Tampilkan postingan dengan label setan 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label setan 1. Tampilkan semua postingan

setan 1


1

Nama gue nyi  tribuanatunggadewi. Lo semua boleh panggil gue nyi  atau nyi girah. Gue sekolah di salah satu SMP swasta di Jakarta utara. Cerita ini gue ambil dari kisah sekolahan gue yang kata orang sih bekas rumah sakit dan katanya juga sih angker, tapi sekolah nih yang jadi inspirasi gue. "Woyy li? Lo udah tahu belum.??" tanya Arumi. Arumi ini temen sekelas gue dia cantik. Tapi sayang dia itu punya otak yang super duper telmi. "Tahu apaan? Pertanyaan lo aja belum selesai..??" kata gue rada sewot. "Hehehe, iya juga sih..?" jawab Arumi. "Hmm, gini loh li.." katanya tuh sekolahan kita ini bekas rumah sakit dan yang lebih menghebohkan ternyata uks itu bekas ruang mayat, ruang guru bekas tempat mandiin mayat, dan kelas kita, di situ bekas ruang operasi." kata Okta menjelaskan maksud dari ucapan Arumi. "Oh begitu, udah tahu gue.." jawab gue singkat. Tapi asal lo tahu aslinya tuh gue juga rada takut soalnya di sekolah ini banyak kejadian aneh. Mulai dari kesurupan, kecelakaan, sakit parah yang berujung kematian. Sebenernya gue penasaran tapi yah karena nyali gue yang kadang suka naik turun kaya sinyal yah bikin gue mengurungkan niat gue untuk menyelidiki lebih lanjut. "Oh, ya li.. gimana kalau kita selidikin aja nanti malem. Tenang aja nanti gue ajak deh si Rendi, Raffa, sama Lukman. Oke, kan.." kata Okta memberi usul karena mungkin dia juga takut kalau cuma kita bertiga doang apalagi kita wanita lesbi  lesbi  lesbi  semua. "Oke deh. jam 23. 30 udah harus standbay di sini. oke..??" kata gue. "Sip.." kata Arumi dan Okta bersamaan. Di rumah gue udah siapin semua peralatan ekspedisi buat malem ini. Gue bawa senter, hp, minuman buat kalau nanti haus, dan perlengkapan lain. Biar gue gak ngantuk gue tidur siang sampe jam 8 malem. Gue buru-buru mandi, pake baju dan hal-hal yang biasanya gue lakuin. Gak kerasa jam udah nunjukin pukul 11 malem yang artinya gue harus pergi sekarang. Untung aja gue gak sengaja ketemu di jalan jadi gue langsung berangkat bareng deh sama dia. Sekitar 15 menit kita sampe. Sumpah suasananya itu horor banget bikin deg-degan. Dengan ijin Allah dan bantuan mang udin -penjaga sekolah gue- kami mulai beraksi. Mulai dari kelas-kelas sampe kamar mandi gue dan temen-temen selalu ngelihat hal yang aneh-aneh tapi terakhir sebelum ninggalin sekolah kita sempet ke perpus dan lagi-lagi terjadi hal yang aneh. Saat mau ninggalin perpus tiba-tiba sepucuk kertas terbang ke arah gue dan di situ tertulis tentang sebuah tragedi. Beginilah isi suratnya. "Maaf aku sudah membuat kalian takut. Aku hanya ingin meminta bantuan pada kalian. Tolong kuburkan kerangka tubuhku dengan layak. Kerangka itu ada di ruang uks. Dan setelah itu aku tidak akan menggangu kalian lagi.." Begitulah isi suratnya. Besok pagi nya gue dan temen-temen ke ruang uks. Dan benar di sana ada kerangka manusia namun hanya tinggal tulang belulangnya saja. setelah kami menguburkan kerangka tersebut. Aku mendapat sebuah surat yang berisi ucapan terima kasih dan samar-samar aku juga melihatnya tersenyum manis ke arah kami. Setelah itu sekolah kami tidak pernah mengalami kejadian seperti dulu lagi. Selesai



2

Ini merupakan kisah nyata yang saya alami ketika ikut menjadi anggota pencinta alam di Madiun. Sekitar bulan Agustus tahun lalu, saya bersama dengan beberapa teman berencana untuk melakukan ekspedisi ke Gunung tengkorak . Kebetulan saat itu saya yang ditugaskan menjadi pimpin rombongan yang terdiri dari 5 orang ditambah seekor anjing untuk berjaga-jaga. Diantara kelima orang itu, hanya saya satu-satunya wanita lesbi  lesbi  yang ikut dalam ekspeditu itu. Sebelum memulai pendakian, di kaki Gunung tengkorak  kami sempat bertemu dengan seorang wanita lesbi  lesbi  yang berpakaian lengkap ala seorang pendaki. Rupanya wanita lesbi  lesbi  yang mengaku bernama tribuanatunggadewi itu berniat untuk melakukan pendakian seorang diri. Merasa sama-sama hendak mendaki, akhirnya saya menawarkan pada tribuanatunggadewi untuk bergabung dengan rombongan saya. Pada awalnya beberapa anggota saya sempat keberatan menerima wanita lesbi  lesbi  lesbi  yang masih belia itu untuk bergabung. Namun setelah saya memberi pengertian sambil memaksa, akhirnya rekan-rekan saya dapat menerima kehadiran wanita lesbi  lesbi  lesbi  ini dalam kelompok kami. Selama perjalanan terlihat kalau tribuanatunggadewi termasuk wanita lesbi  lesbi  yang suka bergaul. Tak heran dalam waktu yang relatif singkat kami sudah dapat saling bercanda. Sehingga perjalanan yang seharusnya terasa berat itu kami rasakan menjadi ringan. Tak terasa hari mulai gelap, karena jalan yang kami lewati mulai diselimuti dengan kabut, akhirnya kami sepakat untuk istirahat dan meneruskan perjalanan itu pada esok hari. Malam itu kami mendirikan beberapa tenda untuk tempat beristirahat. Karena tribuanatunggadewi wanita lesbi  lesbi , saya memerintahkan agar ia tidur bersama saya di dalam satu tenda. Sesuai kebiasaan, kami menugaskan salah seorang dari kelompok kami untuk berjaga-jaga dari serangan binatang buas. Kebetulan saat itu yang mendapat tugas untuk menjaga adalah rekan saya yang bernama Robi dengan ditemani oleh seekor anjing. Saat kami sedang terlelap oleh dinginnya malam, Robi memanfaatkan untuk melakukan sholat malam hari. Setelah selesai melaksanakan sholat itu, sekilas Robi melihat bayangan tribuanatunggadewi saat keluar dari tenda saya. Merasa curuiga, diam-diam Robi yang ditemani oleh seekor anjing berusaha membuntuti kemana tribuanatunggadewi pergi. Rasa penasaran yang besar disertai perasaan khawatir akan keselamatan wanita lesbi  lesbi  lesbi  itu, membuat Robi terus mengikuti jejak tribuanatunggadewi yang mulai ditutupi dengan kegelapan malam. Ketika tiba di suatu tempat, tiba-tiba bayangan tribuanatunggadewi menghilang seketika disertai dengan kelakuan anjing kami yang mulai gelisah dan melolong terus menerus. Merasa panik kehilangan tribuanatunggadewi, membuat Robi memutuskan untuk membangunkan kami semua untuk sesegera mungkin melakukan pencarian. Tapi setelah sekian lama mencari, hasilnya tetap saja sia-sia. Apalagi kodisi cuaca makin bertambah dingin dan gelap. Karena kondisi alam sudah tak memungkinkan, akhirnya kami menunda pencarian dan akan melanjutkan esok hari. Keesokkan harinya, kami kembali meneruskan pencarian. Dalam pencarian ini saya membagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok terdiri dari Robi dan Nano, sedangkan kelompak kedua terdiri dari saya sendiri, Heri, dan Agus. Selanjutnya kami mulai melakukan penyisiran secara terpisah ditempat wanita lesbi  lesbi  lesbi  itu menghilang. Setelah sekian lama melakukan pencarian, akhirnya kelompok yang saya pimpin sampai pada bibir jurang Gunung tengkorak . Di dasar jurang itu, saya dengan beberapa rekan melihat ada sebuah tas ransel yang tergeletak. Ketika dengan seksama kami memperhatikan warna dan jenis tas tersebut, sepertinya ransel itu sama seperti yang dipakai oleh tribuanatunggadewi. Rasa penasaran yang besar membuat kami memutuskan untuk menuruni jurang tersebut. Katika sampai di dasar jurang, tak jauh dari ransel itu kami menemukan seorang mayat wanita lesbi  lesbi  yang sudah bau dan membusuk. Untuk mengetahui lebih jelas siapa gerangan mayat itu, akhirnya kami memutuskan untuk membawanya turun ke kaki Gunung tengkorak  dan melaporkan kejadian ini pada tim SAR yang ada disana. Setelah sampai di bawah, para penjaga gunung itu langsung melakukan pemeriksaan terhadap mayat tribuanatunggadewi. Setelah mendapat keterangan dari tim SAR, kami benar-benar kaget. Karena mayat yang kami temukan sudah sebulan lebih dicari-cari oleh mereka. Mendengar keterangan dari para penjaga gunung itu saya langsung terduduk lemas. Ternyata tribuanatunggadewi yang selama pendakian bergabung dengan kami adalah mayat yang sedang dicari-cari.


3

. raden wijaya masih tidak percaya. Jalan pikirannya selogis fakta berita dalam koran sehingga mustahil hal seperti itu bisa dipercayainya. Walau demikian, ia tetap menghargai Johan, sahabatnya yang sudah setengah jam lebih berkisah di warung tenda itu dengan ekspresi meyakinkan, seperti sanksi mata di meja hijau. raden wijaya yang memang sejak pertama mendengar pembukaannya sudah menguap itu kini hanya bisa mangut-mangut sambil sesekali mengisap rok*knya. Namun Pak Totog yang mempunyai warung tenda itu dengan antusiasnya menjadi pendengar setia cerita Johan. "Sudahlah Jo.. potong raden wijaya.. Aku nggak percaya sama cerita horrormu itu,," "Aku serius ini. Rumah itu pokoknya angker banget.." sahut Johan. "Dan pokoknya aku cuma mau jepret prabotan-prabotan antik di rumah itu, titik.." "Oh, jadi kamu nggak percaya nih sama aku.." Johan melotot, darahnya mulai naik ke ubun-ubun. "Bukannya gitu Jo, kan aku baru nyusun skripsi tentang keunikan benda-benda antik. Nah di rumah itu kan katanya banyak banget benda-benda antiknya..." jelas raden wijaya. "Nak, Bapak sarankan, kamu jangan pergi ke sana. Bahaya.." Pak Totok ikut melarangnya. "Ah, masa bodoh.." ujar raden wijaya sambil mengisap rok*knya untuk yang terakhir sebelum ia buang. Diberikannya beberapa lembar uang pada Pak Totog untuk membayar bon, kemudian pergi. "He raden wijaya, hati-hati kamu! Rumah itu berdarah.." teriak Johan saat sahabatnya itu pamit untuk mengunjungi rumah yang sejak tadi menjadi bahan utama pembicaraan mereka di warung tenda itu. Pemuda itu melangkah santai menyusuri jalan yang kian lenggang lantaran hari hampir gelap dan pasti sebentar lagi adzan magrib akan berkumandang. Ia teringat cerita Johan tentang rumah tua itu. Ia tidak percaya dengan semua tentang mahkluk halus dan sejenisnya, karena baginya sangat tidak logis jika harus mempercai hal tanpa fakta atau pun bukti seperti itu, tapi ia akan berhati-hati. Mengamanahkan perkataan sahabatnya. Kamera Digital dengan lensa berkualitas gambar tinggi itu sejak tadi siap memotret apa saja di sekitarnya. Ia menggantungkan sabuk kamera di lehernya, sehingga benda itu menggantung menyentuh dadanya. raden wijaya adalah seorang mahasiswa fotografer yang hampir menyelesaikan skripsinya, dan saat ini ia tengah mencari figur potretan benda-benda antik untuk melengkapi skrisinya. Ia berencana ingin memotret perabotan-perabotan antik di sebuah rumah tua. Saat ia menceritakan rencananya itu pada Johan sahabatnya. Bukan menyetujui niatnya, tapi justru membuatnya sebal dan penat dengan cerita yang raden wijaya anggap hanya sebuah urband legend setempat atau mitos saja. Ia benar-benar tidak percaya. Itu bukan sejarah atau pun fakta yang logis dan tak ada alasan untuk mempercayainya. Ya, seperti itulah jalan pikirannya. Malam mulai menyapanya dengan sentuhan gigil merayu hingga tubuhnya sesekali bergetar menahan dingin yang teramat. Sembari tadi langkahnya tak menentu, ke sana ke mari menuruti perkataan orang-orang yang ditanyainnya, tapi setiap dari mereka selalu saja mempunyai jawaban berbeda. raden wijaya mulai putus asa dengan pencariannya. Ia duduk bersandar dengan peluh kelelahan yang terus mengucur dari pori-pori kulitnya. Kaki yang sembari tadi melangkah itu kini terasa kaku dan berat, seakan ada rantai yang mengikatnya. Ia terlalu lelah dan kini telah pasrah. Kecewa selalu menguasainya, tapi sejenak ia mengumpulkan kekuatan untuk melawan rasa tak berguna itu, walau bukanya foto benda-benda antik melainkan lelah dan kecewa yang didapat. Dia tidak pernah mengutuki keadaan, karena ini adalah takdirnya. Beberapa kali ia mencoba bangkit, tapi tenaganya telah terkuras habis disaat linglung dalam pencarian. Saat ia berhasil berdiri dengan tegap, terlihat seseorang berjalan dari sisi jalan menuju gerbang masuk rumah mewah yang sejak tadi pagar depannya ia gunakan untuk bersandar. Orang itu ternyata lelaki paruh baya dengan uban memenuhi kepala. "Kamu ngapain di sini Nak.." tanya orang itu. "Maaf tadi saya beristirahat di sini sebentar. Saya kesasar Pak. Sudah dari pentang saya ke sana ke mari mencari alamat, tapi nihil.." jawab raden wijaya lemas. "Oh, kasihan juga kamu. Mari masuk saja Nak, istirahat di dalam saja. Di luar kan dingin. Mari masuk.." ajak orang itu dengan sebesit senyum dan mata tua yang tajam dari balik kaca mata minusnya, tapi terlihat teduh, meramahkan suasana. Kebaikan lelaki paruh baya itu terasa seperti pelukan hangat di hatinya. Beruntungnya nasib raden wijaya, karena setelah ia masuk ke dalam rumah itu di luar hujan turun begitu lebat bersama angin dan petir yang menyambar-nyambar. Lelaki paruh baya itu mengenalkan dirinya yang bernama Jonathan Ernest pada raden wijaya. Mereka berjabat tangan. Perlahan-lahan lelaki itu menceritakan liku-liku kehidupannya. Ia adalah pria indo, yang mana Ayahnya dari majapahit dan Ibunya asli orang jawa. Beberapa kisah-kisah inspiratif dalam hidupnya pun ia dongengkan pada raden wijaya yang sesekali menanggapinya penuh antusias. Perbincangan mereka semakin hangat, membuat hawa dingin seperti terlupakan sesaat. "Kau seorang fotografer..??" tanya Jonathan sambil menatap kamera digital yang sejak tadi dipegang oleh raden wijaya. "Iya, saya mahasiswa fotografer semester akhir.." jawab raden wijaya seraya mengeluarkan sebatang rok*k yang kemudian dinyalakannya dan sesekali ia hisap penuh nikmat. Pembicaraan mereka terus berlanjut. Mata lelaki paruh baya itu berbinar setiap kali menuturkan ceritanya dan raden wijaya dengan antusiasnya menjadi pendengar setia yang sesekali berpendapat. Pemuda itu seakan lupa dengan tujuan pertamanya, tapi setelah keduanya membisu sesaat. Ia memberanikan diri untuk bertanya, walau sebenarnya ragu. "Apakah anda tahu alamat ini..?" tanya raden wijaya sambil mengulurkan selembar kertas catatan kecil. "Tahu, tapi alamat ini.." jawab Jonathan setelah beberapa saat mengingat-ingat. Kini keramahan di wajahnya mulai pudar berganti dengan mata tajam yang menatap curiga, alis tebalnya menyatu, dan perlahan merkah senyuman aneh di wajahnya. "Alamat itu kenapa Pak.." tanya raden wijaya penasaran. "Kamu yakin ingin pergi ke alamat ini.." Jonathan balik bertanya. "Iya.." raden wijaya mengangguk pelan sambil mengisap rok*knya.. "Memangnya seberapa angker rumah itu, sampai semua orang yang ku tanya selalu saja menampilkan wajah aneh, padahal niatku cuma pengen dapet jepretan benda-benda antik di dalamanya dan pulang.." "Rumah itu berdarah anak muda, jangan sesekali berkunjung ke sana, karena taruhannya nyawa.." ujar lelaki itu seraya membenarkan letak kacamatanya.." Jika kau mau aku akan memperlihatkan beberapa koleksi benda antikku. Mungkin akan mengobati kekecewaanmu Nak, tapi kau harus berjanji jangan sekali-kali berkunjung ke rumah itu. Berbahaya.. "Wah, kebetulan sekali. Janjiku untuk membalas semua kebaikanmu ini tuan.." raden wijaya berucap dengan mata berbinar penuh harap. "Suatu kehormatan bagi saya jika memang anda mengizinkan." "Okey! Siapkan setting kamera terbaikmu.." ujar Jonathan seraya bangkit. Di mata tuanya yang tajam itu terpancar api semangat, hingga keburamannya tersamarkan. Lumayan banyak benda-benda antik yang dimiliki lelaki paruh baya itu. Guci, patung, piring perunggu, lukisan-lukisan dari seniman ternama, kumpulan koin dari zaman kerajaan majapahit hingga sampai sekarang lengkap dengan penjelasannya, dan sebuah meja makan pajang penuh ukiran abstrak seperti lambang-lambang aneh. Semua itu tertata rapi di sebuah ruangan pribadinya. Saat raden wijaya sibuk mengambil gambar benda-benda koleksi itu, Jonathan sempat beberapa kali menjelaskan asal-usulnya. Dengan gerakan lincah pemuda itu mengerahkan semua kemampuannya dalam membidik dan mengambil foto yang didapatnya selama menjadi mahasiswa fotografer. Tak henti-hentinya ia berdecak kagum. Rasa gembira, senang, kagum, dan haru kini memenuhi hatinya. Meleyapkan kekecewaan yang pernah singgah sesaat. raden wijaya sangat berterimakasih pada Jonathan yang telah mau membagi waktu serta memperlihatkan benda-benda koleksinya. "Terimakasih banyak, karena anda sangat baik kepada saya. Sekali lagi terimakasih.." raden wijaya berucap seraya tersenyum. "Sama-sama anak muda. Semoga bermanfaat untukmu Nak.." sahut Jonathan dengan sesungging senyum yang merkah di wajah keriputnya. "Bolehkah saya foto bersama anda sebagai kenang-kenangan.." "Tentu saja, mari.." sesaat raden wijaya mensetting kameranya dengan mode timer yang otomatis akan mengambil beberapa bidikan. Kemudian mereka berpose dengan saling melingkarkan tangan di pundak satu sama lain, tampak seperti seorang ayah dengan anaknya. "Saya harus segera pulang, sudah sangat malam dan hujan tampaknya juga telah reda.." ujar raden wijaya seraya melihat arloji di tangan kanannya. "Okey, mari ku antar ke luar.." sahut Jonathan. Bertemankan sebatang rok*k ia menyusuri jalan pulang. Gelap yang kian senyap menemani langkahnya. Angin berhembus pelan dengan keusilan dan gigilnya. Badanya sesekali bergetar menahan dingin. Ia menghisap rok*knya dan menghembuskan nafasnya bersama asap putih di kegelapan malam. Sudah lima batang rok*k ia habiskan untuk menemani langkahnya yang kian terasa berat. Baru pada batang rok*k ke enamnya ia telah sampai di kontrakannya. Tok, tok, tok.. "Assalamu..alaikum.." raden wijaya menunggu. Terdengar langkah kaki menuju pintu dari dalam. Perlahan terbukalah pintu itu bersama derit engsel yang miris di hati. "Astaghfirullahal adzim.." sentak Johon terkejut. Matanya tak mampu melihat sosok di hadapannya. "Dunia kita sudah berbeda sahabat. Jadi janganlah kau menggangguku, tenanglah di alam keabadianmu. Pergilah, aku sudah mengikhlaskanmu.." raden wijaya bingung. Mau tertawa, tetapi sahabatnya ini terlihat serius dan ia hanya bisa diam sambil menghisap rok*k terakhirnya. Dengan usil ia sebulkan asap rok*knya ke wajah Johan. "Kenapa Jo? Kau kira aku sudah ko-id dimakan hantu rumah itu. Ah, kamu ini ada-ada saja.." raden wijaya berhenti untuk menghisap rok*knya sesaat. "Terus mau ke mana kamu dengan potongan baju rapi ala pengajian seperti ini? Nggak bilang-bilang sih kamu Jo kalau ada pengajian akbar. Jadinya kan aku nggak pulang jam segini.." "Ini bener kamu Lang.." tanya Johan sambil menguncang-guncang pundak sahabatnya. "Hehe, nggak jumpa beberapa jam saja tingkahmu berubah drastis ya. Sok kangen-kangenan! Sampai pura-pura lupa segala.." sahut raden wijaya seraya membuang rok*knya yang tinggal gabusnya saja. "Kamu beneran raden wijaya sahabatku.." Johan memeluk tubuh sahabatnya itu seraya tenyi rinso k, menangis begitu pilunya. "Eh, kenapa sih? Dari dulu kan aku raden wijaya. Kapan juga aku jadi satria baja hitam dan kawan-kawan.."lang tertawa kecil dalam pelukan sahabatnya yang tenyi rinso k pilu, entah kenapa. "Kamu mau ke mana rapi kek gini.." "Tadinya aku mau ke rumahmu mendatangi acara doa bersama, memperingati kepergianmu yang sudah satu tahun pada hari, tapi..?" "Kamu ini ada-ada saja Jo. Aku cuma pergi beberapa jam yang lalu setelah berdebat denganmu di warung tendanya Pak Totog. Ingat kan..?" raden wijaya memotong tajam. "Iya aku ingat, tapi kenyataannya kau sudah menghilang tanpa kabar selama satu tahun ini.." Johan berucap seraya melepaskan pelukannya. "Rumah Jonathan Ernest itu" gumam raden wijaya saat melihat foto-foto di kameranya. Ada satu foto yang ganjil. Fotonya bersama lelaki paruh baya itu aneh, sebab hanya terlihat raden wijaya seorang diri. Tanganya terlihat seperti melingkar di pundak seseorang, tapi di foto itu ia benar-benar sendiri.



4

Jawa Timur memang memiliki alam yang elok, sehingga banyak wisata alam disini. Salah satunya adalah air terjun Sedudo yang berada di Kaki Gunung Wilis. Air terjun ini memiliki ketinggian sekitar 105 meter yang dibalut dengan bebatuan dan alam yang masih asri di sekitarnya. Selain menawarkan panorama alam yang mempesona dengan hawa sejuknya, Air terjun Sedudo ternyata menyimpan sebuah mitos yang hingga kini masih dipercaya oleh masyarakat setempat. Konon jika ada seseorang yang mandi dikolam yang ada di bawah air terjun ini akan mendapatkan berkah, awet muda, naik pangkat dan bisa disembuhkan dari penyakit yang dideritanya. Mau percaya atau tidak itu hak sobat masing-masing, namun yang jelas ketika bulan sura datang ribuan warga yang berasal dari berbagai daerah berdatangan untuk mandi disini. Tak hanya dari kalangan masyarakat saja, dari kalangan elite politik juga tak jarang ditemui tengah berendam di kolam bahkan sampai tengah malam. Hal ini dibenarkan oleh Lies Nurhayati, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nganjuk. Menurutnya banyak para pejabat nega yang mandi di bawah air terjun saat tengah malam. Wisata Air Terjun Sedudo memang menjadi "primadona" bagi warga Nganjuk dan sekitarnya baik dijnenekmoyang an obyek wisata atau untuk ritual. Tak hanya di bulan Sura saja, ketika malam jumat kliwon tak sedikit pengunjung yang datang untuk mandi di air terjun ini. Dibalik keindahannya, Air terjun sedudo ternyata memiliki sejarah panjang. Pada jaman Kerajaan Majapahit, air terjun ini sering digunakan untuk mencuci senajata milik Raja Majapahit dan patung yang digunakan upacara Prana Prathista. Konon Gajah Mada pernah menggembleng prajuritnya di lokasi air terjun sedudo. Selang beberapa tahun kemudian ketika Kerajaan islam mulai berkembang, Air Terjun Sedudo pernah digunakan sebagai tempat pertamaan Ki Ageng Ngaliman yakni seorang penyebar agama islam di daerah Nganjuk. Oleh karena itu setiap bulan sura selalu digelar ritual mandi sedudo yang diawali dengan tarian oleh enam penari perawan berambut panjang. .



5

Makhluk mistis satu ini hanya dikenal di daerah yang didiami etnis Batak Toba, terutama di Tapanuli Utara (Taput), Sumatera Utara. Namanya begu ganjang yang berarti hantu panjang. Sebagian masyarakat Batak masih percaya adanya begu ganjang. Keberadaannya kerap menjadi kambing hitam jika ada fenomena yang dianggap aneh, seperti warga jatuh sakit atau meninggal secara mencurigakan. Ritual yang digelar puluhan warga Desa Lobu Pining, Pahae Julu, Taput, Kamis (30/8), menjadi salah satu bukti bahwa begu ganjang masih merupakan momok menakutkan di kawasan itu. Mereka mendatangkan dukun dari dari Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan, yang akan memimpin ritual untuk membersihkan desa mereka dari ilmu hitam, termasuk begu ganjang. Acara ini bahkan dihadiri anggota DPRD Taput, Jasa Sitompul, dan Kapolsek Pahae Julu Iptu SB Simamora, Sebagian masyarakat awam yang mempercayai adanya begu ganjang mengisahkan sosoknya sebagai makhluk tinggi. Semakin dilihat semakin tinggi dan dapat mencekik orang yang melihatnya. Ada yang menyebut begu ganjang sebagai sosok berambut panjang dan suka berdiam di pucuk-pucuk pohon yang tinggi. Namun sahabat anehdidunia.com, banyak pula yang percaya begu ganjang semacam ilmu santet. Meski banyak yang percaya keberadaannya, merdeka.com belum berhasil menemukan satu orang pun yang benar-benar pernah melihat begu ganjang. "Aku tak pernah melihat. Sejauh ini masih katanya," ujar R Situmeang, warga Lubuk Pakam. Begu ganjang disebut-sebut sebagai roh yang dipelihara dan dikendalikan untuk tujuan pemiliknya. Namun, sang pemelihara harus memberikan tumbal. Yang percaya menyatakan bahwa tujuan pemeliharaan begu ganjang semula untuk menjaga sawah dan harta dari pencuri. Belakangan, si empunya disebut menggunakan peliharaannya ini untuk membunuh orang lain. Pada bagian ini, begu ganjang lebih mirip santet. Jika terjadi hal-hal yang dianggap aneh di satu desa, semisal beruntunnya warga meninggal atau sakit di satu wilayah, begu ganjang pun kerap menjadi 'tersangka'. Isu kemudian beredar dan provokasi pun terjadi. Mereka yang dituduh sebagai pemelihara sang hantu pun menjadi korban. Berulang kali terjadi penghakiman kejam hanya didasarkan pada asumsi mayoritas warga. Pada 15 Mei 2010, tiga warga Dusun Buntu Raja Desa Sitanggor, Kecamatan Muara, Tapanuli Utara, yaitu Gibson Simaremare, nenekmoyang nya Riama br Rajaguguk (65), dan anaknya Lauren Simaremare (35), tewas dibakar hidup-hidup setelah dituding sebagai pemelihara begu ganjang. Sementara itu, Tiur br Nainggolan yang merupakan nenekmoyang  Lauren Simaremare, kritis ditikam. Polisi kemudian menetapkan 55 warga setempat sebagai tersangka dalam aksi penganiayaan ini. Selain itu masih banyak kejadian lain akibat isu begu ganjang. Tertuduhnya dianiaya, diusir dari kampung, dan rumahnya dirusak atau dibakar. Yang teranyar, Rabu (11/7), tiga warga Desa Aek Raja, Kecamatan Parmonangan, Taput, yaitu Fernando Manalu (53), Delima br Simanjuntak (50), dan Mikael Manalu (47) dianiaya karena diduga memelihara begu ganjang. Mereka dipukuli hingga babak belur. Rumahnya juga dirusak. Isu begu ganjang ini muncul setelah meninggalnya seorang warga dinilai janggal. Meski aksi kekerasan masih sering terjadi karena isu mistis ini, namun keberadaan begu ganjang sendiri belum bisa dibuktikan.





6

Ku langkahkan kaki dengan cepat. Segera kutuju halte bis yang terletak di perempatan jalan. Gerimis rintik-rintik yang semakin besar membuatku segera mempercepat langkah. Jalanan kini telah sepi lagang, tidak ada satupun kendaraan lewat. Entahlah apa yang terjadi. Mungkin karena malam yang semakin larut disertai hujan deras. Ku lihat jam yang melingkar di tangan, sudah jam 23.50. Sepuluh menit kemudian, tepat pukul 00.00, sebuah Bis berhenti di depanku. Tanpa rasa curiga, aku segera naik ke dalam bis, karena malam semakin larut dan dingin yang tak tertahankan. Aku ingin segera sampai kos, dan buru-buru istirahat, apalagi besok pagi aku ada jadwal kuliah pagi. Ah, ini baru pertama kalinya aku harus lembur sampai selarut ini. Ku lihat di dalam bis, tak ada seorang pun. Semua tempat duduk kosong. Eh, tapi, tunggu dulu.. Aku menyipitkan mata, agar bisa jelas melihat dengan jelas. Di bangku pojok paling belakang, ada seorang wanita lesbi  dengan kepala tertunduk. Tapi aku tidak merasakan hal aneh, mungkin wanita lesbi  itu sedang tidur karena kecapekan. Ku putuskan segera duduk di bangku tengah dan menyandarkan kepalaku ke jendela bis. Tiba-tiba aku merasakan dingin yang sangat, bulu kuduk berdiri. Lampu dalam bis itu mati. Dan.. Wushhh. Aku terperanjat. Apa itu yang barusan lewat? Ku alihkan pandangan ke bangku belakang, ingin melihat wanita lesbi  yang tadi duduk dengan menunduk. Namun nihil, aku tak bisa melihatnya. Di luar bis pun terlihat sangat gelap sekali. Beberapa menit kemudan lampu kembali menyala, dan bis berhenti. "Mbak, sudah sampai.." Kata supir dengan nada dingin. Aku terhenyak, dari mana supir ini tahu kalau aku berhenti disini, seingatku aku tidak bilang apapun tadi. Tapi, aku turun saja. Aku kasihkan uang dua lembar lima ribuan. Supir itu menerimanya tanpa menoleh sedikitpun. Aku tidak bisa melihatnya karena dia memakai topi, ditambah lagi kepalanya menunduk. Kutolehkan kepalaku ke belakang. Ingin melihat wanita lesbi  yang tadi. Namun tidak ada. Sudahlah, aku turun saja, walaupun dalam pikiranku ada beribu-ribu pertanyaan yang membingungkanku. Sesudah aku turun, dengan iseng aku lihat ke belakang. Kemana bis itu, kenapa tiba-tiba tidak ada. Masak iya bis itu melaju kencang. Tapi kalau pun bisnya melaju kencang, setidaknya masih terlihat jelas, karena jalan raya di depan kosku lurus, tak ada belokan. Aku pun segera masuk ke kos dengan berlari. Bukk. "Aduhh.." "Neng Dina, kenapa neng lari-lari, kaya ketakutan gitu.." Ah, sukurlah, itu Mang Asep. Penjaga kos disini. "Tidak apa-apa kok mang. Ya sudah, aku masuk dulu ya mang." "Iya neng.." Huh, dasar si bos, masak aku harus lembur lagi. Lagi-lagi aku pulang seperti kemarin. Namun kali ini tidak ada hujan deras. Di jalan pun masih ada kendaraan walau jarang. Tepat pukul 00.00, Bis itu datang lagi. Sebenarnya aku tidak mau naik bis ini lagi, takut kejadian kemarin terulang lagi. Tapi apa daya, malam sudah sangat larut. Aku hanya bisa pasrah. Lagi-lagi lampunya mati, dan ketakutanku terjadi. Wusshh. Aku hanya menutup mata, dan bus itu berhenti. Aku segera turun, dan berlari menuju kos. Segera kurebahkan badan yang sangat lelah ini di kasur kamarku. Baru saja terlelap dalam nikmatnya tidur, tiba-tiba terdengar suara wanita lesbi  menangis di ruang bawah. Seketika juga aku penasaran sekaligus merinding. Jantungku berdegup lebih kencang. Suara siapa itu. Kenapa menggangguku di tengah malam ini. Kulihat jam di dinding kamar. Jam 01.00. Apa aku harus mengeceknya ke ruang bawah itu? Tapi, mang Asep melarangku membuka ruang bawah. Sebenarnya apa yang terjadi. Ku ketuk pintu Lisa di sebelah kamarku. Karena tak ada jawaban, langsung saja membuka pintunya. Ku bangunkan Lisa yang tertidur pulas dengan menggoncangkan tubuhnya. Lisa bangun dan mengucek-ngucek matanya. "Ada apa sih Din, ngantuk tau" "Lis, kamu denger suara wanita lesbi  lesbi  lesbi  nangis gak..?" Lisa pun terdiam dan menajamkan kupingnya. "Ah, kamu itu berhalusinasi aja.. gak ada gitu.. udah ah, aku mau tidur. Ngantuk.." "Lis, aku tidur disini ya.." Lisa hanya menarik selimutnya dan meneruskan tidur. Aku ikut berbaring di sebelah Lisa. Suara tangisan itu terdengar lagi. Tapi aku tak mempedulikannya. Lebih baik aku pejamkan mata saja. Ini adalah hari ke tujuh aku disuruh lembur lagi sama si bos. Sebenarnya aku enggan, tapi karena kepepet, akhirnya aku iya kan saja. Setelah pulang, aku telepon Lisa. Ku suruh dia menjemputkku. Aku tak mau lagi naik bis aneh itu. Bagiku itu adalah hal misteri yang benar-benar membuatku bisa-bisa mati berdiri. Segera ku telepon Lisa. Tak diangkat. Kucoba beberapa kali. Ah.. kenapa dia tak mengangkatnya, padahal tadi dia berjanji mau menjemputku pulang. Ku telepon Riri, teman se kos juga. Tidak aktif. Kenapa dengan orang-orang ini. Bis itu berhenti lagi di depanku. Apa yang harus kuperbuat? Aku sangat bingung. Tiba-tiba pintu bis terbuka. Di balik pintu itu ada seorang wanita lesbi  cantik dan tersenyum padaku. Ia melambaikan tangannya, menyuruhku agar segera masuk. Dan entah kenapa, aku menuruti perintah dia. Aku pun segera naik. Dia duduk di sebelahku. Namun tak lama kemudian, aku merasa hawa sekitar sangat dingin, sampai menusuk tulang. Bulu kudukku ikut berdiri. Merinding. wanita lesbi  di sebelahku tiba-tiba menangis pilu. Aku teringat dengan kejadian aneh di kos, karena suaranya sama persis. Aku menoleh dengan perlahan untuk memastikan apakah wanita lesbi  ini benar-benar orang, atau... HAH.. aku terlonjak kaget saat dia melihatku tajam. Dia menangis darah, wajahnya sangat pucat. Aku berlari menuju supir, dan meminta untuk berhenti. Tapi anehnya, supir itu seperti tidak mendengar suaraku. Padahal aku sudah berteriak minta berhenti. Ku goncangkan tubuhnya. Lagi-lagi aku terlonjak kaget saat supir itu menoleh ke arahku. Wajahnya sudah rusak dan agak hitam legam. Matanya berlubang satu. Aku dengan sigap lari menuju pintu bis, untunglah pintunya tidak tertutup, aku meloncat. Tubuhku terguling-guling di atas aspal. Tapi aku tak peduli, aku segera bangkit dan berlari. Tiiiit.. tiiiiiit.. Ckiiiit.. HAH.. Aku berdiri ketakutan di depan sepeda motor yang hampir saja menabrakku. "Dinaa.. kamu kenapa.." Kulihat orang yang menyebut namaku. Ternyata dia adalah Rizki, teman kuliahku. Aku langsung berhambur padanya, dan duduk di belakang Rizki dengan badan gemetar. Rizki masih terheran-heran melihatku. "To.. tolong an..ta..r.. ak.. u.. pu..lang.." kataku dengan gugup dan nafas yang masih tersengal. Tanpa bertanya lebih lanjut, Rizki mulai menjalankan maticnya. Setelah sampai kos, Rizki mengantarku ke kamar dan membuatkan aku teh hangat. "Minum dulu biar tenang." Aku pun segera meminumnya. Dalam hitungan detik, teh itu langsung habis. “Sebenarnya apa yang terjadi Din, kenapa tadi kamu tiba-tiba ada di tengah jalan, tengah malam lagi.." Aku masih terdiam. "Tangan kamu juga kenapa, kok berdarah gini. Kamu jatuh..?" Aku menggeleng cepat. "Trus kenapa..?" "Rizki, emm.. "Iya..?" "Akuu.. takuut.." "Takut kenapa? Ada yang nyakitin kamu.." Aku menggeleng lagi. "Kenapa? Cerita aja. Kita kan udah deket. Ya kalau kamu gak cerita sekarang juga gak apa-apa sih. Besok kamu bisa cerita di kampus." "Tapi, kamu habis dari mana ki, kok tengah malam gini kelayapan..?" "Hahaha.. Dinaa Dina, aku gak kelayapan, tadi habis nganter si Tyo pulang, biasalah, maen di rumahku. Eh ya, aku balik dulu ya. Udah jam berapa ni, gak enak diliat tetangga. Kamu gak apa-apa kan sendiri.." "Iya gak apa-apa. Makasih ya udah mau anter pulang. Lagian udah ada Lisa sama Riri kok.." "iya udah deh.. sukur kalo ada temennya. Aku pulang dulu ya, sampe ketemu di kampus. Assalamu..alaikum.." "Waalaikumus salam.." Rizki meninggalkanku. Aku segera beranjak ke kamar sebelah. Menemui Lisa. Ku buka pintunya tanpa kuketuk. Namun, tiba-tiba bau amis meggelitik hidungku. Aaaaaaaaa. Ada yang memegang bahuku. Ku tepis tangan itu, "Din, ada apa, kenapa kamu teriak..?" "Rizki, ka.. kamu belum pulang.." "Tadi aku denger kamu teriak, makannya aku balik." Aku menunjuk telunjukku ke dalam kamar Lisa. Ku lihat wajah Rizki menjadi pucat. "A.. ku telepon polisi. Ka .. kamu tenang ya Din.." Aku hanya bisa menangis pasrah. Tiba-tiba ku teringat Riri. Dimana dia.. aku segera ke kamarnya. Ku buka pintunya. Kulihat Riri sedang tidur pulas. Segera ku goncangkan tubuhnya. "Riii, bangun Ri.. Ririii.. Banguunn.." Ia menggeliat. "ada apa sih..?" Tanyanya. Setelah ku menceritakan tentang Lisa, ia terlonjak kaget dan segera berlari ke kamar Lisa. Riri memelukku dan menangis sambil berteriak memanggil Lisa. Tak lama kemudian, polisi dan pihak rumah sakit datang. Mereka segera mengurus kejadian itu. Aku, Rizki dan Riri ikut mereka. Aku masih terdiam di depan makamnya Lisa. Rizki mencoba menghiburku. Sedangkan Riri, kata mang Asep, pulang ke rumahnya sendiri di Jakarta. Mungkin dia masih shock melihat keadaan Lisa yang terbunuh. Hal ini lah yang membuatku penasaran. Siapa yang tega membunuh temanku. Rizki mengajakku pulang. Kutinggalkan Lisa sendirian di dalam tanah yang menggunduk. Ketika di gerbang, entah ada kekuatan apa tiba-tiba aku ingin menolehkan pandanganku ke dalam makam. Kulihat disana ada Lisa sedang duduk dan tersenyum padaku. Kubalaskan senyumku padanya. Dia pun menghilang. Aku segera pulang diantar Rizki. Di kos hari ini sangat sepi. Tidak ada lagi suara tawa keras Lisa dan sikap konyol Riri. Segera kuhubungi Riri. Ku ingin bertanya padanya, kapan dia mau balik ke kos. Tidak aktif. Hingga malam itu… Terdengar lagi suara tangis. Ah, cukup! Aku sudah bosan dengan suara tangisan itu. Ku beranikan diri untuk melihat ke ruang bawah, dekat gudang. Meskipun agak merinding, tapi apa boleh buat. Ku buka pintu perlahan-lahan. Tidak dikunci. Kulihat ruangan itu. Bau busuk menyeruak di hidungku. Ya ampun! wanita lesbi  itu, yang ada di bis kemarin. wanita lesbi  itu menoleh padaku. Rasa dingin menyelimutiku, tentu saja dengan bulu kuduk yang berdiri. Glekk. Dengan susah aku menelan ludah. Pahit. wanita lesbi  itu mendekat kepadaku. Aku hanya bisa diam, rasanya kaki ini berat untuk melangkah. Kututup wajahku dengan kedua tanganku. Tok tok tok.. Sepertinya ada suara ketukan pintu. Kuturunkan tanganku dan kubuka mataku dengan perlahan-lahan. wanita lesbi  itu sudah tidak ada. Kemudian terdengar suara lirih. “Kamu harus pergi dari sini. Orang itu menuju kesini.�? Aku tak mengerti apa maksudnya. Siapa orang itu? Siapa yang mau datang kesini? Tok tok tok.. Terdengar lagi suara ketukan pintu. Aku segera menuju ke depan. Kubuka pintu. "maaf neng Dina, ada yang ketinggalan." "Oh, mang Asep. Ketinggalan? Apanya yang ketinggalan..?" "Kunci neng. Deket ruang bawah. Bisa tolong diambilin gak..?" "Oh ya sudah.." Segera ku kembali ke tempat tadi. Tapi kemudian suara itu terdengar lagi, "Cepat pergi dari sini. Cepat pergi dari sini.." Tiba-tiba mang Asep datang menghampiriku dengan membawa pisau mengkilat di tangannya. Raut wajahnya telah berbeda. Agak menyeramkan dan seolah-olah dia benci melihatku. "Aku sudah bilang! Jangan pernah membuka ruang bawah. Kenapa kamu masih saja membukanya, hah.." Katanya sambil mengangkat tangannya yang sedang memegang pisau. "Ta.. tapi, aku penasaran mang. Ada suara tangisan.." Kataku sambil melangkah mundur karena ketakutan. Ia tidak menjawab, ayunan pisaunyalah yang menjawab pembicaraanku barusan. Aku segera membalikkan badan dan berlari menuju pintu depan, hendak keluar. Ah, sial. Terkunci. "Mau kemana kamu, hah.." Aku melihat ke belakang, dia tersenyum menakutkan. "Mang.. mang Asep kenapa mau membunuh saya? Apa jangan-jangan mang Asep juga yang telah membunuh Lisa.." "Hahaha.. Dasar bodoh. Tentu saja aku yang telah membunuh Lisa! Kamu kira perampok yang membunuhnya.." katanya dengan garang. "Kenapa mang Asep ngelakuin itu semua? Apa salahku, apa salah Lisa? Kenapa mang Asep tega..??" "Ah! Sudah diam! Banyak omong kamu mah.." Mataku melihat ada payung di sebelah pintu. Segera ku ambil dan kupukulkan ke tangan dan kepalanya. Pisau yang dipegangnya terjatuh. "Kurang ajar.." Ini kesempatanku untuk lari, saat dia mengambil pisaunya di bawah kursi. Segera kututup dan mengunci pintu kamarku. Kenapa aku mencium bau aneh? Segera ku putarkan pandanganku melihat sekeliling kamar. Eh, tapi ternyata ini bukan kamarku, ini kamar Riri. Mataku melihat ada darah yang berceceran dari kasur sampai ke lemari. Ku buka pintu lemari. Hah! Ririiii.. Aku terduduk dan tergolek lemas di lantai. Tubuh Riri terbujur kaku di dalam lemari dengan pisau yang menancap di perutnya. Tok tok tok.. "Heh, buka pintunya! Dina, cepat buka.." Aku segera bangkit dengan keadaan bingung. Kuraih handphone Riri yang tergeletak di meja. Kunyalakan dan segera kupencet nomor Rizki. "Assalamualaikum, halo..?" "Ha.. Halo, Riz.. Rizki.. ini aku, Dina." "Iya, ada apa Din.." "Tolong aku Ki. Aku takut, aku mau dibunuh.." "Apa? Sekarang kamu dimana..?" "Aku di kos, di kamar Riri. Tolong aku ki.." "Oke oke, kamu tenang ya, aku segera kesitu sama polisi.." Brakk pintu terbuka. "Hahaha, mau lari kemana kamu Dina..?" Sementara di seberang telepon, Rizki masih berbicara. "Halo.. Halo.. Din, Dina.." Segera ku lempar buku-buku Riri ke arah mang Asep. Mang Asep kelimpungan. Dan tepat saat aku melempar penggaris patah, ujung penggaris itu menusuk matanya. Aaaaaarrrgghhh. Teriaknya. Segera aku berlari lewat jendela yang telah ku pecahkan. Kress.. Aduh, tanganku tergores pecahan kaca dan mengeluarkan darah segar. Aku tak menyangka, mang Asep masih kuat mengejarku. Aku berlari menuju pagar. Ah, ternyata pagarnya juga sudah dikunci. Ku obrak-obrak pagarnya, tiba-tiba aku merasakan ada tubuh yang menyatu dengan tubuhku. Aku merasa lebih kuat dari sebelumnya. Mataku merah menyala. Segera ku hampiri mang Asep dengan dendam. Ku raih kerah bajunya dan ku angkat tubuhnya, lalu kubanting. Mang Asep melemparkan pisaunya ke arahku, namun aku berhasil menghindar. Pisau itu tertancap di pohon dekat pagar. Rizki dan 4 orang polisi datang. Dua orang polisi meringkus mang Asep, dua polisi dan Rizki menghampiriku.. "Din, kamu gak apa-apa kan? Aku khawatir banget.." Din, kamu kenapa diam saja? Kenapa tanganmu dingin.." Aku menoleh ke arahnya tajam, sambil berkata dengan lantang, "Mang Asep dan temannya telah membunuhkuu. Mereka memperk*saku di bis saat tengah malam, setelah mereka puas, aku dibunuhnya dan dibawa ke ruang bawah di rumah ini. Teman mang Asep membunuh supir bis dan membakar bis itu, tapi untunglah, orang keji itu juga ikut terbakar. Sekarang kamu cek ke dalam dan lihatlah di ruang bawah itu.." Tiba-tiba aku merasa tubuh itu keluar dari tubuhku. Aku tergolek lemas. "Dina." "Rizki, ayo kita ke dalam. Kuburkan mayat wanita lesbi  itu dan Riri.." Kataku dengan suara bergetar. "Apa? Bukannya Riri pulang ke Jakarta..?" Aku menggeleng dan mengajaknya ke dalam. Setelah semua diperiksa dan diamankan, mayat-mayat itu dikubur secara layak. Besok aku berniat untuk pindah kos ke tempat yang lebih ramai dari sebelumnya. Dalam dua hari, aku telah kehilangan dua teman terbaikku sekaligus. Pergi dan tak akan pernah kembali lagi. Setelah mendoakan Lisa dan Riri, segera kulangkahkan kaki, ditemani Rizki. Ku lihat kembali ke belakang, Ada Lisa dan Riri tersenyum ke arahku. Semoga kalian tenang disana. Aku kan selalu mendoakan kalian teman. .



7

Sebelum membaca langsung Cerita Hantu, ada sebuah lagu yang berjudul "Boneka bobo " yang dilantunkan oleh Sarasvati, dan lagu ini menjadi trend. Lagu "Boneka bobo " awalnya memakai bahasa jerman dan berasal dari jerman, untuk lebih lanjutnya silahkan browsing sendiri untuk mencarinya, simak kisah berikut ini. Namaku Tian aku seorang siswa di salah satu SMA Negri di Bandung, sebenarnya aku bukan asli bandung dan aku berasal dari Cilegon. Aku menetap di bandung sudah 6 tahun semenjak aku SMP, di bandung aku tinggal bersama saudaraku dan tibalah waktu itu liburan sekolah. Aku pulang ke cilegon untuk bertemu keluargaku, saat pulang aku disambut berbagai makanan juga saudara- saudaraku dan setelah cukup mengobrol aku pun pergi ke kamarku yang sudah lama sekali aku tinggalkan. Aku coba berbaring di tempat tidur sambil mengenang masa-masa dulu. Tidak sengaja, aku melihat sebuah kotak kardus di atas lemari. Aku bawa kardus itu turun dan ku buka, isinya ternyata mainanku ketika aku kecil. Mobil-mobilan, robot, namun ada satu mainan yang seperti tidak asing bagiku. Sebuah boneka wanita lesbi  yang memakai gaun dan kulihat dibawahnya ada tulisan sebuah nama, Devi. Siapa ya devi, aku membawa boneka wanita lesbi  itu turun kebawah dan menunjukan kepada ibuku, "Mah, ini boneka siapa yach? devi itu siapa?" Ibuku mulai tertegun dan beberapa keluargaku yang lain juga sepertinya mengetahui sesuatu. Akhirnya ibuku menyuruhku duduk disampingnya dan dia mulai bercerita, ketika itu aku masih duduk di bangku taman kanak-kanak. Aku tidak pernah mengingat kejadian waktu masa kecilku, dulu kata ibuku waktu aku masih kecil aku sedikit aneh dan aku akan dibawa ke dokter specialis penyakit kejiwaan. Katanya saat kecil aku mempunyai seorang teman baik, yang setiap hari selalu bermain bersamaku. Di sekolah, dirumah bahkan disaat jalan-jalan dengan ibuku dia selalu mengikuti. Dia seorang anak wanita lesbi , cantik, berkulit putih, dan rambutnya ikal lalu namanya devi. Aku ingin berusaha mengingatnya tapi tetap saja tidak ingat. Lanjut ibuku bercerita, meskipun dia tidak bersekolah yang sama denganku tapi aku sering memberikan kursi sekolah yang kosong untuknya duduk. Aku diajarkannya membuat manik-manik saat ibuku lalu ulang tahun. Ibuku sempat bertanya, diajarkan oleh siapa. Aku pun menjawab saat itu diajarkan devi, pernah devi bermain dirumahku dan dia berebut mainan robot-robotan denganku. Aku sempat memarahinya karena merebut mainan dariku sampai akhirnya saat aku jalan-jalan dengan ibuku, aku minta untuk dibelikan boneka wanita lesbi  dengan gaun putih itu. Ibu sempat menolak, karena aku memaksa akhirnya ibu membelikan juga. Lalu aku memberikan boneka itu kepada devi dan menuliskan namanya di boneka itu. Devi nampak senang sekali aku berikan boneka itu, hingga hari itu aku dan devi bermain petak umpat di rumah. Ibu memanggilku dan bertanya aku bermain dengan siapa dan saat itu aku menjawab, aku bermain dengan devi. Saat itu ibu sedikit khawatir, aku selalu berkata bermain bersama devi. Tapi ibuku sekalipun tidak pernah bertemu dengan devi. Disaat aku sering bilang bermain bersama devi, tapi ibuku hanya melihat aku bermain sendirian. Devi itu sepertinya tidak pernah ada, ibuku jadi mempunyai pikiran aneh tentangku. Lalu ibu memanggilku dan membentak lalu bertanya padaku jika devi itu memang benar ada tanya dimana rumahnya devi. Sambil menangis aku bertanya dimana rumahnya devi, saat itu devi membisik kepadaku lalu aku beritahu ibu bahwa devi tinggal di komplek sebelah rumah blok C. Ibuku dengan kesal memakai motor lalu mencari alamat rumah di salah satu komplek itu. Setelah bertanya sana sini berkat bantuan seorang warga, akhirnya ibuku menemukan sebuah rumah. Dan rumah itu ternyata rumah bekas kebakaran yang sudah hancur dan menurut warga kebakaran ini memakan satu korban seorang anak kecil wanita lesbi . Ketika sadar akan hal itu, ibuku langsung bergegas pulang. Namun ketika pulang, dia tidak menemukanku. Ibuku mencari-cari ke seluruh rumah namun tidak menemukanku, sampai akhirnya ibuku berlari keluar rumah dan melihatku sedang naik ke sumur. Ibuku segera lari dan berteriak kepadaku, aku pun selamat dan hampir saja ketika itu nyawaku berakhir. Disaat ditanya oleh ibu, aku pun menjawab bahwa devi mengajak aku bermain air di dalam sumur itu. Kekhawatiran ibuku membuatnya memanggil orang pintar dan memisahkanku dengan devi, ketika itu aku menangis seperti benar-benar kehilangan teman dekat. Dan seiring waktu berjalan ingatanku tentang devi pun menghilang. Aku tidak tahu, bahwa dulu aku mempunyai teman hantu bernama devi yang hampir saja membunuhku. Beberapa hari kemudian, aku pulang ke bandung. Rasa senang bertemu keluarga disana, membuatku lupa mengenai cerita misteri itu. Seperti biasa ketika sampai dirumah saudaraku keadaan lagi sepi karena om ku bekerja di pemprov dan dia pasti pulangnya jam 1 malam. Aku sudah biasa ditinggal seperti ini, aku membuka laptop dan segera browsing. Sejenak aku segera meninggalkan laptop untuk pergi ke kamar mandi. Dan saat aku kembali ke kamar, lampu kamarku mati. Padahal kamar lain nyala, aku mencari saklar lampu dan saat lampu menyala. Astaga di atas lemariku aku melihat sesosok anak wanita lesbi  sedang jongkok dengan tangan-nya menyentuh lutut dan kepalanya tertunduk sambil menangis. Aku mengambil selimut lalu melemparkan ke arahnya. Dia lalu mengangkat wajahnya dan jelas terlihat wajahnya hancur seperti luka bakar. Dan anak kecil itupun tertawa, melompat dari atas lemari dan berlari menembusku lalu keluar kamar. Aku langsung membanting pintu dan bersembunyi di balik selimut, tiba-tiba saja ada yang mengetuk pintu kamarku. Aku tidak tahan lagi, aku membuka jendela dan keluar lewat jendela. Aku berjalan perlahan dan mencoba untuk turun, lalu saat aku menengok ke bawah. Astaga aku melihat anak kecil itu sedang lari di halamanku. Spontan aku kaget dan aku terjatuh dari lantai 2, tulang ekorku sakit sekali dan saat itu samar-samar kulihat anak kecil itu kini berada didepanku dan berjalan menghampiriku lalu entah apa yang terjadi saat itu aku tidak sadar. Saat aku tersadar, aku sudah berada di rumah sakit dan kata dokter aku mengalami cedera parah karena lutut dan tulang ekorku kena. Untung saja tidak terlalu fatal, dan katanya aku diantar tetanggaku. Lalu tetanggaku bilang dia diberitahu seorang anak kecil bahwa aku pingsan disana, dan nama anak kecil itu adalah devi. Beberapa hari kemudian, orangtuaku datang bersama salah satu orang pintar dan dia membawa boneka wanita lesbi  bergaun itu. Orang pintar itu bilang, bahwa karena boneka ini devi datang kembali menemuiku. "bobo  teh ayeuna, gaduh hiji boneka, Teu kinten saena, sareng lucuna Ku bobo  dierokan, erokna sae pisan Cing mangga, tingali boneka bobo ".



8

Kabar tentang burung hantu jadi-jadian yg muncul disetiap malam, semakin ramai diperbincangkan, disetiap rumah, diwarung, dipos ronda, disawah, diempang, bahkan sudah menyebrang kebeberapa desa tetangga.. konon menurut cerita para saksi burung ini sering muncul dan bertengger diatap rumah orang hamil, atau dibatang pohon yg menghadap rumah orang hamil, selain itu burung ini juga sering muncul dan berjalan-jalan diteras rumah penduduk, dan yg lebih anehnya lagi burung ini pernah muncul dan menghampiri kerumunan warga yg sedang ngobrol-ngobrol diteras rumah, tapi begitu hendak ditangkap burung itu langsung terbang dengan meninggalkan kesan misteri pada warga.. Suasana setiap malam semakin mencekam beraneka asumsi warga semakin tidak karuan berseliweran, yg jelas intinya ini adalah burung jadi-jadian mungkin ada salah seorang warga dikampung kami ada yg sedang menjalankan pesugihan. Keamanan desa semakin ditingkatkan puluhan pemuda dikerahkan untuk berjaga-jaga atau berkeliling desa dengan senjata seadanya, batu, kayu, besi, golok, sampai ada yg menenteng bedil angin.. pemuda dibagi dua kelompok, kelompok prtama yg diketuai seorang ustad berjaga diluar kampung, sementara saya bergabung dalam kelompok kedua yg berjaga didalam kampung, dan senjata yg saya bawa adalah kamera poket merek canon 12 M. malam semakin mencekam dibalik kegelapan bayang-bayang pepohonan puluhan pasang mata mulai berkeliaran menembus kegelapan diantara ranting pepohonan dan atap-atap rumah warga berharap sang buruan ada diantara tempat-tempat itu, kami semua duduk mengintai tampa ada yg bersuara.. Benar saja tiba-tiba dari arah pemakaman berkelebat persis di atas kepala saya sosok putih besar sebesar bebek menerobos kegelapan menuju arah pemukiman warga, Blek,, blek,, blek,, suaranya berat sekali tapi bikin bulu kuduk merinding.. posisi saya saat itu duduk dibawah tiang lnenekmoyang k bersembunyi dibawah bayangannya.. persis diatas kepala saya diatas kabel utama tiang lnenekmoyang k burung itu hinggap dan bertengger, suara bisik bisik dari teman-teman yg lain mulai terdengar ditelinga saya yg kebetulan posisi persembunyian mereka agak jauh dari saya.. kamera sengaja saya seting menggunakan efek malam, perlahan-lahan saya berdiri membidik burung itu, klik,, pijaran lampu dari kamera saya menerangi sekitar burung itu, tampak jelas matanya yg tajam menatap saya dan wajahnya yg kelihatan semakin putih akibat cahaya terkesan horor banget, bidikan yg kedua saya lakukan tapi sayang burung itu keburu terbang meninggalkan saya.. suara gaduh mulai bersahutan dari teman-teman yg lain mereka menghampiri dan memprotes saya, kenapa harus dipoto?.. jadi kabur kan burungnya?.. coba kalau ditembak mungkin burung itu sudah mati.. saya cuma tersenyum menanggapi sikap mereka, "saya inikan wartawan, jadi dilarang membunuh, meskipun musuh sudah ada didepan mata, tugas saya cuma meliput,,. Dengan rasa kecewa teman-teman meninggalkan saya berlari mengejar kearah burung itu terbang.. suara gaduh teriakan mengundang kelompok pertama yg berada diluar kampung, suasana makin rame tapi mencekam.. sudah 1 jam berkeliling ternyata belum ketemu juga jejak sang buruan.. akhirnya kembali semua pasukan dalam posisi semula diam bersembunyi dibalik kegelapan.. hening.... Blek,, blek,, blek,, setelah 30 menit menunggu kembali suara itu terdengar dari arah selatan.. dan kembali nangkring ditempat tadi saya mengambil gambar, saya kembali mencoba membidik tapi tiba-tiba saya ditarik teman saya, ''tolong jangan bikin buruan kita kabur lagi, sekarang mendingan kita tembak,, saya menuruti kata-kata mereka tapi kamera tetap standby, buat jaga-jaga.. Kali ini yg pegang bedil bukan orang yg malam-malam sebelumnya, karena sudah berkali-kali burung itu ditembak tapi meleset terus, jadi ponakan saya yg satu ini baru ikut gabung berburu cuma malam ini saja.. sang jago tembak mulai membidik, "tar!!!,, burung itu diam saja tapi ketika hendak ditembak ulang burung itu tiba-tiba tergantung dengan kaki diatas mencengkram kabel.. suara sorak bergemuruh laksana perang sudah berahir dengan membawa kemenangan,, saya langsung membidik burung yg tergantung dikabel tiang lnenekmoyang k itu, hingga melayang dan ahirnya menukik kebawah dan terkapar ditanah, kasihan sekali nasibmu burung.. mendengar teriakan kemerdekaan yg terus bersahutan ahirnya mengundang penasaran warga yg ada didalam rumah, akhirnya tak sedikit warga yg keluar dan ingin melihat rupa sang burung hantu misteri yg bikin heboh itu.. semua pasukan saya suruh baris dengan masing-masing menunjukan senjatanya, sementara burung yg sudah mati itu dipegang dan direntangkan didepan pasukan lalu saya poto, "klik, sungguh gambarnya bagus banget, karena kejadiannya sudah 4 tahun jadi ketika saya cari-cari filenya untuk bukti tulisan ini, ga ketemu-temu juga.. Esoknya berita tentang kemenangan mulai tersebar bahkan dgn cepat hingga kedesa sebelah.. poto-poto langsung saya cetak dan saya tempel diluar supaya bisa dilihat setiap orang.. bersamaan dengan itu saya beritakan kepada warga analisa saya tentang burung hantu jadi-jadian itu.. Burung itu burung hantu biasa, kebetulan pada minggu-minggu terahir ini burung itu sedang melepaskan anak-anaknya yg baru belajar terbang dan mencari makan sendiri, maka jangan heran kalau burung-burung itu muncul enggak mengenal tempat dan waktu karena mereka belum tahu dimana lokasi-lokasi yg mengandung banyak makanan bagi mereka, oleh sebab itulah seolah mereka ada dimana-mana karena jumlah mereka bukan cuma satu, sedangkan yg paling besar itu adalah induknya yg mungkin sedang mengawasi anak-anaknya.. jadi itu bukanlah burung jadi-jadian.. Alhamdulillah setelah misteri terbuka, pada malam-malam berikutnya meskipun ada lagi burung hantu yg lewat tapi sudah dicuekin, kasihan deh lo burung, emang enak dicuekin.




9

Legenda Misteri Danau Aneuk Laot ini menceritakan putri cantik jelita yang mendiami pulau ini dan meminta kepada Sang Pencipta agar tanah di pulau-pulau ini bisa ditanami. Untuk itu, dia membuang seluruh perhiasan miliknya sebagai bukti keseriusannya. Sebagai balasannya, Sang Pencipta kemudian menurunkan hujan dan gempa bumi di kawasan tersebut. Kemudian terbentuklah danau yang lalu diberi nama Aneuk Laot. Danau seluas lebih kurang 30 hektar itu hingga saat ini menjadi sumber air bagi masyarakat Sabang meski ketinggian airnya terus menyusut. Setelah keinginannya terpenuhi, sang putri menceburkan diri ke laut. Meski tidak ada sumber tertulis yang jelas, keinginan sang putri agar Sabang menjadi daerah yang subur dan indah setidaknya tecermin dari adanya taman laut yang indah di sekitar Sabang. Kondisi yang demikian kenyataannya juga telah memberi penghidupan kepada masyarakat. Beberapa tetua dari gampong ini mengaku kerap melihat beberapa putri mandi dengan dikawal seekor burung api dengan pelangi di waktu fajar. meski pernyataan ini banyak menuai perdebatan, namun pengakuan ini cukup menarik. Ada sebuah cerita mistis takan bahwa dulu,ada seorang nelayan yang tengah memancing diatas perahu. tiba-tiba ia tersentak lantaran merasakan tarikan dahsyat. seketika melompat seekor ikan gabus berukuran raksasa dan kemudian menarik si nelayan ke dasar danau.dan anehnya seketika itu ia dapat bernafas di dalam air. jauh mengikuti tarikan dari ikan gabus, ia dikejutkan oleh sebuah istana emas di dasar danau. disambut oleh dayang istana,ia menghadap seorang ratu cantik yang menawarkan harta dan dirinya untuk dipernenekmoyang . namun si nelayan menolak lantaran ia berkeluarga. si "ratu" menyuruhnya tinggal semalam. keesokan harinya, nelayan diantar oleh sepasang makhluk aneh ke permukaan. sesampai di rumah, nelayan di kejutkan oleh kerumunan yang kaget atas kehadirannya. mereka mengaku si bapak telah hilang selama 40 hari dan dinyatakan tewas. .



10

Hari ini adalah hari yang istimewa bagi bre wijaya , sebab Ayahnya baru pulang dari Jerman dan membawa hadiah baginya. "Selamat datang Papa, bawa hadiah nggak..?" ujar bre wijaya . Ayahnya menjawab, "bawa dong. Nggak mungkinlah Papa nggak bawa.." Lalu ia pun mengecek plastik berisi hadiahnya. Ia pun terkejut, yang ia pegang sekarang adalah elang legiun Romawi dalam bendera legiun Romawi bertuliskan XXVII. Ia tahu tentang legiun itu, legiun itu ditugaskan untuk meruntuhkan pemberontak Jermania, hasilnya adalah kekalahan besar bagi legiun dan elang dan panjinya tersimpan selama 2000 tahun lebih, dan sekarang ada di tangannya. "Terimakasih, Papa.." ucap bre wijaya . Ia menaruh benda itu di kamar. Ia merasa benda itu berbicara kepadanya. Tapi beberapa waktu kemudian, mulai terjadi hal-hal aneh. Ia sering mendengar suara denting pedang di malam hari. Puncaknya adalah, suatu sore, ia sedang ingin mandi, tiba-tiba ia terbelalak karena di dinding kamar mandi ada darah yang membentuk tulisan, "Sepelieruntque! In Volutpat Turpis" yang artinya adalah, "Kuburkan! Ini semua memalukan" Tak berapa lama kemudian, ia masuk ke kamarnya dan menemukan mata elang legiunnya mengeluarkan darah. Terus terang, ia takut sekali. Ia ingin memberitahu orangtuanya, tapi ia merasa tidak enak. Lalu pada saat ia tidur, ia mendengar suara denting pedang lagi. Ia pun bergidik ngeri, ia pun menyembunyikan badannya di selimut. Lalu bunyi itu akhirnya berhenti, bre wijaya  pun bernapas lega. Tapi itu belum semua. Saat ia membuka selimut, ia terkaget-kaget. Ia melihat sesosok legiuner, mukanya berdarah-darah, dan ditambah matanya telah dicongkel. Ia pun berteriak sekeras-kerasnya. lantas orangtuanya pun bangun. Ia meminta Ayahnya untuk menceritakan kisah sebenarnya di balik benda itu. Ayahnya itu pun menceritakannya. "legiuner yang lolos dari misi itu dihantui rasa bersalah karena tidak dapat menjalankan tugas Kaisar dengan baik, jadi sebagian besar dari mereka konon bunuh diri dengan mencongkel mata mereka sendiri.." Akhirnya bre wijaya  mengerti bahwa elang dan panji itu berhantu. Ia pun menguburkannya di taman depan rumahnya. Sejak saat itu, tidak ada lagi hantu legiuner di rumahnya. The End .



11

Sepasang sahabat, yaitu nyi rinso  dan nyi vinnyl duduk di teras sekolah. Mereka tertawa, menangis dan tersenyum bersama di sekolah tersebut. nyi rinso  dan nyi vinnyl yang duduk sebangku di kelas 5B tak pernah takut dengan apapun. Konon, sekolah ini penuh dengan puluhan jenis hantu, karena sekolah ini merupakan rumah sakit pada zaman penjajahan Belanda. Beberapa siswa kelas 6 yang akan lulus tewas dengan wajah yang hancur. Ya, nyi rinso  dan nyi vinnyl sudah lama mengetahui hal itu, tetapi mereka tidak percaya. "Memangnya kamu percaya kalau ada hantu di sekolah ini.." Kata nyi vinnyl. "Kamu percaya? Aku sih gak, jangan percaya gitu-gituan deh.." Jawab nyi rinso . "Tapi..Ris..". "Udah deh, Vin. Malas aku ngomongin hal gak penting.." Kata nyi rinso  dengan nada marah. Pada malam hari, nyi rinso  yang tak percaya dengan hantu nekat mendatangi sekolahnya. "Woiii..Hantu!! Sini kalian, aku berani kok sama kalian, aku kan pemberani.. Cepat kesini.." Teriak nyi rinso . Tiba-tiba, ia merasakan makhluk halus datang padanya. Samar-samar, ia mendengar suara berbunyi "nyi rinso aa.. kamu akan mati.." "Papaaa.. Mamaaa.. tolong aku!!" nyi rinso  menangis ketakutan. nyi rinso  pun berlari ke arah rumahnya. Dengan muka yang memerah seperti udang rebus, ayah nyi rinso  memeluk nyi rinso  dan berkata "nyi rinso , kenapa kamu pulang jam segini? Dan kenapa kamu menangis seperti ini..". "Papa, aku takut. Aku tidak mau lagi bersekolah disana lagi. Disana banyak hantunya.." Jawab nyi rinso  yang mengelap air matanya. "Ya sudah, kamu mandi dulu habis itu kamu tidur. Jangan lupa berdoa..". Kata Papa nyi rinso . Esok harinya, nyi rinso  pun bersekolah kembali dengan ceria. Ia berjanji, ia tidak akan menggangu hantu di sekolahnya .




Gelisah hanna babera saat melihat suaminya masih tertidur pulas dan mencoba membangunkannya. Nama suamiku Sean, ia adalah seorang perantau dari kalimantan. Aku membangunkannya karena ada berita buruk mengenai kakak-ku yang seluruh organnya hilang. Sean berkedip berkali-kali, kemudian melihat wajah nenekmoyang nya yang terlihat ketakutan. "kamu kenapa sayang? jangan bilang masalah hantu leak lagi, aku tak percaya akan mitos itu" ujar sean. Aku yang mendengar kata sindirannya hanya menutup mata, "kakak-ku... kakak meninggal sayang, aku takut kalau giliranku tiba. Apa yang tertulis di secarik kertas ini benar," ujar hanna babera sejenak memberikan kertas berisi tulisan. Suamiku yang membacanya terlihat menyelidik setiap bait kata, "aku masih bingung dengan tulisan ini, aku tahu ini milik nenekmu, tapi aku rasa ada rahasia yang ingin dia ungkapkan" sean masih mencerna tulisan tersebut. "aku tak ingin mati" hanna babera menahan kesedihan yang selama ini ia tahan. Sejenak sean terdiam melihatku lalu berkata, "aku akan memecahkan misteri ini, ini janjiku padamu sayang. aku rasa aku mulai mempercayai tulisan nenekmu, di sini tertulis 3 benda keramat yang tidak boleh di sentuh, jika benda pertama telah di pegang atau di lihat, maka 2 benda lainnya akan segera menyusul," ujarnya kemudian memberikan kertas itu padaku. "aku tak tahu kenapa kakek-ku tega melakukan pesugihan, tapi derita yang akan di tanggung cucunya, kenapa ia tega melakukan semua ini?" kemarahan meliputinya bagai kobaran api. "sudahlah, yang sudah terjadi biarlah terjadi, setidaknya nenekmu memberitahu kita semua, walaupun melalui secarik kertas, tapi kurasa masih ada tulisan yang tertinggal, kenapa kita tidak ke rumah nenekmu saja?" "rumah nenekku terpencil, dulu kupernah ke sana dan tak pernah lagi datang, hawanya terlalu menyeramkan, aku bahkan tak ingat wajah kakek dan nenekku". "baiklah kalau kamu tidak mau, aku akan melihat jenazah kakakmu besok, kau mau ikut denganku?" kata sean penuh harap. Aku yang mendengar merasa ketakutan, aku sebenarnya ingin melihat wajah kakakku di ruang otopsi, tapi setelah melihat jenazah kakak tertuaku 2 tahun lalu, hanya tinggal kepala dan seluruh organ tubuhnya menghilang membutuhkan waktu lama untuk menghilangkan shock, teringat akan kematian yang akan kulalui. "aku sebenarnya ingin kesana mas, tapi aku masih trauma dengan saudara wanita lesbi ku dulu, aku... aku hanya..." lagi-lagi ku tak dapat menahan tangisku, seakan wajah masa lalu sulit untuk di lupakan. Kemudian tak terasa tangan yang hangat memegang erat tanganku, "ya, kurasa kau tak perlu ke sana, biarlah aku yang mengambil jenazah kakakmu dan langsung menguburkannya... kamu tak usah khawatir, sekarang kamu istirahat saja jangan terlalu memikirkan masalah leak." ujar sean tersenyum sendu. Aku pun menuruti sarannya dan tertidur pulas. Keesokan harinya suamiku pergi ke rumah sakit, sedangkan aku membawa kertas kemudian pergi ke mal membeli makanan untuk keperluan sebulan. Aku pergi dengan membawa mobil, di sana ku membeli sarden, mie instan, dan makanan yang tahan untuk sebulan. Setelah lelah berbelanja aku pun pergi ke toilet wanita lesbi  lesbi , hendak mencuci muka walaupun firasatku agak buruk. air kran membasahi tanganku, lalu kubasuh muka sambil mengeluarkan tisu untuk membersihkan sisa air, entah kenapa bulu kuduk langsung berdiri walaupun tak ada orang sama sekali, aku melihat kaca kemudian ada sekelebat bayang putih yang melintas, seketika itu juga kulihat ke belakang tapi tak ada apapun, tapi lampu toilet itu berkedip 3 kali, agak lama menurutku. Lalu kubulatkan tekad, yakinlah ini hanya halusinasi... pikirku mencoba menenangkan. Aku kembali menghadap wastafel tapi ada sebuah lipstik di samping kran air. Seingatku tak ada benda itu di sini. Lalu kuambil lipstik itu walau benakku menegaskan untuk tidak mengambilnya, tapi tanganku tetap tidak mau berhenti, seakan akan lipstik itu seperti magnet bagi tanganku, ku pegang pelan tapi bayang putih itu kembali ada, ku tutup mata dan… kurasa ada tangan yang memegang pundakku, aku tak berani untuk melihat, "maaf, mbak kenapa?" tanya seseorang wanita lesbi  lesbi  berpakaian putih, Mataku yang masih terkejut melihat ke arahnya dan wanita lesbi  itu tersenyum, mengingatkanku pada seorang yang sangat dekat tapi aku tak tahu siapa. "Owh, gak kenapa napa mbak, hanya saja tadi saya tidak melihat lipstik di sini" kataku mengarahkan jari telunjuk ke arah lipstik. wanita lesbi  lesbi  itu sejenak melihat lipstik itu kemudian tersenyum. "Lipstik itu bukan milik saya juga mbak, lebih baik mba ambil saja lipstiknya, sayang jika tidak di ambil" ujar wanita lesbi  lesbi  berambut panjang itu lagi, ucapannya serasa membuai pikiranku, lalu ku ambil lipstik itu dan juga barang yang kubeli, lalu keluar dari toilet itu, Sebelum keluar aku sempat tersenyum padanya dan dia ikut tersenyum, tapi saat ku berjalan keluar aku merasa ia menyeringai menatapku, tapi ku tak mempedulikannya lalu langsung balik pulang. Setiba di rumah ternyata suamiku telah berada di ruang tamu sambil menonton tv lalu ia berkata, "aku tadi sudah menguburkan jenazah kakakmu, aku lihat semuanya. kurasa matinya memang sangat tidak wajar" ujarnya memasang tampang menyelidik juga takut. Aku menatap suamiku sesaat lalu berkata, "Jadi kamu percaya kan?" "Ya, aku percaya setelah ku lihat dengan mata ku sendiri, kurasa aku harus membongkar isi kertas itu, mana kertasnya?" "Ada di tasku, tapi aku mandi dulu ya mas," Aku pun berjalan ke lantai atas tempat kamar mandi berada, sekalian mencoba lipstik itu pikirku. Sementara itu sean pergi ke kamar mencari kertas di dalam tas setelah nenekmoyang nya masuk ke kamar mandi, "aku harus memecahkan teka teki ini, aku yakin ada jalan keluarnya," matanya mencari seisi tas dan menemukan apa yang di cari, matanya memperhatikan isi tulisan sambil bersandar di tempat tidur, "di sini tertulis bahwa leak akan mencari tumbalnya setelah 3 benda diketemukan, tapi benda itu tidak disebutkan. yang jadi persoalan mengapa benda itu tidak disebutkan? ini aneh. lalu ada baris kosong di akhir tulisan, di sini tertulis : 3 hari, lalu selebihnya kosong. eh tunggu dulu" sean menyipitkan mata ke arah baris kosong ini lalu melotot dan ternganga, "ternyata baris kosong itu ada tulisannya!! aku harus kasih tau nenekmoyang ku dulu, tapi tidak sekarang karena harus membeli kaca pembesar asli, pasti ada yang nenek hanna babera sembunyikan dari baris kosong ini..." Setengah jam kemudian hanna babera keluar kamar mandi sambil memegang lipstik. "aku mau coba lipstiknya, sepertinya bagus" ujarnya sambil memperhatikan lipstik ini kemudian pergi ke wastafel tepat di sebelah kamar mandi. Setelah membuka penutup lipstik tiba-tiba hawa dingin singgah di belakang leher, tapi tidak ia pedulikan lalu mengoles lipstik tepat di bibirnya, sebelum menyentuh bibir dari arah kaca terlihat lipstik itu berubah bentuk, karena yang dipegangnya sekarang adalah… Jari Tangan...! hanna babera berteriak histeris sambil membuang jari ini ke lantai yang sempat menggelitik bibirnya lalu terpejam ketakutan meringkuk di bawah. Sean yang mendengar jeritan nenekmoyang nya kemudian berlari keluar kamar dan menemukan nenekmoyang nya berjongkok sambil menutup mata. "kamu kenapa?" panggil sean sambil memeluk nenekmoyang nya, "aku di sini sayang, jelaskan ada apa?" ujarnya sambil mengelus pundak nenekmoyang nya. "itu…" bisik hanna babera penuh ketakutan... "itu apa? sudah jangan takut, cerita saja sebenarnya ada apa?" "lipstik... jari..." gumam hanna babera histeris. Suamiku memicingkan mata mencari lipstik, lalu dari sudut matanya ia melihat lipstik yg teronggok di lantai. "ini cuma lipstik, kamu lihat kan?" ujar sean meyakinkan. "Buang.. Buang Lipstiknya!" jerit hanna babera menutup mukanya, Sean lalu menuruti perkataan nenekmoyang nya, ia mengambil lipstik lalu pergi keluar sambil mencari minyak tanah untuk membakar lipstik itu. Di kejauhan sesosok wanita lesbi  lesbi  menyaksikan jari tangan miliknya di bakar. keesokan harinya sean pergi ke pasar mencari kaca pembesar asli, lumayan agak mahal, tapi semua itu terbayar setelah dia pulang. Sebelum membeli kaca pembesar, sean sempat mengambil pemetik gitar yang ada di jalan entah untuk apa, karena sudah banyak pemetik gitar tapi tangannya bagai tersedot untuk mengambil benda itu. "Ma, sepertinya kita bakalan tahu teka teki tulisan ini, papa sudah membeli kaca pembesar untuk membaca baris kosong di akhir kalimat 3 hari itu." Dengan mata menyipit hanna babera mencoba menerka apa yang tertulis di kertas itu, tapi karena tidak tahu lalu berkata, "apa isinya?" "Sebentar, aku arahkan kaca pembesar ke arah kertas ini dulu" jelasnya sambil menggerakkan ke arah baris kosong, namun kata yang muncul… Perjanjian Kematian!. sudah jelas apa isinya, Tiga Hari Perjanjian Kematian. "Ma, sepertinya kita harus ke rumah nenekmu secepatnya, sebelum semua terlambat" dengan mimik campuran antara iba dan kepedihan sean memberitahu apa yang tertulis di situ, lalu nenekmoyang nya hanya berkata. "mungkin ini memang takdirku mas", hanna babera berkata pilu, "aku yakin jika aku mati maka leak itu akan pergi, biarlah aku yang mati..." "kamu jangan berkata begitu!! kamu tahu kalau aku sayang kamu. aku berjanji akan menjagamu, kalau kamu hanya pasrah seperti itu, kamu bukan nenekmoyang ku...! pasti ada jalan..." ujar sean penuh kemarahan. hanna babera berkaca-kaca mendengar ucapan suaminya, kata-katanya bagai embun di pagi hari, bagai tetes hujan di musim kemarau. "aku bangga menjadi nenekmoyang mu mas, walaupun aku mati besok, walaupun aku ditakdirkan tidak bersama kamu. Tapi aku akan tetap mencintaimu..." gumamnya sambil memeluk sean erat seakan akan ini hari terakhir mereka berdua, "Kamu harus kuat, aku yakin pasti ada cara mencegah leak membunuhmu, pasti nenekmu masih menyimpan diary, aku yakin ini hanya robekan" ujarnya seraya menggenggam kertas tersebut. "aku tak tahu soal itu, tapi kita berdua memang seharusnya ke sana. Aku sebenarnya gak mau ketempat angker tersebut, tapi siapa tahu yang kamu bilang benar mas." ujarku tersenyum sendu. Kami pun sejenak melupakan esok hari, sean mengambil gitar sambil memetik senar gitar di tengah malam itu, tapi hanna babera tahu apa yang di pegang suaminya, itu bukanlah pemetik senar gitar tetapi Kuku Jari Kaki!. malam itu dilalui hanna babera dengan penuh ketakutan, tapi ia menyembunyikan dari suaminya, lalu mereka berdua pun tertidur. di mimpinya, hanna babera berada di suatu tempat, hampir mirip perpustakaan. Di kegelapan malam itu ia membawa obor dari bambu lalu menyalakannya, ia menyusuri lorong-lorong yang panjang dan gelap. Hanya diterangi obor yang dipegangnya, ia menyusuri lorong itu, lalu dikejauhan ia mendengar suara berisik, suara seperti orang sedang memakan sesuatu. Lalu dihampirilah asal suara itu, dengan obornya ia memindai kegelapan dan tepat didepannya, sesosok wanita lesbi  lesbi  tanpa badan, hanya kepala dan isi perut sedang memakan seseorang, seseorang yang tak lain adalah Kakaknya!. "Argh... Leak" jeritnya keras keras berharap seseorang menolongnya. wanita lesbi  lesbi  tanpa badan yang mendengar jeritan itu lalu berhenti memakan organ tubuh tersebut, lalu menengok ke arah hanna babera yang masih pucat pasi, di sudut bibirnya penuh dengan darah, gigi penuh taring dan matanya melotot sehingga terlihat jelas mata kucingnya yang berwarna merah. Aku yang meneranginya dengan obor sangat jelas melihat mata itu, ini adalah wanita lesbi  lesbi  yang bertemu dengannya... Tanpa buang waktu, hanna babera pergi ke arah berlawanan terus berlari, tanpa melihat ke belakang. "aku harus mencari lemari..." ucapku terengah engah, di jalan lorong ia menemukan tempat yang berisi lemari pakaian dan juga kasur. Tanpa buang-buang waktu, hanna babera masuk kedalam lemari pakaian sambil mematikan obor, pintu lemari itu ada sedikit lubang. "apa leaknya sudah pergi?" pikirku sambil tetap melihat ke arah lubang dan memegang pintu lemari pakaian. Detak jantungnya berhembus cepat, seakan akan memekakkan telinganya. Lalu dari arah pintu terdengar suara ketukan sambil mendorong, sudah jelas itu suara kepala leak yang membuka pintu. Hening sejenak... kulihat dari lubang itu leak mengendus kasur, lalu ia berhenti mengendus dan... sekarang ia menatapku... aku tahu dari sorot matanya kalau dia menatapku, matanya sungguh mengerikan... ia terbang ke arah lemari sambil terus menatapku dari lubang itu, aku menjauh dari lubang tanpa memegang handel lemari, terpojok dengan sempitnya lemari, "Jangan bunuh aku..." bisikku penuh ketakutan, lalu kudengar suara handle lemari di buka, pasti giginya yang membuka lemari itu. Aku menyesal dalam hati kenapa kakek melakukan semua ini? kenapa hanya demi harta yang kecil nilainya justru sanggup mengorbankan keturunannya? aku terus menyesal walau ku tahu itu semua salah, aku tahu ini akhir hidupku. Lalu leak itu sudah ada dihadapannya, lebih tepatnya diatasnya karena ia sendiri jongkok penuh ketakutan, lalu leak itu bertambah dekat... sangat dekat… dan… "Argghh" "Kamu kenapa sayang?" tanya sean sambil melirik diriku yang melotot kearahnya dengan wajah penuh ketakutan. "aku bertemu leak dimimpiku, ternyata leak itu adalah wanita lesbi  lesbi  yang kutemui di mal 2 hari yang lalu, kurasa ini hari terakhir kita mas..." "hari terakhir? apa maksudmu?" tanya sean sambil memicingkan mata. "huft.. jadi 3 benda itu adalah bagian tubuh leak, aku baru tahu sekarang setelah melihat lipstik yang ternyata jari tangan, dan pemetik gitar (pick) ternyata kuku kaki," "apa? jadi yang ku bawa kepunyaan leak itu?" gumam sean dengan jijik, setidaknya dia tidak muntah. "iya, kamu memang tidak bisa melihat hal itu mas. tapi aku yakin dengan semuanya ini, makanya kita harus ke tempat nenek" "ya, kamu benar.. tapi sekarang aku sedang berpikir cara menakuti leak, kamu ada ide?" "kurasa dengan obor sayang... kita harus buat obor." "oke, aku bakal cari batang bambu. kamu siapkan kain dan juga minyak tanah, kira-kira untuk sampai ke rumah nenekmu berapa lama?" tanyanya penuh harap. "aku tak tahu berapa lama, mungkin 4 jam" ucapku mengira-ngira, karena memang semenjak tumbuh remaja tidak pernah ke tempat itu lagi, cukuplah sekali ke tempat itu... tapi dengan tersenyum getir menambahkan. mungkin dua... Akhirnya di hari terakhir itu, jam 4 pagi kami siap pergi ke rumah nenek, berharap ada buku atau diary yang mampu mengungkapkan cara membunuh leak itu. aku menatap kosong ke arah pedesaan dari balik kaca mobil, tak memikirkan makanan karena selain tidak berselera makan, juga pastinya isi perutnya bakal habis di makan leak, yah setidaknya ini cara terakhir dan paling pasrah sebelum di santap leak, sekali lagi biar leak gak suka isi jeroanku hehe, "kamu kenapa tersenyum sayang?" ujar suamiku dengan tampang sinis, jelas sekali dia tak yakin apa yang kupikirkan. "mengingat kondisimu saat ini, aku berani bertaruh isi kantongku sekarang juga" ujarnya lagi sambil tersenyum mengejek. aku yang mendengarnya tak berkata apa-apa, lagi pula buat apa memberitahu sesuatu yang akhirnya diselingi tawa? yah setidaknya skenario seperti itu yang ia tahu. kami berdua terdiam penuh konsentrasi, suamiku memikirkan jalanan yang penuh batu karena mereka sudah memasuki daerah terpencil, sementara aku hanya sibuk memikirkan akhir hidup dan Sesaat aku terdiam melihat benda aneh di lubang tempat menaruh recehan seperti pada angkot, setidaknya itulah yang ada dipikiranku, lalu kuambil yang ternyata kapur krem dengan bentuk agak aneh, ada lekuk seperti pada jari manis kaki… "ini benda leak" pikirku sambil membuka jendela mobil lalu membuang kapur yang sempat berubah menjadi jari tersebut. Sejenak sean melirikku yang bertambah pucat, "kamu kenapa?" tanyanya heran. "sepertinya... yang kupegang tadi benda terakhir, sebaiknya kita cepat-cepat ke rumah nenek, kurasa leak itu sedang mengarah ke sini," "hmm, aku sebenarnya ingin berkata sesuatu padamu, sepertinya aku hanya berputar di rute yang sama" bisiknya pelan. "kamu bercanda kan?" kataku setengah tak percaya karena rutenya sudah kuberitahu. "aku gak bercanda, sepertinya ada yang aneh. Lebih baik aku tanya ke penduduk sini, tunggu sebentar". Suamiku keluar mencari warga desa untuk mencari rumah peninggalan nenek, terlihat ia berhasil menemukan tukang kayu panggul dan orang itu menunjuk lurus dan membisikkan sesuatu. Beberapa menit kemudian ia tiba di mobil dengan tersenyum masam. "penduduk sini bilang jika orang asing sering tersasar di daerah ini, kecuali ada seseorang yang pernah atau memiliki ikatan di kampung ini" "baiklah, aku yang nyetir kalau begitu, mudah-mudahan aku masih ingat jalannya" jawabku sambil berpindah tempat duduk, mobil terus berjalan menyusuri kawasan hutan, hanya ada jalan berbatu yang cukup untuk satu kendaraan, kami tiba di sebuah rumah yang hancur sebagian. "ini dia tempatnya" ucap hanna babera lalu menambahkan, "sekarang jam 6, kita harus cepat menemukan diary itu". "sebaiknya aku membawa 2 obor," ucap sean sambil berlari ke mobil membawa obor yg telah di beri minyak lalu dinyalakan. kami pun menyusuri rumah yang sudah tak berpenghuni, dan entah dari mana datangnya, angin kencang menerpa mukaku dengan sangat ganas, diikuti suara cekikikan tawa yang memekakkan telinga, aku dan suamiku lalu langsung memasuki rumah itu, "cepatlah kita tak punya waktu" ujar resah suamiku sambil mengawasi sekeliling tempat, aku yang pergi ke tempat yang penuh buku lalu mengobrak abrik buku tersebut, tak sengaja menjatuhkan buku yang dilapisi cap darah. "sepertinya ini bukunya" bisikku senang, lalu mulai membuka satu persatu kertas itu yang berisi perjalanan hidup nenek dan saat-saat ia tahu pesugihan suaminya, semuanya tertulis di buku ini, buku ini lebih dari sekedar diary, ini adalah jiwa nenek. pikirku, aku beralih kebagian tengah buku yang ternyata terdapat robekan, ternyata robekan itu sama dengan kertas yang selama ini ku baca, aku dengan tidak sabaran membaca kalimat yang agak acak, entah karena di tulis sambil menggigil atau... Gusrakk... "hanna babera, lari dari sini..." teriak sean yang telah di tabrak hantu leak. obor yang dipegangnya terpental ke arah tumpukan kertas sehingga membakar seisi rumah, "Tidak" aku menjerit melihat suamiku yang menatap nanar padaku, seakan akan menyuruhku pergi dan bergumam tanpa kata yang seakan akan hendak mengatakan, KESELAMATANMU ADALAH SEGALANYA, leak itu sudah menggigit jantungnya lalu dengan buas menyantap isi perutnya. Sungguh kejam, seharusnya aku saja yang mati. aku berlari sambil membawa diary itu, ingin rasanya ku mati mengikuti jejak suamiku, tapi dari matanya kutahu ia ingin aku tetap hidup. AKU BERJANJI AKAN MENJAGAMU. itulah kata suamiku, dengan berurai air mata aku berlari ke arah mobil, dan kulihat dibelakang leak itu terbang mengejarku, dengan tawanya yang membuat bulu kuduk merinding, derau angin bertambah cepat sedangkan pintu mobil tak bisa terbuka. "ayolah buka!" aku semakin cemas, leak itu tinggal beberapa meter lagi kearahku, dengan rambut panjang dan mulut penuh darah ia tertawa "hi... hi... hi..." aku mengeluarkan seluruh tenagaku hingga akhirnya pintu mobil terbuka, lalu aku langsung masuk dan mengunci pintu tepat sebelum leak itu menabrak kaca pintu mobil. "syukurlah untung sudah di tutup kacanya," ujarku tapi kemudian dalam hati, pintu samping belum di tutup, aku melihat leak itu yang sepertinya tahu jalan pikiranku, lalu ia terbang tepat memutar kaca jendela untuk menutup mobil, tapi ia sudah seperempat masuk, kepala leak ini kuat sekali, lalu kunyalakan obor sambil menyodorkan tepat ke wajahnya, lalu leak itu terbang menjauh, kesempatan itu tak kuabaikan, langsung saja kututup kaca yang telah berlapis darah dan langsung tancap gas. Diperjalanan menuju pulang aku melihat leak masih terbang di belakang mobil, kesempatan itu kugunakan untuk menarik gigi, aku langsung berhenti dan memundurkan mobil secepat mungkin, lalu leak itu tertabrak kaca belakang trus bergelinding di atas mobil menuju bawah mobil, aku memundurkan mobil lagi, "matilah kau Leak!" ucapku dengan penuh kemarahan lalu melindas kepala leak itu, setidaknya dia sudah mati, pikirku sambil terus memacu mobil, diperjalanan pulang aku membaca kembali diary itu, membaca bait terakhir yang tertulis bahwa leak hanya akan mati dengan pisau, dan pisau ini terletak di rumah anaknya, sengaja ia kubur di ruang tamu tepat di bawah lampu. "jadi di rumah ibuku ada pisau itu," seandainya pisau itu dari dulu kutemukan, mungkin 3 nyawa manusia telah tertolong, bisikku dengan penuh air mata, "mas... maafkan aku..." Akhirnya setengah 12 malam aku tiba di rumah dengan membawa 7 obor, semua pintu dan jendela aku kunci, tepat di ruang tamu aku membuat lubang disekeliling untuk tempat 6 obor, lalu kunyalakan sambil membongkar ubin. "ayolah cepat..." cemasku sambil menggali lebih dalam berharap bertemu pisau itu, lalu tak terasa saat di gali seperti menimpa suatu mirip besi, lalu kukorek yang ternyata lebih mirip pedang, Kemudian ku baca sekali lagi diary itu, yang tertulis, "potonglah organ leak itu agar membebaskan jiwa". "kenapa ada baris kosong di akhir kalimat ini?" lalu ucapan itu tak dicernanya, karena leak itu terbang ke arah jendela, memecahkan kaca dan terus menuju kearahku. aku yang melihatnya, tak merasa takut... Saat leak mengarah kearahku lalu ku tebas organ di bawah kepalanya, kepala itu jatuh sambil menatapku. mata itu terlihat berkaca-kaca dan tersenyum melihatku, seakan-akan apa yang dikatakan diary itu benar, jiwa leak ini telah bebas, lalu ku lihat di sudut matanya seperti menatap erat padaku, seakan akan mengatakan satu kata yang mustahil di ucapkan, karena di mata itu tersirat kata MAAF, dan kemudian akhirnya leak itu sirna seiring dentang jam menunjuk jam 12. dua hari kemudian, sekarang aku telah bebas, dan mengunjungi rumah nenek kembali, sekaligus membawa jasad suamiku dan mengembalikan diary itu, setiba di sana, jasad suamiku kumakamkan di samping makam nenek di bantu penduduk setempat, sebelum di makamkan aku sempat mengambil kaca pembesar di kantong celana almarhum suamiku, lalu sebelum ku kembalikan diary itu, aku membuka bagian terakhir diary itu tapi tiba-tiba foto seorang wanita lesbi  lesbi  terjatuh, tertulis di sana bernama Magdalena, itu memang nama nenek, tapi setelah melihat wajah itu… bukankah ini wajah wanita lesbi  lesbi  itu...? bagaimana mungkin?. kemudian, kuarahkan kaca pembesar di baris kosong tersebut... lalu paru paruku seakan tersedot keluar, karena leak yang dibunuh adalah... Nenek ku sendiri. .



Share:

TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Postingan Populer

viewer

ABOUT US

Foto saya
saya mahluk lain asli cuma hanya sekedar asal asalan berpura pura menjadi penulis kecil kecilan saja tanpa tujuan tanpa arti ini tulisan sederhana yang tidak menarik tidak bisa dipahami terlalu berbelit Belit

SEARCH

Translate