil pada awal penguasaan dengan pamflet-pamflet yang berisi ramalan 
Jayabaya yang isinya mengajak sultan Yogyakarta dan susuhan Surakarta 

 
membantu Jepang Sang Pembebas rakyat. Konsep Ratu Adil masa-masa setelah 
kemerdekaan masih memiliki pengaruh terhadap mentalitas masyarakat jawa 
dalam merespon keguncangan sosial. Maka seberapa besar guncangan yang 
terjadi, berimplikasi terhadap besarnya harapan terhadap datangnya Ratu Adil. 
Momen seperti inilah yang kemudian ditangkap oleh partai politik dalam 
mengambil figur pemimpin yang memiliki popularitas kedekatan dengan wong 
cilik.  Berdasarkan uraian tersebut dapat kita pahami bahwa sebelum nasionalisme 
lahir, konsep Ratu Adil telah digunakan dalam menghimpun suatu kesadaran 
bersama akan nasionalisme itu sendiri. Yang kemudian penyatuan identitas 
beralih dari wacana Ratu Adil menjadi diskursus nasionalis sejak sumpah pemuda 
di ikrarkan. 
 
Nilai Humanisme Serat Jangka Jayabaya 
Secara harfiah, Nilai moral dan budi pekerti yang ditampilkan dalam serat 
jangka jayabaya merupakan pencerminan nilai humanis yang hendak diungkapkan 
pengarang melalui pencitraan tokoh Jayabaya dalam jangka 7 zaman. Serat Jangka 
Jayabaya gubahan Raden Ngabei Ranggawarsita merupakan salah satu bentuk 
sumber sejarah berbentuk prosa yang berisikan ramalan atau jangka. Jangka disini 
merujuk pada makna “keterangan” atau petunjuk agar terciptanya harmonisasi 
dalam kehidupan.  Sikap ranggawarsita yang terkenal sebagai pujangga yang 
kritis terhadap pemerintahan, memiliki sikap keberanian dalam mengungkapkan 
argumentasi dalam bentuk serat. Karena seorang pujangga memiliki tanggung 
jawab bukan hanya kepada raja tetapi juga terhadap sesama manusia lainnya. 
Berikut nilai-nilai humanisme yang dapat kita ambil berdasarkan cuplikan-
cuplikan serat Jangka Jayabaya.  

 
Punika cariyosipun Prabu 
Jayabaya kala katamuan 
pandhita saking Rum anama 
Molana Ngali Samsujen. 
Prabu Jayabaya langkung 
kurmat dening katamuan 
pandhita linuwih, misuwur, 
saget amemaca, uninga 
saderenging winarah. Prabu 
Jayabaya lajeng puruhita ing 
sasuraosing jangka ingkang 
gaib-gaib, wadosing cipta 
sasmita,.... 
 
Sasampunipun rampung 
  Seseorang akan mampu menjadi humanitarian 
tatkala didalam dirinya memiliki kompetensi 
intelektual. Maka pengetahuan pada hakikatnya 
merupakan sebuah perantara dalam memahami 
berbagai fenomena sosial secara bijaksana. Dalam 
tataran intelektual tersebut kemudian mendorong 
terciptanya nalar kritis atau dalam ranah 
pendidikan dikenal dengan high order thinking 
skill. Penokohan jayabaya dalam serat ini 
merupakan simbolisme kompetensi intelektual 
seorang humanis. Raja dianggap sebagai seorang 
yang diagungkan dalam berbagai hal baik secara 
intelektual maupun spiritual seperti halnya 
jayabaya yang dianggap sebagai pengejawantahan 
Dewa Wisnu dimuka bumi. Jayabaya memiliki 
kepedulian terhadap rakyatnya. Tanggung jawab 
akan kemampuan yang dimilikinya semata-mata 
ia gunakan sebagai kemaslahatan umat manusia. 

 
panganggiting jangka Prabu 
Jayabaya ingkang 
kababaraken dados 
lalampahaning jaman 
satunggal-satunggal, 
kestokaken dening Molana 
Ngali Samsujen. 
 
Prabu anom adhiku, lajeng 
matur menggah tegesipun  
sesegah wau, dumungipun ing 
kraton satunggal-satunggal.  
 
 
 
 
Maka ia menemui pendeta dari Rum, Maulana 
Ngali Samsujen untuk “ngangsu kaweruh” 
dengan dibukakannya jangka atau ramalan 
tentang zaman-zaman.  
  Jayabaya sebagai seorang raja tidak lantas 
congkak dan merasa puas terhadap pengetahuan 
yang dimilikinya. Jayabaya berusaha 
mengkonstruksi pengetahuan yang ia miliki. 
Disini jayabaya melalukan tapa semedi setelah 
mendapatkan „kaweruh” dari Maulana Ngali 
Samsujen. Kemudian ia mampu mengartikan arti 
dari simbolisme 7 suguhan yang pernah diberikan 
oleh Ajar Subrata. 
  Ramalan atau jangka sesungguhnya merupakan 
pengejawantahan dari ngelmu titen. Maka 
Jayabaya secara empirik memaknai dari setiap 
kejadian baik yang telah atau sedang terjadi agar 
bermakna untuk sesama menunjukkan 
sebagaimana ungkapan “history make man wise” 
dan Historie vitae magistra yakni pembelajaran 
sejarah sebagai guru terbaik dalam megantarkan 
umat manusia menjadi bijaksana dan bermartabat. 

 
Ing sajroning jaman 
kalabendu ana jamaning ratu 
hartati, tegese sarupaning 
manungsa kang kaesthi mung 
harta... 
 
wadale wong cilik warna-
warna, ana metu mas saloka, 
beras pari sapanunggalane, 
karana sangsaya mundak-
mundak muksibating nagara, 
kongsi retu adiling ratu, 
amarga wong agunge pada 
jahil... 
 
apngaling wong asalin-salin... 
kerep ana prang, sujana-
sarjana kontit, durjana dursila 
saya andadra,... ing wektu iku 
wus parek wekasaning jaman 
kalabendu,  
 
ing kana harjaning tanah jawa 
wus ilang mamalaning bumi, 
amarga sinapih tekaning ratu 
  Keadilan merupakan sebuah simbol 
kesejahteraan. Maka seorang yang humanis 
adalah seseorang menjunjung tinggi nilai 
keadilan. Didalam serat jayabaya khususnya pada 
pembabakan zaman kalabendu ditampilkan 
berbagai kekacauan yang terjadi dalam suatu 
masyarakat. Bagaimana setiap orang kehilanagan 
jatidirinya hingga menampilkan berbagai perilaku 
ahumanis. Hal ini ditunjukkan berdasarkan 
ungkapan apngaling wong asalin-salin, perilaku 
orang berubah-ubah atau plin-plan. Kongsi retu 
adiling ratu, adanya keadaan yang 
buruk/kekacauan tanpa hadirnya ratu adil. Serta 
berbagai ungkapan lainnya yang mengindikasikan 
bahwa tanpa adanya keadilan maka berbagai 
kekacauan akan terjadi dalam suatu masyarakat.  
Maka konsep ratu adil ditampilkan sebagaimana 
harapan terhadap pembebasan berbagai 
kekacauan tersebut. Setiap manusia memiliki 
sosok heru cakra didalam dirinya masing-masing. 
karena keadilan diciptakan dan bukan ditemukan. 
Maka seharusnya setiap pijakan dalam kehidupan 
seharusnya selalu bertitik tumpu pada nilai 
keadilan.heru berarti huru hara, cakra berarti 
senjata atau siklus kehidupan. Jika dikaitkan 
dengan senjata cakra, senjata milik dewa krisna 
yang mampu menghentikan jagad raya termasuk 
matahari, maka hal ini dapat dimaknai bahwa 

 
ginaib, wijiling utama...... 
jumeneng ratu pinandhita adil 
paramarta, lumuh maring 
arta, kasebut nama sultan 
Herucakra... 
seorang heru cakra merupakan orang yang 
mampu menghentikan suatu keadaan yang kacau 
atau huru hara. 

 
karana ratu amrih kartaning 
nagara, raharjaning jagad 
kabeh, ... marmaning pada 
enak ating wong cilik 
 
 
“duh wruhanira kulup kulup 
ingsun, iki panjanmaning 
wisnu murti, kabubuhan 
agawe harjaning bumi-bumi.... 
 
  Persamaan dan kesederajatan dalam nilai humanis 
barat diartikan dengan penyamarataan atas hak 
dan kewajiban yang diperoleh setiap orang. 
Namun kesederatajan dalam konteks serat ini 
adalah bagaimana seseorang mampu bertindak 
sesuai derajatnya. Sehingga ia mampu mengenali 
siapa dirinya. Maka seorang penguasa harus 
mampu menempatkan diri layaknya “heru cakra”.  
  Konsep ini juga berkaitan dengan kemampuan 
intelektual. Seorang jayabaya didalam serat 
jangka jayabaya menyatakan diri sebagai 
pengejawantahan atau titisan dewa wisnu 
mengisyaratkan bahwa ia adalah seorang yang 
beragama Hindu tetapi tetap menjunjung tinggi 
nilai kesederajatan tatkala ia menerima 
pengetahuan dengan seorang pendeta dari Rum, 
yang beragama Islam Maulana Ngali Samsujen. 
Maka disini jayabaya mengakui adanya 
kesederajatan walaupun dalam bingkai 
perbedaan. 

 
kongsi retu adiling ratu, 
amarga wong agunge pada 
jahil, wong cilik padha jawal, 
marmane ratu tanpa 
paramarta... 
  Nilai humanis akan menjadikan seseorang 
bermartabat. Bermartabat dapat disejajarkan 
dengan bagaimana seseorang bertindak sesuai 
dengan posisinya. Maka baik nilai moral dan 
etika adalah dasar terbentuknya martabat tersebut. 
Dalam setiap serat memiliki berbagai tuntunan 
atau wejangan kepada generasi muda sembari 
mengingatkan nilai budaya luhur yang perlu 
dilaksanakan dan dilestarikan.  
  Dengan martabat akan terciptanya sebuah 
keadaan yang harmonis dalam kehidupan. 
Sebaliknya, hilangnya martabat pada diri 
sseorang akan menyebabkan kekacauan terjadi. 
Maka dalam hal ini martabat akan tercapai ketika 
seseorang mampu menempatkan diri di dalam 
perannya di masyarakat. dan proses pemartabatan 
diri adalah melalui pendidikan yang mengarah 
pada transfer of knowledge and value. 

 
permasalahan 
Ing sajroning jaman 
kalabendhu  ... 
wadale wong cilik warna-
  Nilai etika dan moral merupakan pedoman 
kehidupan bermasyarakat. Serat Jangka Jayabaya 
sebagai salah satu sumber sejarah 
menggambarkan bagaimana kekacauan dalam 
setiap zaman yang memiliki penyelesaian   pada 
jati diri yang dihayati bersama sesuai dengan nilai 
etika dan moral. Yakni esensi tentang bagaimana 
arna, ana metu mas saloka, 
beras pari sapanunggalane, 
karana sangsaya mundak-
mundak muksibating nagara, 
kongsi retu adiling ratu, 
amarga wong agunge pada 
jahil... 
 
penyelesaian 
ing kana harjaning tanah jawa 
wus ilang mamalaning bumi, 
amarga sinapih tekaning ratu 
ginaib, wijiling utama...... 
jumeneng ratu pinandhita adil 
paramarta, lumuh maring 
arta, kasebut nama sultan 
Herucakra... 

 
Penelitian ini dilatar belakangi hasil pengamatan dan pengalaman peneliti, bahwa dalam 
silsilah raja-raja tanah Jawa, Jayabaya (salah satu keturunan Batara Wisnu)  adalah seorang yang 
kemudian melahirkan raja-raja Jawa berikutnya. Dalam tradisi Jawa, nama besar Jayabaya 
tercatat dalam ingatan masyarakat Jawa. Sehingga namanya muncul dalam kesusastraan Jawa 
zaman Mataram Islam atau sesudahnya sebagai Prabu Jayabaya. Contoh naskah yang 
menyinggung tentang Jayabaya adalah Babat Tanah Jawi dan Serat Aji Pamasa,  Petilasan 
Petilasan adalah istilah yang diambil dari bahasa Jawa (kata dasar tilas atau bekas)yang 
menunjuk pada suatu tempat yang pernah disinggahi atau didiami oleh seseorang (yang penting). 
Tempat yang layak disebut petilasan biasanya adalah tempat tinggal, tempat beristirahat (dalam 
pengembaraan) yang relatif lama, tempat pertapaan, tempat terjadinya peristiwa penting, atau 
ketika terkait dengan legenda tempat moksa.Fokus penelitian ini adalah mengenai sejarah dan 
wujud fisik bangunan petilasan Sri Aji Jayabaya serta ritual yang di adakan di petilasan Sri Aji 
Jayabaya, Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui mengenai sejarah dan wujud fisik 
bangunan petilasan Sri Aji Jayabaya serta ritual yang di adakan di petilasan Sri Aji Jayabaya, 
sebagai salah satu warisan leluhur. 
Berdasarkan latar belakang diatas tersebut, peneliti ini memiliki 3 rumusan masalah yaitu 
sebagai berikut (1) Bagaimana sejarah petilasan Sri Aji Jayabaya ? (2) bagaimana wujud fisik 
bangunan petilasan Sri Aji Jayabaya? (3) serta ritual yang di adakan di petilasan Sri Aji 
Jayabaya? (4) bagaimana sejarah Kerajaan Kediri? (5) ) Siapa sosok prabu Sri  Aji Jayabaya ? 
(6) Apa sajakah keagungan dari prabu Sri Aji Jayabaya ? (7) Apa sajakah isi dari ramalan prabu 
Sri Aji Jayabaya, yang dikenal dengan sebutan jangka Jayabaya ? 
Dalam penelitian ini pendekatan atau jenis penelitian yang digunakan adalah  kualitatif. 
Sesuai dengan  jenis pendekatan kualitatif, maka kehadiran peneliti di lokasi sangat penting. 
Kata- kata dan tindakan yang diperoleh dari informan merupakan sumber data utama dalam 
peneltian ini, Sedangkan data tambahan berupa hasil wawancara, observasi, dokumentasi,analisi 
data yang dilakukan dengan cara menelaah seluruh data, lalu mengadakan reduksi data, lalu 
menarik kesimpulan,tahap akhir adalah analisis data ini dengan melakukan pengecekan 
keabsahan data dengan menggunakan teknik triangulasi. 
Kesimpulan hasil penelitian ini adalah : (1) Sejarah petilasan Jayabaya semula hanya 
seonggok tanah bernisan, bersemak belukar dan batu-batu berserakan dibawah naungan sebuah 
pahon kemuning yang rindang. (2) Bangunan terdiri dari 3 bangunan pokok, yaitu Loka Muksa 
atau tempat Jayabaya muksa, Loka Busana (Lambang tempat busana diletakkan sebelum muksa), 
serta Loka Mahkota (lambang tempat Mahkota diletakkan sebelum muksa) serta bangunan 
Sendang Tirto Kamandanu yang merupakan taman atau kolam berbentuk empat persegi panjang 
dengan pagar keliling transparan dan dilengkapi dengan empat buah patung dewa di ke empat 
sudutnya.(3) Ritual atau kegiatan yang biasa dilakukan dalam petilasan antara lain diadakan do’a 
atau sembahyangan setiap hari malam Jum’at Legi, upacara ritual malam 1 suro, upacara Labuan 
Parang Kusumo yang diadakan pada tanggal 5 suro, serta pensucian pusaka pada tanggal 1 
suro.(4) Kerajaan Kediri atau yang disebut Kerajaan Panjalu merupakan kerajaan yang bercorak 
Hindu, yang terdapar di Jawa Timur antara tahun 1042-1222.(5) Sosok prabu Sri Aji Jayabaya 
yaitu beliau merupakan seorang raja yang pernah bertahta dikediri,dan beliau terkenal dengan 
ramalannya yang disebut dengan jangka Jayabaya.(6) Keagungan yang dimiliki oleh prabu Sri 
Aji Jayabaya antara lain Raja Jayabaya memiliki gelar sang apanji, prabu Jayabaya juga terkenal 
akan ramalannya yang dikenal dengan serat jangka Jayabaya.(7) Beberap ramalan prabu 
Jayabaya antara lain : Tanah Jawa kalungan wesi artinya Pulau Jawa berkalung besi, Prahu 
mlaku ing dhuwur awang-awang artinya Perahu berjalan di angkasa. Kali ilang kedhunge artinya  
Sungai kehilangan mata air. 
Berdasarkan simpulan hasil penelitian ini, untuk masyarakat pada khususnya masyarakat 
desa menang, Untuk tetap terus melestarikan serta merawat bangunan petilasan,yang diwariskan 
nenek moyang kepada kita, agar nantinya para generasi muda dan anak cucu kita juga bisa 
merawat  dan melestarikan warisan tersebut. 
 
 

Dalam silsilah raja-raja tanah Jawa, 
Jayabaya (salah satu keturunan Batara 
Wisnu)  adalah seorang yang kemudian 
melahirkan raja-raja Jawa berikutnya. 
Dalam tradisi Jawa, nama besar Jayabaya 
tercatat dalam ingatan masyarakat Jawa. 
Sehingga namanya muncul dalam 
kesusastraan Jawa zaman Mataram Islam 
atau sesudahnya sebagai Prabu Jayabaya. 
Contoh naskah yang menyinggung tentang 
Jayabaya adalah Babat Tanah Jawi dan Serat 
Aji Pamasa. 
Pada abad XII kerajaan Kediri pernah 
dipimpin oleh seorang raja yang bergelar 
prabu Sri Aji Jayabaya. Dalam sejarah 
kerajaan Kediri, Jayabaya adalah raja yang 
dikenal sakti dan mampu meramalkan 
kejadian yang akan datang. Ramalan itu 
dikenal dengan “Jongko Joyoboyo”. Bahkan 
beberapa masyarakat percaya ramalan 
tersebut masih berlaku hingga sekarang.  
Terdapat beberapanaskah yang berisi 
ramalan Jayabaya, antara lain Serat 
Jayabaya Musarar, Serat Pranitiwakya, dan 
lain sebagainya.Dikisahkan dalam Serat 
Jayabaya Musarar, pada suatu hari, Jayabaya 
berguru pada seorang ulama’ bernama 
Maolana Ngali Sansujen. Dari ulama’ 
tersebut, Jayabaya mendapat gambaran 
tentang keadaan Pulau Jawa sejak zaman 
disi oleh Aji Saka sampai datangnya hari 
kiamat. 
Menurut para sesepuh desa Menang, 
Jayabaya adalah titisan dari dewa Wisnu. 
Yaitu dewa yang menjaga keselamatan dan 
kesejahteraan di muka bumi. Cerita rakyat 
yang berkembang di masyarakat pada akhir 
hidupnya Jayabaya tidaklah meninggal. 
Melainkan muksa atau raib jiwa beserta 
jasadnya. Tempat muksa Jayabaya terletak 
di desa Menang, kecamatan Pagu. Tepatnya 
sekitar 8 km dari kota Kediri. 
Pada saat ini setiap awal tahun baru 
Hijriyah atau 1 Muharam diadakan upacara 
adat  oleh Yayasan Hondodento-Yogyakarta 
bersama dengan pemerintah kabupaten 
Kediri.  Dimana dalam pelaksanaannya 
digelar berbagai prosesi ritual napak tilas. 
Acara ini diadakan untuk menghormati 
Jayabaya  dan sekaligus dijadikan agenda 
wisata budaya rutin tiap tahun. Rangkaian 
prosesi tersebut diawali dengan doa bersama 
yang digelar di balai desa Menang. 
Setelah prosesi doa selesai, prosesi 
dilanjutkan dengan Upacara adat yaitu 
berupa kirab atau iring-iringan dari kraton 
Yogyakarta. Salah satu ritual utama yang 
ada didalamnya adalah Kirab Tombak Kiai 
Bimo.  
Tombak Kiai Bimo sendiri merupakan 
salah satu peninggalam Prabu Sri Aji 
Joyoboyo yang penemuannya terjadi hampir 
bersamaan dengan ditemukannya petilasan 
tempat Prabu Joyoboyo muksa. Pusaka ini 
berwujud kayu melengkung yang terbuat 
dari batang pohon sambi, yang konon berdiri 
di sekitar petilasan.  
Selama ini Tombak Kiai Bimo 
disimpan di Kantor Yayasan Hondodento 
yang didirikan sekelompok orang pengikut 
setia sang prabu, dan berkedudukan di 
Yogyakarta. Kirab Tombak Kiai Bimo 
sendiri diawali dari Balai Desa Pamenang ke 
lokasi pamuksan yang berjarak sekitar 300 
meter. Selanjutnya rombongan warga yang 
mengenakan busana Jawa tersebut, 
melakukan kirab atau berarakan menuju 
petilasan. Dalam barisan kirab terdiri dari 
para sesepuh, pembawa payung pusaka, 
pembawa bunga dan warga sekitar. 
Rombongan pembawa ubo rampe atau 
segala kebutuhan upacara lebih didominasi 
oleh para gadis yang masih perawan dan 
para jejaka. Setelah memasuki area petilasan 
tidak semua rombongan bisa memasuki 
petilasan. Hanya para sesepuh dan pembawa 
ubo rampe saja yang boleh masuk. Setelah 
prosesi upacara selesai, rombongan yang 
lain baru diperbolehkan masuk. 
Di area petilasan digelar beberapa 
prosisi upacara, antara lain prosesi tabur 
bunga yang dilakukan oleh para perawan 
disekitar tempat muksanya Jayabaya. Tak 
jarang dalam prosesi ini para pengunjung 
berebut bunga yang digunakan ritual tabur 
bunga. Menurut para peziarah, bunga yang 
digunakan dalam upacara ini banyak 
memiliki berkah. Selanjutnya prosesi utama 
adalah penyemayaman pusaka Jayabaya di 
lokasi petilasan. Dalam ritual ini dilanjutkan 
permohonan doa yang dipimpin oleh 
seorang sesepuh. 
Seluruh rangkaian ritual tersebut, 
diakhiri di Sendang Tirto Kamandanu. 
Sebuah sendang yang terletak sekitar 1 km 
dari petilsan tempat muksa Jayabaya. Hal ini 
dilakukan untuk membuang sial dan 
pengaruh jahat yang bisa mengganggu para 
peserta ritual. Meskipun seluruh prosesi ini 
dilakukan setiap satu tahun sekali, tapi pada 
hari-hari tertentu petilasan Jayabaya juga 
ramai dikunjungi orang baik dari dalam 
maupun luar kabupaten Kediri. Menurut 
warga sekitar petilasan, tak jarang para 
tokoh politik juga sering melakukan ziarah 
ditempat ini. (Sumber data Kantor Arsip 
daerah Kabupaten Kediri 2007). 
Disini penulis akan melakukan 
penelitian tentang petilasan Jayabaya yang 
sampai sekarang masih di anggap sebagai 
tempat yang keramat dan banyak warga 
sekitar yang memanfaatkan tempat tersebut 
sebagai tempat ritual dan pemujaan. 
Maka, berdasarkan latar belakang di 
atas penulis sangat tertarik untuk 
mengetahui lebih dalam lagi tentang 
Petilasan Aji Jayabaya di Desa Pamenang 
Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. 
  

Dalam tahapan penelitian, paling tidak 
ada enam tahap yang harus ditempuh dalam 
penelitian sejarah, yaitu:Memilih suatu topik 
yang sesuai yaitu :Disini saya mengambil 
topik mengenai petilasan Sri Aji jayabaya 
didesa menang kecamatan pagu kabupaten 
kediri. 
Mengusut semua evidensi (bukti) yang 
relevan dengan topik yaitu dengan mencari 
bukti-bukti yang berkaitan dengan petilasan  
Sri Aji jayabaya. 

Petilasan  Jayabaya merupakan tempat 
muksa Raja Kediri yaitu Sri Aji Jayabaya, 
yang bertempat di Desa Pamenang 
Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri. 
Petilasan ini dulunya hanya undukan tanah 
yang bernisan kemudian setelah dilakukan 
pemugaran tempat ini menjadi megahdan 
berubah menjadi sebuah monumen spiritual. 
Bangunan yang ada didalam petilasan ini 
antara lain, Loka Muksa (tempat muksanya 
Jayabaya), Loka Busana (tempat 
penanggalan busana Jayabaya sebelum 
muksa), Loka Mahkota (tempat mahkota 
Jayabaya) dan Sendang Tirta Kamandanu ( 
taman kaputren/tempat mandi para putri). 
Dengan demikian Petilasan Jayabaya 
merupakan peninggalan leluhur yang 
berbudaya sangat tinggi  yang perlu di jaga 
dan dilestarikan. Dalam menjaga dan 
melestarikan tempat ini perlu adanya peran 
seluruh lapisan masyarakat, baik masyarakat 
dari kalangan bawah maupun kalangan atas. 
Petilasan Jayabaya, semula hanya seongkok 
tanah bernisan, bersemak belukar dan batu-
batu berserakan, dibawah naungan sebuah 
pahon kemuning yang rindang.Kini 
petilasan telah berubah menjadi sebuah 
monumen spiritual yang megah, bersama-
sama masyarakat luas, keluarga besar 
Yayasan Hondodento berhasil memugarnya 
secara gotong – royong. Proses 
pemugarannya memakan waktu kurang 
lebih 1 tahun yaitu sejak peletakan batu 
pertama tanggal 22 februari 1975 sabtu 
pahing sampai tanggal 17 april 1976 sabtu 
pahing saat diresmikannya dan diserahkan 
kepada pemerintah daerah kabupaten kediri 
atau secara keseluruhan 420 hari, dengan 
total biaya 24 juta rupiah. 
Bangunan Loka muksa yaitu  tempat 
moksanya prabu Sri Aji Jayabaya, 
bangunannya berupa bentuk menyatunya 
lingga dan yoni serta diberi batu manik ( 
batu bulat berlubang ditengahnya seperti 
mata ),bangunan ini dikelilingi pagar beton 
bertulang yang tembus pandang dan 
dilengkapi 3 buah pintu yang 
menggambarkan tingkatan kehidupan 
manusia yaitu lahir, dewasa, dan 
mati.Bangunan loka busana, yaitu tempat 
penangalan busana kebesaran prabu Sri Aji 
Jayabaya, bangunannnya terletak disebelah 
timur loka muksa membujur kerah utara dan 
selatan dan dikelilingi dengan pagar 
besi.Bangunan loka mahkota yaitu tempat 
peletakan mahkota prabu Sri Aji 
Jayabaya,bangunan ini terletak disebelah 
utara tau diluar pagar petilasan sebagai 
lambang bahwa zaman kerajaan sudah 
berakhir.Sendang tirta Kamandanu 
Pemugaran bangunan berupa sendang tirta 
kamandanu disyahkan dalam musyawarah 
desa menag kecamatan pagu, kabupaten 
kediri nomer 16/ IV /1980 tentang 
pemugaran sumber didesa menang yang 
berkaitan dengan mengenang keluhuran dan 
kejayaan nenek moyang bangsa indonesia. 
Peletakan batu pertama pemugaran 
dilakukan oleh bapak sekwilda kabupaten 
kediri pada tanggal 26 april 1980, hari sabtu 
pahing. 
Ritual yang rutin dilakukan di 
Petilasan Jayabaya antara lain : Ritual 
Malam Jum’at Legi (acara yang rutin 
diadakan pada hari malam jum’at legi), 
Ritual 1 suro(acara yang rutin diadakan pada 
malam 1 suro), Ritual Pensucian benda 
Pusaka(acara ini diadakan pada tanggal 1 
suro), Ritual Labuan Parang Kusumo(acara 
ini diadakan pada tanggal 5 suro bertempat 
di pantai laut Ratu Kidul Yogyakarta) 

 

Share:

TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Postingan Populer

viewer

ABOUT US

Foto saya
saya mahluk lain asli cuma hanya sekedar asal asalan berpura pura menjadi penulis kecil kecilan saja tanpa tujuan tanpa arti ini tulisan sederhana yang tidak menarik tidak bisa dipahami terlalu berbelit Belit

SEARCH

Translate