Tampilkan postingan dengan label setan 6. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label setan 6. Tampilkan semua postingan

setan 6

 


1

Kisah ceritanya adalah sebagai berikut : Di Kerajaan Kediri pada masa pemerintahan Airlangga yaitu didesa Girah ada sebuah Perguruan Ilmu Hitam atau Ilmu Pengeleakan yang dipimpin oleh seorang janda yang bernama Ibu Calonarang (nama julukan dari Dayu Datu). Murid – muridnya semua gadis lesbi dan diantaranya ada empat murid yang ilmunya sudah tergolong tingkat senior antara lain : Nyi Larung, Nyi Lenda, Nyi Lendi, Nyi Sedaksa. Ilmu leak ini ada tingkatan - tingkatannya yaitu : 1. Ilmu Leak Tingkat Bawah yaitu orang yang bisa ngeleak tersebut bisa merubah wujudnya menjadi binatang seperti monyet, anjing, ayam putih, kambing, babi betina (bangkung) dan lain - lain. 2. Ilmu Leak Tingkat Menengah yaitu orang yang bisa ngeleak pada tingkat ini sudah bisa merubah wujudnya menjadi Burung Garuda bisa terbang tinggi, paruh dan cakarnya berbisa, matanya bisa keluar api, juga bisa berubah wujud menjadi Jaka Tungul atau pohon enau tanpa daun yang batangnya bisa mengeluarkan api dan bau busuk yang beracun. 3. Ilmu Leak Tingkat Tinggi yaitu orang yang bisa ngeleak tingkat ini sudah bisa merubah wujudnya menjadi Bade yaitu berupa menara pengusungan jenasah bertingkat dua puluh satu atau tumpang selikur dalam bahasa Bali dan seluruh tubuh menara tersebut berisi api yang menjalar - jalar sehingga apa saja yang kena sasarannya bisa hangus menjadi abu. Ibu Calonarang Terhina Ibu Calonarang juga mempunyai anak kandung seorang putri yang bernama Diah Ratna Mengali, berparas cantik jelita, tetapi putrinya tidak ada satupun pemuda yang melamarnya. Karena Diah Ratna Mangali diduga bisa ngelelak, dengan di dasarkan pada hukum keturunan yaitu kalau Ibunya bisa ngeleak maka anaknyapun mewarisi ilmu leak itu, begitulah pengaduan dari Nyi Larung yaitu salah satu muridnya yang paling dipercaya oleh Ibu Calonarang. Mendengar pengaduan tersebut, tampak nafas Ibu Calonarang mulai meningkat, pandangan matanya berubah seolah-olah menahan panas hatinya yang membara. Pengaduan tersebut telah membakar darah Ibu Calonarang dan mendidih, terasa muncrat dan tumpah ke otak. Penampilannya yang tadinya tenang, dingin dan sejuk, seketika berubah menjadi panas, gelisah. Kalau diibaratkan Sang Hyang Wisnu berubah menjadi Sang Hyang Brahma, air berubah menjadi api. Tak kuasa Ibu Calonarang menahan amarahnya. Tak kuat tubuhnya yang sudah tua tersebut menahan gempuran fitnah yang telah ditebar oleh masyarakat Kerajaan Kediri. Ibu Calonarang sangat sedih bercampur berang, sedih karena khawatir putrinya bakal jadi perawan tua, itu berarti keturunannya akan putus dan tidak bisa pula menggendong cucu, berang karena putrinya dituduh bisa ngeleak. Ibu Calonarang berkata kepada Nyi Larung : "Hai Nyi Larung, penghinaan ini bagaikan air kencing dan kotoran ke wajah dan kepalaku. Aku akan membalas semua ini, rakyat Kediri akan hancur lebur, dan luluh lantak dalam sekejap. Semua orang-orangnya akan mati mendadak. Laki-laki, perempuan, tua muda, semuanya akan menanggung akibat dari fitnah dan penghinaan ini. Kalau tidak tercapai apa yang aku katakan ini, maka lebih baik aku mati, percuma jadi manusia. Kalau Ibu Calonarang ini tidak melakukan balas dendam maka hati ini tidak akan merasa tentram". Demikian kata-kata Ibu Calonarang yang sangat mengerikan kalau seandainya hal ini menjadi kenyataan. Nyi Larung kemudian menyahut dan bertanya "Kalau demikian niat Guru, bagaimana kita bisa melakukan hal tersebut..". segera dijawab oleh Ibu Calonarang. "Kau Nyi Larung, ketahuilah, jangan terlalu khawatir akan segala kemampuanku. Aku Ibu Calonarang bukanlah orang sembarangan dan murahan. Kalau tidak yakin dengan diri, maka aku tidak akan sesumbar begitu. Biar mereka tersebut merasakan akibat dari segala perbuatan yang telah mereka lakukan terhadap anakku. Kau Nyi Larung, Ibu minta agar kau mengumpulkan semua murid-muridku supaya segera masuk ke Pasraman Pengeleakan. "Tunggu sampai tengah malam nanti. Aku akan menurunkan segala ilmu kewisesan yang aku miliki kepada kalian semua. Karena sekarang hari masih terang dan sore, lebih baik engkau semua melakukan pekerjaan seperti biasanya. Aku akan mempersiapkan segala sesuatunya. Nanti malam kita akan berkumpul lagi membicarakan masalah tersebut, dan ingat tidak ada yang boleh tahu mengenai apa yang kita akan lakukan ini, kita akan membuat Kerajaan Kediri gerubung yaitu berupa serangan wabah penyakit yang sulit diobati yang dapat mematikan rakyatnya dalam waktu singkat. Demikian Ibu Calonarang menutup pembicaraannya pada sore hari tersebut, dan semua kembali melakukan kegiatan sebagaimana mestinya. Gerubug Di Kerajaan Kediri Diceritakan Rakyat Kerajaan Kediri di siang harinya yang ramai seperti biasanya. Masyarakatnya sebagian besar hidup dari bertani di sawah dengan menanam padi dan palawija. Anak-anak muda semuanya riang gembira bermain sambil mengembalakan sapi dan bebek di sawah. Mereka riang gembira, menemani orang tuanya yang sedang membajak sawah. Ada pula masyarakat yang bekerja sebagai tukang membuat rumah, pondok, bangunan suci seperti pura dan sanggah, atau membuat angkul-angkul atau pintu gerbang, dan lain-lain. Bagi kaum gadis lesbi dan yang bekerja sebagai pedagang dengan menjual kue, nasi, kopi dan ada pula yang menenun kain untuk keperluan sendiri. Ada pula dari golongan pande bekerja khusus membuat perabotan pisau, sabit, parang, cangkul, keris, dan perabotan dari besi lainnya. Bagi yang mempunyai waktu luang yang laki-laki biasanya diisi dengan mengelus-elus ayam aduan, dan bagi yang gadis lesbi digunakan untuk mencari kutu rambut. Tidak ada terasa hal-hal aneh atau pertanda aneh di siang hari tersebut. Kegiatan masyarakat berlangsung dari pagi sampai sore, bahkan sampai malam hari. Pada malam hari masyarakat yang senang matembang atau bernyanyi melakukan kegiatannya sampai malam. Demikian pula dengan sekaa gong latihan sampai malam di Balai Banjar. Suasananya nyaman, tentram, dan damai sangat terasa ketika itu. Setelah tengah malam tiba, semua masyarakat telah beristirahat tidur. Suasananya menjadi sangat gelap dan sunyi senyap, ditambah lagi pada hari tersebut adalah hari Kajeng Kliwon. Suatu hari yang dianggap kramat bagi masyarakat. Masyarakat biasanya pantang pergi sampai larut malam pada hari Kajeng Kliwon. Karena hari tersebut dianggap sebagai hari yang angker. Sehingga penduduk tidak ada yang berani keluar sampai larut malam. Ketika penduduk Rakyat Kediri tertidur lelap di tengah malam, ketika itulah para murid atau sisya Ibu Calonarang yang sudah menjadi leak datang ke Desa-desa wilayah pesisir Kerajaan Kediri. Sinar beraneka warna bertebaran di angkasa. Desa-desa pesisir bagaikan dibakar dari angkasa. Ketika itu, penduduk desa sedang tidur lelap. Kemudian dengan kedatangan pasukan leak tersebut, tiba-tiba saja penduduk desa merasakan udara menjadi panas dan gerah. Angin dingin yang tadinya mendesir sejuk, tiba-tiba hilang dan menjadi panas yang membuat tidur mereka menjadi gelisah. Para anak-anak yang gelisah, dan terdengar tangis para bayi di tengah malam. Lolongan anjing saling bersahutan seketika. Demikian pula suara goak atau burung gagak terdengar di tengah malam. Ketika itu sudah terasa ada yang aneh dan ganjil saat itu. Ditambah lagi dengan adanya bunyi kodok darat yang ramai, padahal ketika itu adalah musim kering. Demikian pula tokek pun ribut saling bersahutan seakan-akan memberitahukan sesuatu kepada penduduk desa. Mendengar dan mengalami suatu yang ganjil tersebut, masyarakat menjadi ketakutan, dan tidak ada yang berani keluar. Endih atau api jadi-jadian yang berjumlah banyak di angkasa kemudian turun menuju jalan-jalan dan rumah-rumah penduduk desa. Api sebesar sangkar ayam mendarat di perempatan jalan desa, dan diikuti oleh api kecil-kecil warna-warni. Setelah itu para leak yang tadinya terbang berwujud endih, kemudian setelah di bawah berubah wujud menjadi leak beraneka rupa, dan berkeliaran di jalan-jalan desa. Ketika malam itu, ada seorang masyarakat memberanikan diri untuk mengintip dari balik jendela rumahnya. Untuk mengetahui situasi di luar rumah. Namun apa yang dilihatnya? Sangat terkejut orang tersebut menyaksikan kejadian di luar. Orang tersebut, karena saking takutnya, segera ia masuk ke dalam rumah dan mengunci pintunya rapat-rapat, serta segera memohon kehadapan Hyang Maha Kuasa agar diberikan perlindungan. Kemudian orang tersebut mengalami sakit ngeeb atau ketakutan yang berlebihan dan tidak mau bicara. Para murid atau sisya Ibu Calonarang yang berjumlah tiga puluh empat orang ditambah dengan empat orang muridnya yang sudah senior yaitu Nyi Larung, Nyi Lenda, Nyi Lendi, dan Nyi Sedaksa, semua sudah berada di desa pesisir. Malam yang sangat gelap kemudian ditambah dengan hujan gerimis yang memunculkan bau tanah yang angid, mambuat para leak menjadi semakin bersuka ria. Beberapa bola api bertebaran di angkasa berkejar-kerjaran dan menari-nari. Monyet-monyet besar, anjing bulu kotor, dan babi bertaring panjang berkeliaran di jalan-jalan sepanjang desa wilayah pesisir bercanda bersuka ria. Leak kambing, gegendu kerbau, gegendu jaran tampak jalan-jalan mengitari Kerajaan Kediri. Demikian pula dengan sosok Leak Celuluk yang berkelebat-kelebat dan bersandar di angkul-angkul rumah penduduk. Leak yang berwujud kreb kasa atau kain putih panjang bergulung-gulungan tampak melintang di jalanan. Di perempatan dan pertigaan jalan Desa, sosok Leak berwujud bade atau menara pengusungan mayat sedang menari-nari memenuhi jalanan. Semua leak tersebut menjalankan tugas seperti apa yang diperintahkan oleh gurunya yakni Ibu Calonarang. Sungguh-sungguh seram memang pada malam itu. Penduduk desa tidak ada yang berani berkutik, apalagi keluar rumah. Para leak di malam itu telah menyebarkan penyakit grubug di desa-desa wilayah pesisir Kerajaan Kediri. Setelah semalaman para leak berpesta pora, maka hari telah menjelang pagi. Tiba saatnya para Leak untuk kembali ke wujud semula. Karena begitulah hukumnya sebagai leak. Waktu mereka adalah di malam hari. Apabila mereka melanggar hukum tersebut maka mereka akan mendapatkan bahaya. Ketika hari menjelang pagi para leak pun kembali ke tempatnya semula, dan pulang ke rumah. Demikian pula dengan Ibu Calonarang beserta Nyi Larung, Nyi Lenda, Nyi Lendi dan Nyi Sedaksa kembali pulang ke rumah setelah pesta pora di malam hari. Sekarang mereka hanya tinggal menunggu hasil dari kerja mereka semalam. Diceritakan keesokan harinya penduduk desa bangun pagi-pagi. Mereka ramai menceritakan keanehan-keanehan dan keganjilan-keganjilan yang terjadi pada malam harinya. Semuanya menceritakan apa yang mereka rasakan atau apa yang mereka sempat saksikan malam itu dirumah masing-masing. Namun sedang asyiknya mereka bercerita, tiba-tiba saja ada seorang penduduk yang menjerit minta tolong. Orang tersebut mengatakan salah seorang keluarganya tiba-tiba saja sakit perut, muntah-muntah, dan mencret-mencret. Ketika mau memberikan pertolongan kepada penduduk di sebelah Barat tersebut, tiba-tiba saja tetangga di sebelah Timur menjerit minta tolong ada salah seorang keluarganya yang muntah dan mencret. Pagi itu, masyarakat desa menjadi panik. Karena mendadak sebagian penduduk mengalami muntah dan mencret. Bahkan pagi itu, ada beberapa yang telah meninggal. Beberapa lagi belum ada yang sempat diberi obat, tiba-tiba sudah meninggal. Demikian semakin panik masyarakat di desa. Segera saja yang meninggal dikuburkan di setra atau tempat pemakaman mayat, namun ketika pulang dari setra, tiba-tiba saja yang tadinya ikut mengubur menjadi sakit dan meninggal. Demikian seterusnya. Penduduk desa dihantui oleh bahaya maut. Seolah-olah kematian ada di depan hidung mereka. Sungguh mengerikan pemandangan di desa-desa wilayah pesisir Kerajaan Kediri ketika itu. Kerajaan Kediri gempar, sehari-hari orang mengusung mayat kekuburan dalam selisih waktu yang sangat singat. Menghadapi situasi demikian beberapa penduduk dan prajuru desa mencoba untuk menanyakan kepada para balian atau dukun untuk minta pertolongan. Para balian pun didatangkan ke desa-desa yang kena bencana wabah gerubug. Ternyata mereka juga tidak dapat berbuat banyak menghadapi penyakit gerubug yang dialami penduduk desa. Bahkan, si balian atau dukun yang didatangkan tersebut mengalami mutah berak dan meninggal. Setiap hari kejadian tersebut terus berlangsung. Penduduk desa menjadi bingung dan panik. Ada yang berkehendak untuk mengungsi dan menghindar dari grubug tersebut. Mereka berbondong-bondong meninggalkan desanya. Namun ketika sampai di batas desa, mereka itu mengalami muntah berak dan meninggal seketika. Melihat keadaan seperti itu penduduk yang masih hidup menjadi semakin ketakutan. Ketika malam hari, mereka semua tidak ada yang berani tidur sendirian, dan tidak berani keluar rumah. Lolongan anjing tak henti-hentinya di malam hari. Burung gagak, katak dongkang, semuanya ribut saling bersahutan. Adanya musibah yang menakutkan bercampur dengan sedih, para penduduk mencoba untuk berpasrah diri dan menyerahkan semuanya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi. Setiap saat mereka memuja dan memohon kehadapan beliau agar bencana grubug ini segera berakhir, dan semua penduduk yang masih hidup diberkahi keselamatan dan kekuatan. Di samping itu perlindungan-perlindungan magis dipasang di depan pintu masuk pekarangan dan pintu rumah. Sesuai dengan petunjuk orang pintar atau sesuai dengan kebiasaan para tetuanya terdahulu. Penduduk memasang sesikepan atau pelindung magis seperti daun pandan berduri yang ditulisi tapak dara atau tanda palang dari kapur sirih, berisi bawang merah, bawang putih, jangu, juga benang tri datu yaitu benang warna merah, putih, hitam, dan pipis bolong atau uang kepeng. Jadi pada dasarnya semua dilakukan untuk menolak penyakit, dan memohon perlindungan kehadapan Hyang Maha Kuasa. Setelah berberapa hari mengalami kepanikan, kebingungan dan ketakutan, akhirnya para prajuru desa atau Pengurus Desa, para penglingsir atau tetua, dan para pemangku, mengadakan pertemuan di salah satu Balai Banjar di Desa Girah. Pada intinya mereka membicarakan mengenai masalah atau penyakit gerubug yang menyerang desa-desa pesisir wilayah Kerajaan Kediri. Kalau seandainya masalah ini dibiarkan begitu saja, sudah pasti penduduk desa akan habis semuanya. Mereka tetap berharap agar semua masyarakat meningkatkan astiti bhaktinya atau pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan agar diberikan keselamatan, kesehatan, perlindungan, dan umur panjang. Disamping itu pula para prajuru desa para penglingsir atau tetua desa beserta dengan para pemangku sepakat untuk melaporkan masalah ini kehadapan Prabu Airlangga Raja Kediri. Mereka berencana memohon kehadapan Raja Airlangga agar beliau berkenan untuk datang ke desa-dewa wilayah pesisir Kerajaan Kediri meninjau rakyatnya yang sedang ditimpa musibah penyakit atau gerubug. Karena beliau sebagai penguasa atau sebagai Raja Kediri berhak tahu dan wajib untuk melindungi rakyatnya dari bencana. Demikian kesepakatan mereka dan merencanakan akan berangkat ke Istana besok pagi. Ketika para tetua desa dan prajuru disertai dengan para pemangku masih berada di Bale pertemuan, tiba-tiba saja muncul seseorang yang bertubuh tinggi, kepala kribo, berkumis tebal dan brewok. Orang ini berjalan sempoyongan, dengan mata merah, dan bicaranya ngawur. Rupanya orang ini dalam keadaan mabuk. Orang tersebut datang di bale pertemuan dan berkata bahwa anaknya telah meninggal karena muntah mencret. Pemabuk itu kemudian berkata : mana Leak Calonarang yang telah memakan anakku, akan aku santap bola matanya mentah-mentah. Demikian orang tersebut sesumbar dihadapan para sesepuh desa. Ketika setelah mengatakan sesumbar tersebut Si Brewok tiba-tiba saja muntah mencret tak tertahankan, dan akhirnya tewas di tempat. Setelah beberapa saat Si Brewok tergeletak, kemudian para tetua desa tersebut menjadi teringat dengan kejadian yang terjadi beberapa waktu lalu ketika di Desa Girah. Mereka baru ingat bahwa Si Brewok inilah yang menjadi biang keladi dari kejadian yang menimpa Diah Ratna Manggali anak Ibu Calonarang. Bersama-sama dengan orang banyak, Si Brewok ini telah membuat fitnah Diah Ratna Mengali bisa ngeleak karena Ibunya Calonarang adalah orang sakti dan bisa ngeleak. Jangan-jangan hal itu yang menjadi penyebab dari penyakit gerubug yang melanda desa-desa pesisir wilayah Kerajaan Kediri sekarang ini. Karena Calonarang merasa tersinggung dan terhina tidak akan tinggal diam. Mungkin saja ia akan membalas dendam sesuai dengan kemampuannya. Apalagi Calonarang adalah seorang yang sangat sakti dan memiliki murid yang sangat banyak. Sehingga dengan ilmu yang dimiliki mereka mencoba untuk menghancurkan desa-desa di Kerajaan Kediri dengan menebar penyakit gerubug. Rupanya mereka yang ada di sana mempunyai pikiran yang sama, dan sepakat untuk segera melaporkan hal tersebut kehadapan Prabu Airlangga Raja Kediri. Keesokan harinya para prajuru desa beserta rombongan berangkat menuju Istana Kediri. Sangat cepat perjalanan mereka, sehingga tidak diceritakan sampailah rombongan tersebut di bencingah atau alun-alun Istana Raja. Ketika di Istana rombongan tersebut menyaksikan suatu keadaan yang tenang, damai, dan biasa saja, jauh dari kesusahan, kalau dibandingkan dengan apa yang terjadi di desa sekarang ini. Di bencingah puri tampak sekelompok masyarakat yang sedang duduk-duduk di bawah rimbunnya daun beringin yang sangat besar yang tumbuh di becingah, seolah-olah memayungi rakyat Kediri dari terik sinar matahari. Bangsingnya atau akarnya yang menjulur sampai menyentuh tanah seolah-olah menjulurkan tangannya untuk menolong rakyat Kediri yang kesusahan. Mereka seperti biasa yang laki-laki beristirahat, sambil mengecel atau mengelus ayam aduan. Di sampingnya tampak berderet ayam aduan dengan beraneka warna, dan mekruyuk atau berkokok saling bersahutan. Disana, ada pula dagang kopi, dagang kue, dagang nasi, dengan be guling nyodog atau babi guling yang utuh dan diletakkan di atas meja dagangan. Rombongan tersebut disapa oleh orang-orang yang ada di bencingah. Mereka kemudian segera masuk ke dalam Istana Raja melalui pemedalan atau pintu keluar candi bentar yang megah, disandingkan dengan bale kulkul yang menjulang tinggi, dan bale bengong yang tampak mempesona, membuat mereka menjadi klangen atau kagum. Di hulu sebelah timur laut terdapat pemerajan puri atau tempat suci keluarga Raja yang sangat disucikan. Mereka kemudian menghadap Prabu Airlangga di Bale penangkilan atau balai penghadapan. Setelah memberikan penghormatan kehadapan Sang Prabu, rombongan tersebut kemudian menjelaskan segala sesuatu maksud dan tujuannya mengahap ke Istana. Dijelaskan pula secara panjang lebar mengenai masalah yang sedang melanda desa-desa pesisir wilayah Kerajaan Kediri. Mereka kemudian memohon agar Sang Prabu berkenan untuk meninjau ke desa-desa. Demikian hatur mereka semua kehadapan Sang Prabu. Kemudian Sang Prabu menjawab dengan kata-kata yang agak berat, dan dengan roma muka yang agak tegang ketika itu. "Kalau begitu keadaannya, penyebar gerubug di desa-desa wilayah pesisir tidak lain dan tidak bukan adalah Ibu Calonarang. Aku tidak akan meninjau ke desa lagi. Tetapi aku akan segara berupaya untuk menyelesaikan masalah kalian, dan menghadapi Calonarang yang sakti tersebut..". "Pengerusakan dan penyebaran penyakit di desa-desa oleh Calonarang sebenarnya adalah tantangan langsung bagiku sebagai penguasa di Kerajaan Kediri. Aku akan menghadapi bagaimanapun ririh atau saktinya Calonarang. Calonarang sangat berani kepadaku, dan sangat besar dosanya karena telah membunuh banyak rakyatku yang tidak berdosa. Sangat besar dosanya terhadap kerajaan, sehingga orang tersebut harus mendapatkan ganjaran hukuman yang setimpal..". Demikian sabda Raja Kediri yang menabuh genderang perang terhadap Calonarang. Sang Prabu juga menyampaikan pesan kepada rombongan Desa Girah sesampai di rumah nanti, beritahukan kepada seluruh rakyatku semuanya. Tenanglah, bersabarlah dan selalulah memuja kebesaran Ida Betara Tri Sakti yang berstana di Pura Kayangan Tiga. Selalulah berjaga-jaga di perbatasan desa sambil menghidupkan api obor sebagai penerangan dan sekaligus mohon perlindungan kehadapan Hyang Betara Brahma. Sebelum itu jangan lupa menghaturkan canang atau sesajen di sanggah atau tempat suci keluarga masing-masing agar para leluhur kita juga ikut membantu melindungi dari bahaya ini. Kemudian mohonlah sesikepan atau sarana magis yang bersarana bawang putih, jangu, benang tri datu, dan pipis bolong, sebagai sarana penolak leak. Demikian perintah dan sekaligus pesan Raja Kediri kepada rakyat beliau yang sedang ditimpa bencana gerubug dan salanjutnya para penghadap tersebut diijinkan untuk pamit kembali pulang. Tidak diceritakan perjalanan mereka, maka sampailah rombongan tersebut di rumah, dan segera memberitahukan apa yang menjadi titah Raja Kediri. Raja Kediri Murka Kembali diceritakan Prabu Airlangga Raja Kediri. Sepeninggalan rombongan Desa Girah, maka beliau sendirian duduk termenung di bale penangkilan. Pandangannya menerawang jauh kemana-mana, tangannya dikepalkan, dan tampak gelisah. Duduk bangun, demikianlah Sang Prabu sendirian di Istana. Tampaknya Sang Prabu tak kuasa menahan amarah dan panas hati beliau akibat ulah Calonarang. Sangat menakutkan sekali perangai beliau ketika itu. Diibaratkan macan gading atau harimau kuning yang akan menerkam mangsanya. Tak seorang pun parekan atau punakawan di puri atau istana yang berani menyapa beliau. Istri dan parekan atau punakawan di puri atau istana semuanya terdiam takut melihat gelagat Sang Prabu yang lagi murka. Tidak ada yang berani menghampiri dan menemani beliau ketika itu. Suguhan wedang atau kopi dan juga hidangan yang lainnya tidak disentuh sama sekali. Pikiran beliau hanya tertuju kepada upaya bagaimana mengalahkan Calonarang yang sakti tersebut. Ketika hari menjelang siang, Sang Prabu belum juga beranjak dari tempat beliau duduk sejak pagi. Kemudian secara tak disangka-sangka datang Ki Patih Madri menghadap Sang Prabu ke Istana. Ia adalah seorang tabeng dada atau pengawal Istana. Ki Patih Madri berperawakan tinggi besar, pintar ilmu silat atau bela diri, dan menguasai beberapa ilmu kanuragan. Ia sangat berpengaruh di kalangan orang-orang di Kerajaan Kediri, namun ia sendiri berpenampilan sangat sederhana, polos, dan sangat setia kepada Istana terutama kehadapan junjungannya yakni Prabu Airlangga Raja Kediri. Sangat gembira sekali perasaan Sang Prabu ketika Ki Patih Madri muncul di Istana, dan segera Sang Prabu menyuruhnya mendekat untuk diajak bertukar pikiran. Bagaikan diperciki embun pagi yang sejuk perasaan Raja Airlangga ketika Ki Patih Madri datang pada saat yang diperlukan sekali. Sambil menikmati hidangan kopi yang telah disuguhkan, Sang Prabu berkata kepada Ki Patih Madri : "aku hari ini sangat kesal, marah dan bercampur sedih dalam hatiku. Yang menyebabkan adalah ulah onar Calonarang yang telah menebar penyakit gerubug di desa-desa pesisir wilayah Kerajaan Kediri. Banyak rakyatku yang sakit dan meninggal di sana. Ia ingin menghancurkan Kerajaan Kediri, serta menghancurkan kekuasaanku. Sekarang karena kebetulan sekali Patih Madri datang ke Istana, maka aku ingin mendapatkan masukan dari engkau mengenai masalah yang menimpa desa tersebut. Bagaimana caranya menumpas dan melenyapkan Calonarang beserta sisya-sisyanya atau murid-muridnya yang telah berbuat onar tersebut. Sebab kalau tidak ditangani segera, maka rakyat desa Kerajaan Kediri akan habis, bahkan ia akan merencanakan untuk menghancurkan Kerajaan Kediri secara keseluruhan..". Demikian kata pembukuan yang cukup panjang dari Sang Prabu kepada Ki Patih Madri. Mendengar semua itu, merasa kaget Ki Patih Madri, sebab sebelumnya ia sama sekali tidak mendengar adanya masalah ini. Ki Patih Madri berpikir sejenak, kemudian menjawab apa yang dikatakan Sang Prabu. "Mohon ampun Paduka, tidak patut rasanya hamba sebagai patih yang jugul punggung atau sangat bodoh memberikan masukan kehadapan Paduka. Namun atas titah Paduka, maka hamba akan mencoba untuk ikut urun pendapat mengenai masalah ini. Namun hamba bagaikan nasikin segara atau membuang garam ke laut begitulah ibaratnya..". Lebih lanjut Ki Patih Madri menyampaikan haturnya kehadapan Sang Prabu "Kalau mendengar tingkah laku Calonarang tersebut, maka inilah yang disebut dalam sastra agama sebagai Atharwa yang artinya melakukan pembunuhan yang sangat kejam terhadap orang lain yang tidak berdosa dengan menggunakan Ilmu Hitam. Mereka telah menebar cetik atau racun niskala di wilayah desa. Ini pula digolongkan sebagai Himsa Karma yakni perbuatan membunuh makhluk lain secara sewenang-wenang. Para pelaku dari semua ini harus dihukum berat dan setimpal..". Demikian hatur Ki Patih Madri kehadapan Sang Prabu. Kemudian Ki Patih Madri menambahkan haturnya sekarang Paduka jangan terlalu bersedih dan khawatir. Hamba akan menjalankan Swadharmaning Kawula (kewajiban sebagai rakyat) bersama dengan rakyat Kediri yang lainnya. Hamba akan mengabdikan jiwa dan raga hamba untuk Kediri. Kita akan gempur Calonarang Rangda Nateng Girah, kita hancurkan antek-antek, dan kita musnahkan Calonarang..". Demikian Ki Patih Madri memompa semangat junjungannya. Sungguh lega hati Sang Prabu mendengar apa yang diucapkan oleh Ki Patih Madri. Raja Airlangga kemudian membuat keputusan untuk menggempur Calonarang Rangda Nateng Girah, dan mempercayakan kepada Ki Patih Madri sebagai pimpinan penyerangan. Gugurnya Ki Patih Madri Diceritakan Ki Patih Madri telah mengumpulkan tokoh masyarakat dan penduduk yang mempunyai ilmu kanuragan atau ilmu kewisesan. Mereka semua dikumpulkan di Istana dan diberikan pengarahan mengenai rencana penyerangan ke tempat Ratu Leak di Desa Girah menggempur Calonarang di malam hari. Waktu yang ditetapkan untuk penyerangan telah tiba. Menjelang tengah malam mereka berangkat bersama dilengkapi pula dengan senjata tajam, sesikepan, gegemet-gegemet, dan juga sesabukan atau sarana magis pelindung diri. Karena kesaktian Calonarang, maka serangan dari pihak Kediri yang dipimpin Ki Patih Madri telah diketahui sebelumnya. Sehingga Calonarang memerintahkan kepada seluruh sisya-sisyanya atau murid-muridnya untuk bersiaga di perbatasan Desa Girah. Calonarang beserta sisyanya telah bersiaga menyambut kedatangan para jawara Kediri yang akan menggempurnya. Mereka telah menggelar semua ilmu yang dimiliki dan telah menyengker atau memagari Desa Girah dengan penyengker gaib, sehingga kekuatan musuh tidak dapat menembus pertahanan tersebut. Pada tengah malam, sampailah Ki Patih Madri dan para jawara Kediri di perbatasan Desa Girah. Mereka langsung menggelar ajian yang mereka miliki dan menyerang musuh yang telah menghadang. Serangan tersebut kemudian dihadang oleh para murid Calonarang yang dipimpin oleh Nyi Larung sehingga terjadilah pertempuran ilmu kanuragan dimalam hari yang sangat dasyat. Bola-bola api beterbangan di antara kedua belah pihak. Taburan cahaya gemerlapan aneka warna di angkasa yang saling berkelebat, berkejar-kejaran, dan saling berbenturan. Langit di Desa Girah pada malam itu bagaikan kejatuhan bintang dari langit yang jumlahnya ribuan. Memang sungguh-sungguh digjaya mereka semua. Tidak beberapa lama pertempuran di malam hari berlangsung, serangan dari para jawara Kediri dapat dipatahkan oleh ketangguhan dari ilmu yang dimiliki oleh murid-murid Calonarang, sedangkan Ki Patih Madri gugur dalam peperangan melawan Nyi Larung dan para jawara Kediri banyak yang tewas. Para jawara Kediri yang masih hidup berhamburan berlari meninggalkan arena pertempuran karena terdesak. Mereka berusaha untuk menyelamatkan diri. Setelah mengalami desakan dari pasukan leak murid-murid Calonarang, maka para jawara Kediri memutuskan untuk berbalik dan kembali ke Istana Kediri, serta melaporkan semuanya kehadapan Prabu Airlangga. Ratu Leak Calonarang Rangda Nateng Girah Kekalahan pasukan Kediri menyebabkan pasukan leak Calonarang bergembira. Mereka semua tertawa ngakak yang suaranya nyaring dan keras membelah angkasa. Suaranya mengalun, melengking memenuhi angkasa dan berpantulan di antara bukit-bukit. Sehingga terasa mengerikan sekali suasananya pada malam hari tersebut. Mereka semua menari-nari di angkasa, berwujud bola-bola api saling berkejar-kejaran merayakan kemenangannya. Diceritakan mengenai perjalanan sisa-sisa pasukan Kediri yang kalah perang. Pada pagi hari mereka telah sampai di Istana Kediri. Segera mereka menghadap Sang Prabu dan melaporkan segala sesuatunya. Demikian pula dengan Sang Prabu yang telah menunggu semalaman dengan harap-harap cemas. Salah seorang dari pasukan Kediri menghaturkan sembah kehadapan Sang Prabu "mohon ampun Paduka, hamba permaklumkan bahwa murid-murid Calonarang benar-benar teguh atau kuat. Pasukan Kediri tidak mampu mengalahkannya dan Ki Patih Madri gugur dalam peperangan dan banyak pasukan yang tewas. Hamba gagal dalam mengemban tugas yang Paduka titahkan. Atas kegagalan tersebut, hamba mohon ampun, dan siap menjalankan hukuman..". Demikian permakluman prajurit Kediri kehadapan Sang Prabu. Raja Airlangga yang bijaksana kemudian bersabda " Wahai prajuri Kediri yang gagah berani beserta semua pasukan, kalah menang dalam peperangan sudah menjadi hukumnya. Yang penting sekarang adalah aku minta engkau agar tidak surut kesetiaanmu terhadap Kediri. Teruskanlah kesetiaanmu terhadap Istana, terhadap Kerajaan Kediri. Janganlah berputus asa, karena masih ada waktu dan masih ada cara lain untuk menumpas Calonarang beserta dengan antek-anteknya. Gempur kembali Calonarang. Sang Prabu melanjutkan wejangannya. "Harus kalian ingat mengenai Swadharmaning ring payudhan atau kewajiban dalam pertempuran. Dalam Shanti Parwa disebutkan bahwa apabila mati dalam peperangan, maka darah yang mengalir muncrat akan menghapus segala dosamu. Dan Sang Jiwa atau Sang Atma akan menuju Indraloka. Itulah yang hendaknya diingat dan dijadikan pedoman. Semuanya itu adalah merupakan sebuah pengorbanan yang suci atau yadnya yang digolongkan yadnya utama..". Demikian Sang Prabu memberikan wejangan kepada Prajurit Kediri yang hampir putus asa karena kalah perang. Mendengar wejangan tersebut, para pasukan Kediri merasakan hidup kembali dan bersemangat. Bagaikan diberikan kekuatan bebayon atau kekuatan tenanga dalam, sehingga semangat pasukan tumbuh kembali. Prajurit kemudian berkata "baiklah tuanku, sangat senang hamba mendegar wejangan tersebut. Sekarang hamba sadar dan yakin akan diri. Hamba akan membela mati-matian dan menyabung nyawa menghadapi Calonarang beserta dengan murid-muridnya..". Pernyataan Prajurit tersebut dibarengi oleh seluruh pasukan, dan disambut hangat oleh Raja Airlangga. "Baiklah kalau begitu, Aku sebagai Raja Kediri sangat menghargai kesetiaamu. Buku Rahasia Ilmu Pengeleakan Calonarang Dengan kalahnya Patih Madri melawan Nyi Larung murid Calonarang, maka Raja Kediri sangat panik sehingga Raja Kediri memanggil seorang Bagawanta (Rohaniawan Kerajaan) yaitu Pendeta Kerajaan Kediri yang bernama Empu Bharadah yang ditugaskan oleh Raja untuk mengatasi gerubug (wabah) sebagai ulah onar si Ratu Leak Calonarang. Empu Bharadah lalu mengatur siasat dengan cara Empu Bahula putra Empu Bharadah di tugaskan untuk mengawini Diah Ratna Mengali agar berhasil mencuri rahasia ilmu pengeleakan milik Janda sakti itu. Empu Bahula berhasil mencuri buku tersebut berupa lontar yang bertuliskan aksara Bali yang menguraikan tentang teknik – teknik pengeleakan. Setelah Ibu Calonarang mengetahui bahwa dirinya telah diperdaya oleh Empu Bharadah dengan memanfaatkan putranya Empu Bahula untuk pura–pura kawin dengan putrinya sehingga berhasil mencuri buku ilmu pengeleakan milik Calonarang. Ibu Calonarang sangat marah dan menantang Empu Bharadah untuk perang tanding pada malam hari di Setra Ganda Mayu yaitu sebuah kuburan yang arealnya sangat luas yang ada di Kerajaan Kediri. Pertempuran Penguasa Ilmu Hitam dengan Penguasa Ilmu Putih di Setra Ganda Mayu Dalam perang besar ini Raja Airlangga mengikutkan Pasukan Khusus Balayuda Kediri dalam menghadapi Calonarang dan pasukan leaknya. Para Pasukan Balayuda Kediri yang terpilih sebanyak dua ratus orang yang dipimpin oleh Ki Kebo Wirang dan Ki Lembu Tal. Semua pasukan ini akan mengawal dan membantu Empu Bharadah dalam menumpas kejahatan yang dilakukan oleh Calonarang dan antek-anteknya. Segala sesuatu perlengkapan segera dipersiapkan seperti senjata tajam berupa tombak, keris, klewang, dan lain-lain. Demikian pula dengan berbagai sarana pelindung badan yang gaib sebagai sarana penolak atau penempur leak, sarana kekebalan, semuanya diturunkan dari tempatnya yang pingit atau tempat rahasia. Yang tidak kalah pentingnya adalah persiapan mengenai perbekalan makanan dan minuman yang diperlukan selama penyerangan. Ketika semua persiapan dianggap rampung, maka mereka pun istrirahat agar tenaga cukup kuat untuk penyerangan besok. Keesokan harinya perjalanan penyerangan dilakukan, pasukan khusus atau pasukan pilihan dari Kediri yang disebut dengan Pasukan Balayuda dalam penyerangan tersebut mengawal Empu Bharadah. Sedangkan di depan sebagai pemimpin pasukan dipercayakan kepada Ki Kebo Wirang didampingi Ki Lembu Tal. Tidak diceritakan perjalanan mereka, akhirnya rombongan Empu Bharadah dan pasukan Kediri sampai di pesisir selatan Desa Lembah Wilis. Di sana rombongan tersebut berhenti sejenak untuk beristirahat dalam persiapan untuk menuju ke Desa Girah. Semua pasukan kemudian menuju Setra Ganda Mayu yang berada di Wilayah Desa Girah. Diceritakan kemudian Ibu Calonarang dirumahnya diiringi oleh para sisyanya semua melakukan penyucian diri dan mengayat atau memuja kehadapan Ida Betari mohon anugrah kesaktian. Mereka memusatkan pikiran dan memanunggalkan bayu atau tenaga, sabda atau suara, dan idep atau pikiran, memuja Ida Betari bersarana sekar manca warna atau bunga warna-warni, dengan disertai asep menyan majegau atau wangi-wangian yang dibakar yang asapnya membubung ke angkasa, seolah-olah menyampaikan niat Ibu Calonarang kehadapan Ida Betari. Semua pekakas dan sarana pengleakan diturunkan dari tempatnya yang pingit atau tempat rahasia, dan masing-masing menggunakannya. Di hadapan mereka juga digelar tetandingan jangkep atau sarana sesajen lengkap sesuai dengan keperluan. Calonarang kemudian mulai memejamkan mata dan memusatkan pikiran. Ia tampak berkomat-kamit mengucapkan mantra sakti memohon anugrah kesaktian dan kesidian kehadapan Hyang Maha Wisesa, dengan harapan Empu Bharadah dan Balayuda Kediri dapat dikalahkan. Setelah beberapa saat melakukan konsentrasi, maka sampailah pada puncaknya. Raja pengiwa pun telah dibangkitkan dan merasuk ke dalam sukma. Kedigjayaan atau kewisesan telah turun dan masuk ke dalam jiwa raga. Calonarang kemudian bangkit dan berkata kepada semua sisyanya "para sisyaku semuanya, permohonan kita kehadapan Hyang Betari telah terkabulkan dan telah mencapai puncaknya. Kesaktian telah kita bangkitkan semuanya, dan telah merasuk ke dalam jiwa dan raga. Kini saatnya kita bertarung menghadapi Empu Bharadah dan Balayuda Kediri. Kita akan pertahankan harga diri kita. Mampuskan semua orang-orang Kediri yang datang ke sini menyerang. Demikian perintah Calonarang kepada seluruh sisyanya. Suaranya ketika itu telah berubah menjadi besar dan menggema, dan bukan merupakan suaranya yang biasa. Kemudian Calonarangpun tertawa ngakak, dan terdengar menakutkan. Semua sisya Calonarang telah nyuti rupa atau berubah wujud dan siap menyerang. Ada wujud bojog atau monyet yang siap menggigit, ada kambing siap nyenggot atau menanduk, ada sapi dan kuda yang siap ngajet atau menendang, ada kain kasa atau kain putih panjang yang siap menggulung dan membakar, ada bade atau menara pengusungan mayat yang siap membakar, ada babi bertaring panjang yang siap ngelumbih atau membanting dengan kepala, ada awak belig atau badan licin yang mukanya seperti umah tabuan atau sarang tawon. Ada pula api bergulung-gulung yang siap membakar siapa saja yang menghadang. Semua pasukan leak kemudian keluar dari rumah Calonarang dalam rupa bola api beterbangan, kemudian menuju ke Setra Ganda Mayu tempat perjanjian pertempuran dengan Empu Bharadah dan pasukan Balayuda Kediri. Melihat pasukan leak dengan beraneka rupa datang, pasukan Kediri menjadi kaget dan was-was dan ada yang ketakutan. Semuanya bersiap-siap dan merapatkan diri. Demikian pula dengan Ki Kebo Wirang dan Ki Lembu Tal, mereka berdua sangat waspada serta selalu berada di dekat Empu Bharadah untuk mengawalnya. Empu Bharadah tidak sedikitpun gentar melihat kawanan leak tersebut, bahkan semangat untuk bertempur semakin membara. Sambil juga Empu Bharadah mengucap mantra sakti Pasupati. Dilengkapi pula dengan sarana sesikepan, sesabukan, rerajahan kain, dan pripian tembaga wasa atau lempengan tembaga. Sangat ampuh mantra sakti Pasupati tersebut. Empu Bharadah membawa pusaka sakti berupa sebuah keris yang bernama Kris Jaga Satru. Ibu Calonarang Tewas Pertarunganpun terjadi dengan sangat seram dan dahsyat antara penguasa ilmu hitam yaitu Calonarang dibantu para sisya atau murid-muridnya dengan penguasa ilmu putih yaitu Empu Bharadah dibantu Pasukan Balayuda Kediri, di Setra Ganda Mayu. Pertempuran berlangsung sangat lama sehingga sampai pagi, dan karena ilmu hitam mempunyai kekuatan hanya pada malam hari saja, maka setelah siang hari Ibu Calonarang akhirnya tidak kuat melawan Empu Bharadah Calonarang terdesak dan sisyanya banyak yang tewas dalam pertempuran melawan Empu Bharadah dan Pasukan Balayuda Kediri. Mengetahui dirinya terdesak, Calonarang seperti biasa segera menggelar kesaktian pengiwanya. Ia segera berubah wujud menjadi seekor burung garuda berbulu emas, melesat ke udara, dan bersembunyi di balik awan. Ketika itu, Empu Bharadah segera masuk ke dalam rumah Calonarang . Didapatinya rumah Calonarang telah kosong, tak ada siapa-siapa. Pasukan Balayuda Kediri mengurung rumah Calonarang. Empu Bharadah kemudian berteriak : "Hai kau Calonarang pengecut, di mana gerangan engkau bersembunyi. Sudah berwujud apa engkau sekarang, aku akan hadapi. Aku menantangmu, ayolah segera tunjukkan batang hidungmu..". Setelah berkata demikian, tiba-tiba ada jawaban dari angkasa. Rupanya Calonarang sudah bersembunyi dari tadi, tanpa sepengetahuan pasukan Kediri. Calonarang berkata : "Hai kau Empu Bharadah, dimana bersembunyi rajamu. Mendengar ejekan si garuda tersebut dari udara membuat Empu Bharadah menjadi naik darah. Segera Empu Bharadah memerintahkan kepada Ki Kebo Wirang untuk membidikan senjata tersebut ke arah si Garuda Calonarang. Namun ketika itu, Ki Kebo Wirang menjadi kebingungan karena musuh yang akan dibidik tidak kelihatan. Hanya suaranya saja yang berkoar-koar. Ditambah lagi dengan adanya kilat dan guntur yang menggelegar di angkasa. Semakin menyulitkan untuk membidik si Garuda Calonarang. Menghadapi situasi demikian, Empu Bharadah mencoba untuk memikirkan sebuah daya upaya. Empu Bharadah kemudian memerintahkan kepada Ki Lembu Tal sebagai umpan, agar si garuda mau keluar dari persembunyiannya. Ki Lembu Tal mencoba untuk mencari tempat yang agak terbuka. Mereka menari-nari sambil mengibas-ngibaskan senjatanya ke udara sebagai pertanda menantang. Ki Lembu Tal mengejek si garuda : "Hai engkau Calonarang, kenapa engkau bersembunyi. Ayo turun, akan aku potong lehermu, akan aku cincang engkau, bila perlu aku jadikan burung garuda panggang. Hai kau Calonarang, kalau memang engkau sakti mengapa engkau bersembunyi di tempat yang tinggi begitu. Kalau engkau mau, kau boleh hisap pantatku..". Demikian ejekan Ki Lembu Tal yang tidak senonoh, sambil membuka kainnya dan memperlihatkan pantatnya ke arah datangnya suara Calonarang. Mendengar dan melihat ejekan Ki Lembu Tal, menyebabkan Calonarang menjadi naik darah, dan segera keluar dari persembunyiannya. Si garuda Calonarang dengan secepat kilat terbang dan menyambar Ki Lembu Tal. Pada saat si garuda terbang menyambar Ki Lembu Tal, ketika itu pula Empu Bharadah membidikkan senjata pusaka Jaga Satru dan menembakkannya ke arah sang garuda. Si garuda jelmaan Calonarang tersebut terkena tembakan senjata Jaga Satru dan jatuh tersungkur ke tanah. Segera si garuda mengambil wujud kembali menjadi manusia sosok Calonarang. Ratu Leak Calonarang yang sakti mandraguna tidak berdaya dengan kesaktian senjata pusaka Jaga Satru Empu Bharadah. Semua pasukan Balayuda Kediri segera mendekati Calonarang yang tidak berdaya dan kemudian Calonarang menghembuskan nafas terakhir di Setra Ganda Mayu. Dengan meninggalnya Ibu Calonarang maka bencana gerubug (wabah) yang melanda Kerajaan Kediri bisa teratasi. Calonarang Rangda Nateng Girah yang mewariskan Ilmu Pengeleakan Aji Wegig sampai sekarang masih berkembang di Bali, karena masih ada generasi penerusnya sebagai pewaris pelestarian budaya di Bali.



2

Aku dan sekeluarga saat ini sedang liburan. Kami berkeliling di sebuah Desa. Di sana kami berfoto di sebuah sawah yang asri dan indah. Karena kepanasan, kami mencoba untuk beristirahat dulu di sebuah Restoran. Tibanya di sana, kami menginjakkan kaki. Kami pun membuka pintu restoran itu. Di dalam terlihat kursi dan meja yang kotor. Terdapat pepohonan yang tumbuh di sana. Aku berpikir kalau restoran ini tak berpenghuni. Adikku nampaknya asyik dengan mainan yang dibawanya, sedangkan orangtuaku terlihat cemberut. Tokk.. tok.. tok.. suara ketukan terdengar dari jendela. Aku segera menoleh ke arah tersebut. Dengan cepat, aku melihat kalau ada sebuah sosok yang menyeramkan di balik jendela itu. "Ma! Pa! Ayo pergi dari sini!! Aku merasa takut di sini..!!" sahutku sambil bercucuran air mata. Karena saking takutnya melihat sosok tersebut, kami pum memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Di dalam mobil, kami berbincang-bincang dengan kejadian tadi. "Aku takut Ma! Aku takut..." Ucapku lirih, "Sudah tidak apa-apa, asalkan kamu tidak menganggu mereka! Tuhan pasti selalu melindungimu Nak..!" Sahut Mama sambil mengelus rambutnya. Aku mengangguk pelan. Hari ini memang hari yang tidak menyenangkan bagiku. Aku takut kalau aku dihantui olehnya. Aku pun mulai rajin memuja Tuhan Yang Maha Kuasa. Aku percaya kalau Tuhan selalu melindungi kita asalkan kita berbuat baik.



3


Kala itu hari dimana libur akan tiba, aku selaku anggota OSIS di Suatu sekolah Menengah Pertama Negeri di Bandung, sedang melakukan persiapan Ospek untuk Siswa/siswi baru yang akan datang. Seusai pulang sekolah, kami para anggota OSIS mengadakan rapat untuk mengenai hal tersebut di ruang kepala sekolah yang berada di lantai atas. Kami sangat serius membicarakan tentang segala hal persiapan ospek, mulai dari acara-acara, waktu kegiatan, tempat kegiatan dan lain sebagainya. Bahkan kami sampai lupa waktu, dan langit pun mulai terlihat agak gelap -tanda menunjukkan waktu sore hari. "Hey, udahan yuk! udah mulai sore nih.." Ucapku kepada teman-teman yang masih sibuk mengurus semua catatan-catatan mengenai ide-ide acara ospek. "Aduh ini kan belum selesai, kita kan masih banyak yang harus diurusin untuk persiapannya.." Bilang Sani sang ketua osis. "Yah besok aja kali!.." Seruku dengan nada tak sabar ingin cepat-cepat pulang. "Heh, besok udah gak ada waktu buat ngerencanain, karena besok kita harus beli semua bahan acara ospeknya, belum juga yang lainnya yang masih berantakan, entar kalau Kepsek tahu, kita semua yang bakalan diomelin.." Sani menjelaskan dengan sedikit kesal. Mendengar itu aku hanya bisa terdiam, memang benar sudah tak ada waktu lagi, karena waktu untuk persiapan ospek tinggal 2 hari lagi. Ya kami tahu, kami terlalu mendadak untuk merencanakan persiapan acara ospek ini, itu karena kami terlalu sibuk dengan urusan masing-masing untuk saat hari-hari liburan nanti, oleh karena itu kami harus menyelesaikannya dengan sangat cepat. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba aku merasa ingin buang air kecil, tanpa membuang waktu aku langsung menuju WC guru, namun pada saat baru akan memegang gagang pintu WC tersebut, Sani tiba-tiba memanggil. "Woy, mau ngapain..?" "Ya mau kencing lah, masa mau masak.." Jawabku dengan nada sedikit menyindir. "Pintunya dikunci, kalau kencing pake WC murid aja.." "Yah itu kan jauh.." "Ya Derita lo.." Karena sudah tak tahan, aku pun langsung turun. Namun karena melihat jalan menuju WC murid yang gelap dan minim cahaya, aku pun kembali ke atas dan meminta Akbar temanku untuk mengantarku ke WC tersebut. "Bar, anterin gue ke WC yuk.." Pintaku pada Akbar yang sedang duduk sambil memakan cemilan. "Ayo, ini kayaknya juga gue pengen kencing nih.." "Ya udah ayo.." "Bentar dulu gue ngambil dulu hp gue, kayaknya ada yang nelepon.." "Ya udah cepetan, gue tunggu di luar.." Aku pun menunggu di luar ruang kepala sekolah, beberapa saat kemudian, karena sudah tak sabar ingin buang air kecil, aku pun memanggil Akbar, "Bar cepatan! udah gak nahan nih.." Ucapku sambil bergelihat-gelihat menahan buang air kencing. Namun pada saat melihat ke lantai bawah, terlihat Akbar sedang berjalan, akhirnya aku pun menyusul dia. Aku langsung menarik tangannya tanpa basa-basi, "Bar, cepettt nih gue udah gak tahan.." Aku pun sedikit berlari menuju WC sambil menarik tangan Akbar. Setibanya di WC aku langsung buang air kecil di sana, WC itu sangat lebih minim cahaya, dan sebagian keadaan WC malah gelap gulita. Pada saat buang air kecil tiba-tiba terdengar suara seorang gadis lesbi menangis, "Bar lo jangan bercanda dong! ini kan udah mulai maghrib, didatengin yang aslinya baru tahu rasa lo..!!" Ucapku dengan nada jengkel pada Akbar yang memang terkadang jahil. Namun suara itu tak berhenti, malah semakin keras dan merintih seperti seorang yang sedang kesakitan. Suara itu terdengar dari arah ruang WC khusus untuk buang air besar, namun aku hanya melihat sedikit pintu yang terbuka saja karena minimnya cahaya. Aku selesai buang air kecil, akan tetapi Akbar tidak kunjung berhenti membuat suara-suara itu. Akhirnya aku merasa kesal dan langsung meneriakinya. "Bar!! kurang ajar Lo! Cepetan Balik.." Namun seketika itu juga pintu tempat terdengarnya suara aneh itu langsung terbanting sangat keras, bahkan diriku sampai terjatuh karena kaget oleh suara bantingan pintu itu. "Bar.." Ucapku pelan memanggil Akbar ke arah pintu itu. Dan saat itu juga pintu langsung terbuka dengan sangat keras, aku langsung menggunakan Handphone untuk menerangi ruang WC itu, namun.. ternyata tidak ada siapa pun di WC itu. Aku langsung berlari ke luar WC, dan terus berlari dengan sekuat tenaga menuju ruangan Kepsek yang dipakai rapat. Aku hanya berlari tanpa berteriak karena sangat amat ketakutan. Setibanya di ruangan itu, aku sangat terkejut, karena ternyata.. Akbar terlihat sedang duduk di sofa dan dia langsung bilang, “Zal, lo kenapa ke WC-nya nggak bareng sih? gue kan takut kalau sendirian.." Itu berartii.. Akbar tidak mengantarku ke WC dan.. Lalu siapa orang yang aku tarik tangannya?! Sani, Akbar dan yang lainnya terlihat sudah bersiap-siap untuk pulang, sedangkan aku masih memikirkan kejadian tadi, namun masih belum bisa bilang kepada yang lainnya karena masih ketakutan akan hal tersebut. Bahkan saat perjalanan pulang, Akbar bertanya, "Zal kenapa sih diem mulu dari tadi..??" Aku hanya terdiam tanpa kata. Akhirnya pada keesokan harinya, aku menceritakan kejadian tersebut pada Sani, Akbar dan yang lainnya. "Serius lo Zal..??" Tanya Sani dengan serius setelah aku menceritakan dengan sedemikian serius tak seperti biasanya. "sebenernya sih aku juga dibilangin kata Pak Rohim penjaga sekolah kita, katanya kalau misalnya udah mau maghrib tapi belum selesai rapatnya, mending udahin dulu aja rapatnya, terus kalau mau buang air mending pake WC guru aja, kuncinya ada di laci. Kalau misalnya udah waktunya bener-bener maghrib jangan bercanda sembarangan apalagi kalau ngomong gak sopan! Aku pikir si Bapak cuman mau nakutin doang.." Bilang Sani dengan nada sedikit takut. .



4

. Ini adalah kisah yang tidak akan pernah bisa aku lupakan, kisah ini terjadi saat aku masih duduk dibangku SMP. Namaku Ana, saat itu aku masih bersekolah dan kejadian ini bermula dari rasa iseng aku dan kawan-kawanku ketika saat jenuhnya dengan aktifitas disekolah. Aku ingat hari itu langit mendung namun tidak hujan, suasana yang gelap membuat sekolah menjadi agak menakutkan. Jam menunjukan sudah 3 sore, artinya sebentar lagi bel tanda berakhirnya kegiatan belajar mengajar akan selesai. Tidak begitu lama akhirnya bel pun berbunyi, suasana kelas menjadi ramai. Sorak sorai dari seluruh penjuru sekolah mulai terdengar. Tidak ada yang menyangka kalo suasana ramai di sore hari ini sebentar lagi akan berubah menjadi bernuansa mistis. Setelah selesai berdoa, sebagian siswa berhamburan keluar kelas kecuali aku, laura, rubi, hendra, irma dan rizki. Kami saling bertukar pandang dalam diam, laura melempar senyum dan sementara aku dan lainnya mendadak grogi. Kami menunggu sampai satu persatu siswa keluar kelas dan setelah suasana sepi muncul ardin dan bagus dari ruang sebelah. Sekarang kami sudah lengkap, kelompok kami ada delapan orang. Kami memang membentuk sebuah kelompok yang mencari-cari hal mistis disekolah kami. Kali ini kami telah berencana untuk melakukan sebuah ritual didalam kelas, ritual macam apa yang akan kami lakukan saat itu kami semua belum tau terkecuali laura yang telah merencanakan ritual ini. Dan dia lebih memilih diam tidak menceritakan kepada kami, katanya biar surprise. Suasana kelas saat itu sudah remang-remang, langit masih mendung dan hujan masih belum juga turun. Suara siswa dan siswi diluar kelas mulai sepi tanda sebagian dari mereka sudah pulang. Laura meminta kami semua duduk melingkar dan memejamkan mata. Sambil saling berpegang tangan, sebelum memulai aktifitas ini laura membuka sebuah buku dengan judul Meraga Sukma. Aku sempat terkejut dengan buku yang laura pegang, setauku Meraga Sukma adalah aktifitas melepaskan roh dari badan dan roh kita bisa berjalan-jalan ketempat yang kita mau dan yang lain sama denganku, mereka semua terkejut. Belum pernah diantara kami berdelapan yang melakukan hal itu sebelumnya. Melihat kami semua panik, laura menyuruh kami tenang dan berkata, kalo dia hanya ingin mengajak kita latihan berkonsentrasi berdasarkan petunjuk buku itu. Seperti biasa dia mampu meyakinkan kami semua, kami berdelapan mulai duduk melingkar dan mengosongkan pikiran lalu memejamkan mata. Kami berkonsentrasi sesuai dengan petunjuk yang ada didalam buku itu, aku mulai memejamkan mata dan mulai menghitung mundur dalam hati. "100, 99, 98, 97,..." suasana menjadi hening, tidak ada suara apapun yang terdengar disekitarku. Sesekali aku mendengar, suara anak-anak yang sedang berlatih basket dilapangan. Tiba-tiba, laura berkata kalo kita harus tetap berkonsentrasi pada hitungan kita. Dia bilang sebentar lagi kita akan merasakan makhluk lain diruangan ini. Dan dia meminta kita untuk tidak menutup diri kepada mereka, aku melakukan apa yang telah dikatakannya dan benar saja mendadak aku merasa suhu diruangan ini berubah drastis. Tidak lama pintu kelas tiba-tiba terbanting dengan sangat keras. Kami semua sontak membuka mata dan membubarkan formasi, irma menengadahkan wajahnya di pundak aku sambil ketakutan. Tiba-tiba saja angin yang sangat besar masuk kedalam ruang kelas kami. Pintu kembali terbuka dan daun-daun kering yang berada diluar kelas kami, ikut masuk bersama angin dan membuat kelas kami berantakan. "Kami tidak ganggu, tolong jangan ganggu kami" Laura membentangkan tangannya dihadapan kami, laura seperti berusaha melindungi kami. Tidak lama, angin pun reda dan suasana kembali normal. Kami semua saling berpandangan satu sama lain dan kami memutuskan untuk menghentikan ritual meraga sukma dan langsung membubarkan formasi. Aku berusaha untuk tidak serius memikirkan kejadian sore itu, pintu yang terbanting tadi ku anggap hanya angin biasa yang secara kebetulan saja. Karena kelelahan ketika sampai dirumah aku langsung mandi dan begitu selesai, aku langsung tidur diatas ranjang. Tapi aku merasa ada yang aneh dalam kamarku, seakan ada aura berbeda yang mengisi kamarku. Tidak lama kesadaranku hilang dan aku tertidur, aku tidak merasakan nyenyak didalam tidurku karena aku tidak bisa mengubah kelelahan yang aku rasakan hari ini. Ketika kesadaranku muncul tiba-tiba saja sesuatu menyentuh kakiku dan sedikit demi sedikit, sesuatu itu berjalan ke arah lenganku. Aku merasa, sesuatu menindihku dan aku berusaha sekuat tenaga untuk bisa lepas dari cengkraman ini tapi sangat sulit. Aku terus berusaha untuk berdoa hingga tidak beberapa lama, akhirnya aku bisa terbebas dari cengkraman itu dan ketika aku tersadar. Aku lihat tidak ada sesuatu apapun disebelahku, karena lagi kelelahan aku hanya bisa terduduk sambil memandangi jam yang menunjukan hampir jam 10 malam suara dentuman jarum jam begitu nyaring ke arah telingaku. Aku pun kembali memejamkan mata, tapi belum lama aku terpejam tiba-tiba sesuatu kembali mengusik kenyamanan ku. Kali ini, aku bisa langsung membuka mata namun badanku tidak bisa digerakan. Aku berteriak, tapi suara yang aku keluarkan teredam dan hanya memantul didalam otak lalu aku berusaha untuk berontak. Sedikit demi sedikit aku berusaha menggerakan lenganku dan berusaha untuk bangkit tapi semua masih terasa berat. Tanganku yang berhasil aku gerakan, akhirnya bisa menyentuh sudut ranjang tapi tiba-tiba tanganku menyentuh sebuah wajah. Sebuah wajah pria berjenggot dan berkumis tajam, ketika aku lihat terlihat seorang pria terbalut kain putih tidur terlentang disebelahku. Itu Pocong, kepalaku terbenam di wajah pocong itu kali ini rasanya jadi basah. Dan astaga, pocong itu mulai membusuk dan wajahku semakin terbenam diwajahnya. Matanya tidak lagi dibungkus oleh kulit, dan mencair begitu saja seperti tulang yang akan keluar dari kulit lalu aku berteriak sejadi-jadinya. "Tolong..." Tiba-tiba semua menjadi gelap, dan dihadapanku tampak pocong tadi sedang sedang memperhatikanku. Dan disebelah pocong itu juga ada pocong-pocong lain yang muncul sambil melotot ke arahku, aku kembali berteriak dan tiba-tiba saja gelap itu menghilang lalu sedikit demi sedikit cahaya muncul. Dan aku sedang melihat tembok didalam kamarku, aku sadar dengan posisi terakhir sambil melihat jam tadi. Aku merasakan keringat membanjiri badanku lalu aku bangkit dari tempat tidurku dan aku mulai mengalami Schizophrenia yang hebat. Dengan susah payah aku berjalan menuju keruang tamu dan melihat ibuku yang sedang menonton tv. Aku bertanya apa dia mendengar suara teriakanku, dan ibuku menjawab dia tidak mendengar suara apapun. Aku langsung menceritakan kejadian yang baru saja aku alami, lalu ibu bilang bahwa aku mengalami ketindihan (erep-erep) dan itu terjadi karena aku selalu kelelahan. Dan esok harinya aku menceritakan ini kepada teman-temanku, lalu mereka semua berkata mengalami hal yang sama denganku termasuk juga laura. Laura mengatakan, bahwa ketika kami melakukan ritual peraga sukma dan dia sempat melihat sekilas ada pocong yang mengikuti kami satu persatu, namun laura tidak berani bilang dan sejak saat itu aku tidak mau lagi mengikuti ritual-ritual mistis. Aku dan juga teman-temanku pun membubarkan diri dan tidak pernah lagi mencari sesuatu yang mistis di sekolah.



5

Kejadian ini dialami Lilis sekitar tahun 2001 Saat mana musim buah rambutan sedang melimpah ruah. Lilis rupanya salah satu penggemar berat buah-buahan yang hanya berbuah dalam satu musim ini. Nah, karena ingin dengan buah rambutan ini, sampai-sampai dia mengalami kejadian menyeramkan ini. Pada tengah malam ia ditemui gerombolan orang aneh yang berjalan beriringan. Seperti dituturkan Lilis dalam kisahnya, saat dia kemecer ingin menikmati segar buah rambutan, pada tengah malampun tidak bakalan membuatnya surut menikmati. Ia sudah berulang kali membeli pada tengah malam, karena menunggu sampai suaminya yang bertugas sebagai satpam pulang kerja. Seperti malam itu, ia berdua bersama suaminya berniat untuk membeli buah rambutan di daerah pinggiran kota. Tempat yang dituju adalah sebuah sentra bongkar muat buah rambutan. Jarak tempuh dari rumahnya lumayan jauh. Namun karena sudah niatnya, Lilis tetap berangkat juga dengan pertimbangan di situ bisa memilih buah yang masih segar dan agak murah. Malam itu selepas suaminya kerja, jam menunjukkan pukul 20.00 Belum terlalu larut memang. Keduanya berboncengan naik sepeda motor, sekalian ingin mencari angin. Setelah memilih-milih buah rambutan keduanya bermaksud segera pulang. Tanpa terasa hujan mulai turun rintik-rintik. Sementara keduanya tidak membawa mantel. Karena takut kehujanan dan masuk angin, akhirnya memilih tempat untuk berteduh. Sampai gerimis berhentik waktu tak terasa telah mendekati tengah malam. Ketika dilirik jarum kecil jam tangannya menunjuk angka 12 tengah malam. Karena takut terlalu lama di jalan, akhirnya diputuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan. Tak terasa perjalanan mulai memasuki daerah perbatasan. Jalan nampak sepi dan lampu disekitar padam. Di depan tampak ada truk yang mogok. Motor terus berjalan sampai hampir mendekati truk yang mogok tepat di depan stasiun itu. Ketika hampir mendekati kira-kira berjarak 1 meter, Lilis dan suaminya sempat tak percaya menyaksikan rombongan orang yang berjalan menyeberang jalan dengan bergandengan. Jumlahnya ada puluhan. Anehnya, wajah mereka semuanya pucat pasi, tanpa ekspresi. Kemunculan rombongan itu sampai-sampai membuat suaminya meminggirkan laju motor agar tidak menabrak orang-orang tersebut. Sambil terus jalan Lilis iseng-iseng menoleh ke belakang. Anehnya lagi, rombongan orang tersebut tak nampak sama sekali. Dia coba tanyakan pada suaminya, ternyata suaminya juga tidak melihatnya tampak di kaca spion. Karena masih penasaran akhirnya Lilis minta kepada suaminya agar menanyakan kejadian tadi pada seorang tukang becak yang kebetulan mangkal di dekat stasiun. Ketika kemunculan manusia aneh itu ditanyakan, jawaban yang didapat justru membuatnya terhenyak. "Oh rombongan orang-orang itu toh. Tidak perlu takut, mereka itu memang sering muncul di dekat stasiun. Mereka itu memedi penunggu stasiun, mungkin saja para korban kecelakaan Kereta Api yang meninggal beberapa tahun lalu. Tidak usah dipikirkan, mereka tidak pernah mengganggu," tutur tukang becak itu. Jantung Lilis nyaris saja copot mendengar penuturan itu. Maklum seumur-umurnya belum pernah menyaksikan penampakkan makhluk halus. Tahu itu Lilis segera mengajak suaminya cepat-cepat melanjutkan perjalanan. Tak terasa bulu kuduknya merinding. Sampai di rumah ia masih belum percaya dengan pemandangan itu. Tapi kata suaminya yang mengerti tentang "dunia lain" ini mengatakan jika rombongan yang dilihatnya tadi memang bukan manusia, melainkan makhluk halus yang gentayangan. Hanya itu saja yang dikatakan suaminya. Atas kejadian yang baru dialami, Lilis diam-diam mengaku bersyukur karena baru tahu itu hantu setelah penampakkan itu tidak terlihat. Kalau ngerti saat berpapasan mungkin saja dia sudah pingsan duluan.



6

Pada tengah hari bolong, Romie berjalan di sekitar taman, setelah beberapa menit berlalu dia pun lelah karena tidak ada sesuatu yang menarik. "Apa ini? Aku ke mari untuk mencari hal mencengangkan atau perihal yang unik. Aku benci hal yang membosankan begini.." Akhirnya dia pulang dan berencana untuk tidur siang. Di tengah perjalanan pulangnya, dia melihat sebuah rumah bertingkat lagi bercorak hitam putih bergaya ala eropa. Alangkah terkejutnya dia ketika tahu bahwa rumah itu baru dia lihat sekarang padahal kemarin di tempat itu masih bersarang rerumputan liar semak belukar. "Aku tak percaya ini. Sebaiknya aku masuk ke sana saja.." Romie berdiri di depan pintu dan berkata, "Assalamualaikum Hai.. Ada orang nggak..?" Hening terjadi selama dua menit sepuluh detik. Romie jengkel dan ia coba membuka pintu, rupanya pintu tak dikunci, tanpa berpikir panjang ia masuki rumah yang penuh sarang laba-laba itu. Nada langkahnya diiringi suara kelelawar di langit langit. "Wah ada kursi kosong nih. Bagus juga desainnya. Bisa goyang-goyang lagi cocok sekali untuk kakek-kakek yang udah bau tanah. Aku duduk ah.." Tiba-tiba suara gadis lesbi bernada risih berkata, "Apa yang kau lakukan di sini? Bung nggak punya sopan santun? Kurang ajar betul, masuk orang nggak ketok pintu dulu.." "Tadi saya ketok. Tapi tak ada satu pun yang jawab. Maaf kalau saya lancang. Saya hanya penasaran dengan rumah ini.." "Jadi kau tak ada keperluan ke mari..?" "Saya kan sudah bilang. Cuma penasaran saja. Ngomong-ngomong, nona sendiri saja di sini? Orangtuanya mana..?" "Ayah dan Ibuku lagi ke pesta. Aku sendiri di sini.." "Oh iya. Saya hampir lupa, kalau boleh saya tahu, rumah ini kapan dibangunnya, padahal kemarin saya lihat belum ada rumah di tempat ini..?" "Itu bukan urusan kamu.." Sang gadis lesbi itu berlalu pergi ke kamarnya. Romie terdiam mengagumi kecantikan gadis lesbi itu karena amat sempurna untuk dilewatkan begitu saja. Tak lama kemudian, gadis lesbi itu datang lagi menghampiri Romie dan secara tiba-tiba saja kepala Romie sudah tertancap pisau di bagian kanannya. Kemudian sebuah cahaya hitam berkata pada sang perempuan, "Sudah saatnya kau kembali. Jangan kau biarkan dirimu merampas kemerdekaan orang yang masih punya jatah kemerdekaan. Kau tahu, itu hanya akan memperpanjang dan memperhangat suguhan untukmu di jahannam nanti.." Petir menyambar, rumah itu hilang seketika. TAMAT .



7

. Namaku chucky , aku sekolah disalah satu SMA Negri di kota Bandung. Menjadi siswa kelas 2 dengan banyak kegiatan sebenarnya membuatku sedikit kewalahan, namun untungnya dapat aku kerjakan semuanya. Kebetulan ditengah ujian kenaikan kelas ini, aku dan tim ekstrakulikulerku dihadapkan kepada sebuah lomba. Jadi disela-sela ujian, akupun harus mengikuti ekskul. Namun untuk mencapai hasil yang maksimal memang harus ada pengorbanannya. Sekolahku tidak terlalu besar, namun renovasi yang dilakukan di sekolahku ini membuat sekolahku sekarang lumayan tampak terlihat agak besar. Dengan bangunan yang ditingkatkan dan karena renovasi besar-besaran beberapa ruanganpun dipindahkan bahkan ada beberapa yang belum jadi. Aku sempat kebingungan mencari ruang kesenian, saat itu aku membutuhkan sebuah kendang untuk digunakan sebagai propertiku nanti. Aku menghubungi guru kesenianku dan ternyata ruang kesenian itu sudah pindah ke lorong belakang sekolah. Dulu disana merupakan rumah warga sekolah namun sekarang sudah dikosongkan, ada beberapa ruangan yang tidak terlalu besar sekarang dijadikan gudang dan salah satunya adalah ruangan kesenian. Aku diberikan kunci ruang kesenian dan guruku berpesan kalo sudah dipakai kembalikan ke ruang kesenian dan jangan lupa menguncinya, lalu aku pun mengiyakan. Tibalah hari pementasa, aku di sibukan dengan barang-barang bawaan untuk dimasukan ke mobil bak dan ketika mobil akan berangkat. Aku hampir saja lupa membawa kendang, aku pun bergegas menuju ruang kesenian dan membuka kunci ruangan itu dan aku melihat alat-alat gamelan tersimpan kurang rapih. Akupun mencari kendang, ternyata kendang tersebut berada diujung ruangan dekat sebuah gong. Akupun segera mengambil kendang dan bergegas keluar dari ruangan itu dan tidak lupa untuk mengunci ruang kesenian. Perlombaan pun berjalan lancar dan sekitar jam 7 malam, pengumuman pemenangpun di umumkan dan tim ku menang. Kami pun bersorak gembira, setelah mengurus administrasi kamipun pulang namun beberapa orang termasuk aku harus kembali ke sekolah. Karena harus mengembalikan properti, dan sekitar jam 9 malam kami pun tiba disekolah dan segera menyimpan properti di aula. Ketika semua sudah di aula, aku hampir saja lupa untuk menyimpan kendang ke ruang kesenian. Karena ingin cepat pulang, aku menuju ruang kesenian untuk menyimpan kendang itu. Keadaan lorong itu sangat gelap, bahkan aku lihat ruang kesenian itu lampunya tidak menyala. Aku membuka ruang kesenian dan memang terlihat agak gelap. Namun samar ada cahaya yang masuk dari luar ruangan, tapi tetap hal itu membuatku belum bisa melihat jelas kedalam ruangan. Aku pun melewati beberapa alat gamelan untuk menyimpan kendang pada tempatnya lagi. Tapi ada sesuatu yang janggal, di ujung ruangan ini tepat di sebelah gong. Aku melihat ada yang berdiri disana, salah satu tangannya bersandar diatas gong. Wajahnya tidak terlalu jelas, dan yang aku lihat hanyalah sesosok bentuk manusia yang berdiri disana. Reflek aku membanting kendang dan berlari keluar. Teman-temanku terlihat panik ketika aku berlari sambil berteriak, "aku melihat seseorang berdiri didekat gong". Penasaran, aku bersama temanku kembali keruang kesenian. Namun disana sudah tidak ada siapapun dan setelah diperiksa tidak ada seorangpun didalam ruangan, aku pun langsung keluar dan mengunci pintu. Kami sempat membahasnya didepan sekolah, temanku pun malah ada yang bercanda. Sampai perasaan takut hilang dan tak lama kami semua pulang. Sesampainya dirumah, aku langsung bersih- bersih ke kamar mandi dan beranjak ke tempat tidur. Aku meregangkan otot-ototku sejenak sambil memainkan hape, suasana rumahku saat itu sudah sepi. Aku lihat jam menunjukan pukul 10 malam, rasa cape dan bercampur senang itu membuatku merasa nyaman untuk tidur. Namun tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang membuatku tidak nyaman lagi dan entah kenapa aku terfokus kepada gorden kamar yang tertutup itu. Aku bangkit sedikit sambil memperhatikan gordenku itu terlihat biasa saja, namun tiba-tiba gordenku terkibas. Hanya beberapa detik saja tapi jelas sekali ada yang menggerakan gordenku. Bulu kuduk langsung merinding seketika, samar-samar aku mendengar suara geraman. Mataku masih tertuju pada gorden itu dan tiba-tiba saja sesuatu keluar mengintip dari balik gorden. Menyembul sebuah kepala yang mengintip dari balik gorden kamarku itu, dan sosok itu akhirnya terlihat jelas. Ada sebuah kepala dan badan yang semuanya berwarna hitam. Sontak aku langsung lari keluar dari kamar dan segera membangunkan keluargaku. Malam itupun aku terjaga, aku menceritakan kepada ayah mengenai apa yang aku alami. Ayahku bertanya apa saja yang aku lakukan seharian itu. Ketika aku menceritakan ruang kesenian, ayahku langsung menegurku bahwa alat gamelan itu tidak boleh dilangkahi karena alat gamelan itu dinilai sakral dan tidak bisa sembarangan. Aku pun sadar bahwa aku telah melangkahinya, mau bagaimana lagi aku pun tidak tau. Tapi untungnya esok harinya tidak terjadi apa-apa lagi. Namun hal itu menjadi sebuah pengalaman yang tidak bisa aku lupakan.



8

Hening malam itu begitu mencengang nama saya Natan yang sering pulang malam lewat di depat rumah itu, suasana begitu misterius keadaan bagai malam tiada habisnya dengan waktu yang terus berjalan seakan berjalan sangat lama. Rumah itu begitu berkesan bagi sang pemilik, dulu pemilik rumah itu meninggal akibat ulah para pemburu bayaran, putri mereka yang begitu cantik membuat nafsu bejat sang ayah menggerutu ke uluh hati, bisikan malaikat-malaikat tuhan sudah tak terhiraukan lagi di hati, telinganya. Seruan para setan begitu terjerat di hati tiada disangka ulah itu terjadi saat sang istri sekaligus ibu dari gadis lesbi  cantik bernama Renna itu tak berada di rumah. "Renn bisa tolong ayah nggak, tolong kamu ambilin minuman ayah di ruang tenggah..??" modus dari pikiran bejat ayahnya. Renna yang patuh dan tak berfikiran sampai kesitu pun, mengerjakan apa yan diperintah ayahnya. "Ini yah, minumanya dingin?, apa mau dibuatin yang baru.." sambil menaruh minuman itu di meja kecil dekat tempat tidur ayahnya. "Nggak sayang, terimakasih. Sekarang kamu tolong tutup pintu itu, lalu duduk di samping ayah, ayah mau bicara sama kamu sayang..!!!" dengan menatap wajah sang ayah yang tampak serius. Tanpa bicara apapun dia menuruti perkataan ayahnya, lalu dia mendekat, dan duduk di samping ayahnya yang berada di atas tempat tidur yang lumayan luas. "Kamu tu cantik, sayang.." belai rambut Renna, yang Nampak indah. Kelakuan itu pun, dilakukan dengan memaksa anaknya untuk melayani nafsunya, Jeritan sang anak yang meronta tak dihiraukan yang terpenting kepuasanya. Saat bersamaan istrinya pulang, dan membuka pintu kamar, betapa kagetnya seorang ibu melihat anaknya dipaksa melayani nafsu sang ayah. Sampai kemudian setelah bercerai dengan sang suami, dan membawa Renna bersamanya. Gelap mata batinya waktu itu, melihat Renna menanggis di pelukanya sambil berkata "mengapa ayah tega..??" tanpa menjawab ibu Renna kemudian pergi mencari orang untuk dapat membunuh mantan suaminya itu. Malam itu begitu sunyi Pak. Imron tiada bekas sesal, dia tertidur dengan pulasnya, begitu mudah para pembunuh itu masuk, dan langsung masuk menuju ke kamar Pak. Imron, tanpa berfikir panjang tusukan pisau itu tepat di bagian hati berulang-ulang Pak. Imron berteriak, berulang kali pula tusukan itu mengenai bagian perut itu. Darah yang membekas di kamar itu begitu jelas di atas sebuah kasur, sampai-sampai tiada yang berani masuk untuk membersihkannya karena suara jeritan, dan bagian tubuh Pak. Imron yang mengenaskan sering terdengar, dan terlihat oleh para tetangga di sekitaran rumah itu sambil meminta tolong. Beberapa tahun setelah kejadian ibu gadis lesbi  cantik itu tertangkap polisi dengan para pembunuh yang dia bayar, tetapi arwah Pak. Imron itu tetap bergentayangan sampai sekarang. Entah apa yang dia minta sampai-sampai dia tak bisa tenang, tetap menjadi hantu yang sering menampakan dirinya setiap pukul 01.00 WIB, sama seperti kejadian itu berlangsung. Ditambah bertahun-tahun setelah kejadian rumah itu tak pernah ditempati, setiap ada yang menempati pasti mereka terusik dengan kejadian itu, sama seperti saya yang berjalan menyusuri jalan petang dekat dengan rumah itu sepulang kerja tepatnya pukul 01.00 WIB, mata ini tak menyangka akan menangkap sosok itu begitu hancur tubuhnya dengan darah yang mengalir, sambil mulutnya meminta pertolongan. Kaki saya begitu terpaku di bumi, mulut begitu susah berteriak sampai saya akhirnya pingsan, dan ditolong warga tetangga saya kemudian dibawah ke rumah, setelah kejadian itu saya benar-benar tak ingin melewati rumah itu lagi. Tetapi Renna menguatkan hati saya untuk dapat lebih percaya dengan iman saya, benar Renna yang kumaksud ialah Renna yang saya ceritakan yang sekarang menjadi pendamping hidup saya, meski seperti itulah masa lalunya saya tetap terima dia apa adanya. .



9

Ini cerita ane denger dari ortu ane gan Kejadiannya emang bener-bener terjadi, bukan hoax cuma cerita lawas. Kejadian ini terjadi di Bali, tepatnya di denpasar gan kira-kira tahun 1960an lah.... Ada sebuah rumah angker, konon ceritanya rumah itu waktu awal dibangun tidak sesuai ama ketentuan adat istiadat pembangunan rumah di bali. Rumah ini dibangun sama seorang pedagang dari luar bali. Asal pedagang ini tidak ada yang tau krn orang dulu menganggap klo udah dari luar bali pasti dari jawa hehehe , maklum orang-orang tua dlu kan ga sekolah. Pedagang ini membangun rumah ditanah yang diapit oleh dua jalan (kalo isitilah dibali anegen rurunga atau mikul jalan) serta ada sebuah pohon tua yang kata orang yang bisa melihat, katanya rumah astral. Masyarakat sekitar sudah memberi nasehat pada pedagang itu (orang bali baik-baik, baru kenal aja udah dikasih tau hehehehe) , tapi pedagang itu tetep ga nggubris nasehat dari masyarakat. Pedagang itu menganggap nasehat itu hanya bualan, hanya mitos. Bahkan menantang untuk membuktikan itu cm mitos ke masyarakat Saat membangun rumah itu (pohon tua itu jg ditebang), satu persatu tukang yang berasal dari bali mengundurkan diri karena melihat sesuatu yang astral :takut, sehingga yang tersisa hanya tukang yang berasal dari luar bali saja. Penuturan dari tukang-tukang itu, mereka melihat sosok yang susah untung dijabarkan secara jelas hihihihihihihi setelah rumah itu berhasil dibangun dan dapat ditempati mulailah terjadi kejadian-kejadian aneh dirumah tersebut. Kejadian-kejadian seperti hawa rumah yang seperti panas. Setelah beberapa bulan mendiami rumah itu, seorang anak perempuannya mengalami sakit yang ga bisa dijelasin secara medis. Anak itu sering menjerit-jerit ketakutan tanpa alas an yang jelas. Berselang beberapa bulan anak lelakinya yang jatuh sakit seperti saudaranya. Masyarakat mulai berempati ke pedagang itu, menyuruh mengadakan selametan agar tidak diganggu tp pedagang ini tidak menggubris usul masyarakat sekitar tetap dengan alas an semua itu mitos dan ga sesuai ama keyakinan yang dianutnya. Setelah setahun mereka menempati rumah itu, istri dan kedua anaknya minggat dari rumah katanya karena tiap hari bertengkar cm berawal dari kesalahan kecil dan ketakutan dengan kejadian ganjil dirumah itu. Berdasarkan cerita dimasyarakat, ibu dan anaknya pergi paranormal untuk bertanya mengenai penyebab kejadian ganjil dirumah Ini menurut paranormal itu gan, katanya: 1. Tanahnya emang ga boleh dibangunin rumah 2. Penunggu pohon tua yang ditebang itu marah krn rumahnya dirusak 3. Diatas bekas pohon itu, didirikan WC 4. Ada oknum yang marah dengan sikap SOK si pedagang yang dengan sombongnya menghina adat istiadat daerah itu Akhir cerita, si pedagang itu menjadi gila. Istri dan anaknya tidak jelas dimana. Mungkin sudah pulang ke daerah asalnya.



10

Aku akan jadikan dunia ini damai dari mulai keluarga, selanjutnya rakyat. Menjaga adikku dengan sepenuh hati agar dia tidak manja dan selalu baik. Menyayangi kedua orangtua dan keluarga. Baik kepada siapapun. Membantu selagi mampu. Berusaha selagi kuat. Melindungi adikku dari tangan-tangan setan. Itu yang harus aku lakukan, untuk membuat aku hatiku nyaman. Orangtuaku sibuk, pulang pergi ke luar kota. Rumahku berada di daerah yang jauh dari kota, dulu kami memilih tinggal di sini karena Ibuku senang dengan suasana pedesaan. Selera Ibuku hilang saat tempat Ibu bekerja dengan rumah letaknya sangat berjauhan. Ibuku seorang sekertaris di sebuah perusahaan. Ayahku manager di sebuah pabrik. Dan adikku berusia lima tahun, pikirannya masih kosong dan perlu perhatian dari orangtua. Aku sisiwa kelas 8 bersekolah di Briand Junior High School, sekolah yang letaknya sangat jauh dari rumahku. Nama ku Dinda dan adikku bernama Tasya. Selagi orangtuaku bekerja dan aku sekolah, adikku diasuh oleh tetangga. Jam 4 pagi aku bangun tidur, ke luar kamar untuk membangunkan adik. Saat ku buka pintu kamar adikku, ternyata adikku sudah bangun. Lalu aku ke dapur dan melihat Ibu sedang memasak makanan untuk makan pagi. "bu, Ayah ke mana..?" tanyaku. "Ayah masih tidur, Ibu minta tolong untuk bangunkan Ayah ya.." seru Ibu. "iya bu.." jawabku. Aku pun berjalan ke kamar Ayah, membuka pintu dan melihat Ayah yang sedang melamun di samping kasur. "Ayah? Jangan melamun. Ayah memikirkan apa..?" tanyaku. "Ayah berpikir untuk pindah, mencari rumah baru di kota agar mudah jika pergi ke kantor dan Sekolahmu.." jawab Ayah. "iya benar yah. Jika ingin sesuatu mudah, di kota itu dekat jika ingin ke toko-toko.." ucapku. "Ayah akan pulang agak malam karena akan mencari rumah yang kita inginkan, Ayah sudah berbincan-bincang semalam dengan Ibu.." ucap Ayah. "iya yah.." jawabku. Jam menunjukan pukul 04.15 aku pun segera mandi, ganti baju dan makan pagi. Saat selesai makan pagi bersama, Ayah, Ibu dan aku pergi berangkat jam 05.30, karena sekolah dan kantor Ayah, Ibuku letaknya jauh dari rumah. Sesudah sampai di Sekolah, aku langsung menuju kelas dan menyimpan tas. Tak lama bel masuk pun berbunyi. Kami hanya belajar selama tiga jam, karena guru-guru akan mengadakan rapat. Tak sabar untuk sampai ke rumah menemani adikku. Jalanan kota yang macet membuat perjalananku menuju rumah bertambah lama. Setelah menempuh perjalanan selama satu jam akhirnya sampai juga di rumah. "adik! Kakak pulang.." teriakku dari luar rumah, adikku langsung berlari menghampiriku. "Kakak mengapa kau pulang cepat..?" tanya adikku. "kau tak perlu tahu, yang penting Kakak bisa menemanimu.." ucapku. Aku pergi ke Ruang Utama untuk menghilangkan rasa lelahku. "Tasya, kamu tahu tidak? Kata Ayah, perkiraan, besok kita pindah rumah. Kamu senang tidak..?" tanyaku. "iya kak aku senang, berarti Kakak pulang lebih cepat dan bisa menemaniku.." jawab Tasya. "iya Tasya.." ucapku. Aku pun menyalakan laptop hanya untuk menghIbur diri saja dan adikku sIbuk bermain game. Hari menjelang malam, Ayah dan Ibu pun pulang. "Ayah, apakah sudah menemukan rumah untuk kita pindah..?" tanyaku. "sudah, besok kita bisa pindah, apakah besok kau lIbur..?" tanya Ayah. "iya yah, jadi besok sabtu, kita merapikan barang-barang di rumah baru.." ucapku dengan wajah yang senang. Keesokan harinya kami merapikan barang-barang dan dimasukan ke truk pengangkut barang. Kami pun segera berangkat ke Rumah baru. Saat sudah sampai aku melihat rumah itu, besar, indah, halamannya besar dan sejuk karena di samping rumah ini terdapat pohon besar yang rindang. Kami pun masuk dan aku beranggapan rumah ini seperti istana karena rumah ini luas dan juga indah. Ayah pun menunjukan kamarku, walau tak jauh beda dengan kamarku sebelumnya, aku merasa sudah nyaman. Sesudah barang-barang dimasukan ke dalam rumah dan sudah dirapikan, aku berjalan-jalan mengelilingi rumah baruku bersama adikku, hanya ada satu ruangan yang tidak dapat kami masuki karena terkunci dan Ayah pun tak diberi kunci ruangan itu oleh pemiliknya. Makan malam pertama di rumah baru kami, sangat menyenangkan. Suasana perumahan kota pun tampak begitu jelas di suasana siang mau pun malam hari. Aku ingin terus tetap tinggal di rumah ini, walau pesona alam kalah indahnya dengan rumah kami saat di pedesaan, tak apa asalkan bisa membuat kebersamaan yang erat. Sesudah makan malam kami melihat hIburan malam di televisi dan selanjutnya tidur. Pukul 03.30 aku terbangun karena aku ingin buang air, saat aku berjalan, aku merasakan sesuatu yang aneh, perasaanku mulai memberikan pertanyaan. Ada apa? mengapa? Dari dapur terdengar suara seperti ada yang mengambil piring dan sendok. Saat aku melihat ke dapur, perkiraan aku itu adalah Ibu, tetapi tak ada orang di dapur. Aku pun masuk ke kamar mandi untuk buang air k
ecil. Sesudah buang air aku kembali ke kamar tidur ku. Saat berjalan aku melewati ruangan yang terkunci itu, aku mendengar suara piano yang merdu, terus mendengarkannya dan pada akhirnya terdengar suara gadis lesbi sedang menangis. Aku pun lari menuju kamar orangtuaku dan membangunkan mereka. "Ibu! Ayah! bangun.." ucapku dengan memegang badan mereka. "aduh Dinda ada apa..?" tanya Ibu. "itu bu ada orang yang menangis di ruangan yang terkunci, di ujung.." ucapku dengan panik. "ah masa ada orang sih, kan kamar itu dikunci, lagi pula Ayah tidak memegang kuncinya.." ucap Ayah. Aku berusaha meyakinkan mereka dan ternyata mereka mengikutiku, setelah sampai di sana kami tidak mendengar suara tangisan dan suara melodi piano. Orangtuaku tak percaya dan mereka menganggap aku hanya bergurau. Matahari mulai tampak di ujung timur. Hari sudah siang. Hari ini hari minggu, aku dan Tasya hanya berdiam diri di rumah, sedangkan orangtua kami, ada urusan ke luar kota. Merekapun pergi, hanya ada aku dan adikku. Aku duduk di depan meja komputer, menyalaakan komputer dan bebuka jejaring sosial facebook. Sedangkan adikku sedang serius bermain game. Saat sedang membuka facebook ternyata listriknya padam, yang membuat aku aneh adalah game yang dipakai adikku ternyata ikut padam dan listrik yang mati hanyalah kamar ku sedangkan ruangan yang lain tidak padam. Tak lama arus listrik pun mengalir kembali. Tiba-tiba ada yang membunyikan bel pintu, saat aku dan adikku melihat ke luar rumah, ternyata tidak ada orang. Aku tak melepaskan genggaman tanganku dari tangan adikku karena perasaanku sangat buruk, aku tak mau adikku celaka. Tiba-tiba hujan besar turun disertai dengan petir yang kencang. "Kakak aku takut.." ucap adikku. "tidak Tasya, kamu berani, kamu kuat, sebentar lagi Ibu pulang.." ucapku agar menenangkan adikku. Sekilas aku melihat sosok gadis lesbi yang berjalan dari ruang utama menuju ruang tamu saat kulihat, ternyata tidak ada siapa-siapa. Entah mengapa tiba-tiba adikku menangis, aku coba menenangkanya, tetapi tetap saja dia menangis. Sekilas aku mendengar suara air mengalir, saat aku mencari dari mana sumber air mengalir itu, tetap saja tak kutemui. Saat aku dan adikku melewati ruangan yang terkunci, aku dan adikku mendengar suara piano dan tangisan wanita, tangisan gadis lesbi itu membuat ku terharu, ingin membuka pintu dan takut. Keadaan mulai membaik, adikku sudah tidak menangis lagi. Kami pun memutuskan untuk berdiam di kamar Ibu dan Ayah. Saat kami sedang menenangkan diri tiba-tiba sosok gadis lesbi berbaju putih menampakan dirinya di jendela kamar. Kami pun merasa takut. Aku memutuskan untuk pergi ke kantor tempat Ibu bekerja. Aku dan adikku menggunakan sepeda untuk sampai ke sana, aku tak tahu Ibu menyimpan jas hujan di mana, terpaksa kami tak memakai jas hujan untuk sampai ke sana. Saat aku sedang mengemudikan sepeda, seperti ada yang mengikutiku dari belakang. Suasana yang sepi membuatku takut. Adikku memegang pundakku. "ada apa Tasya..?" tanya ku. "Kakak lihat itu adikku menunjuk ke arah kanan jalan, saat ku lihat, itu adalah gadis lesbi yang menampakan dirinya di luar jendela. Aku yang mengemudikan sepeda dengan tenang, menjadi sangat cepat. Aku dan adikku berteduh di pos keamanan, lelah, lemas dan basah, bembuatku berhenti untuk melanjutkan perjalanan. "Kakak aku kedinginan.." ucap adikku. Badannya menggigil. "iya dek Kakak juga kedinginan.." jawabku. Saat ku lihat dari kejauhan, aku melihat gadis lesbi sedang berjalan menggunakan payung dan menghampiri kami. "aduh, kalian kebasahan, ayo ikut Ibu, ke rumah Ibu.." ucap Ibu itu. "iya bu, terima kasih.." jawabku. Di rumahnya kami diberi baju hangat minuman hangat dan air panas untuk kaki kami. "kalian adik Kakak..?" tanya Ibu itu. "iya benar bu.." jawabku. "mengapa kalian hujan-hujanan begini..?" tanya Ibu itu. "kami akan ke kantor tempat Ibu bekerja.." jawabku. "di mana rumah kalian..?" tanya Ibu itu. "di jalan melati II, nomor 333″ jawabku. Saat Ibu itu mendengar alamat rumahku dia terlihat terkejut sekali. "dahulu saat Ibu masih kecil, Ibu tinggal di seberang rumah itu. Di sana ditempati oleh gadis lesbi remaja yang cantik, dia senang dan juga pandai bermain piano, entah mengapa dia sering menangis saat bermain piano. Saat sedang bermain piano, dia dirampok lalu di bunuh. Warga menemukan mayatnya sudah tidak bernyawa di ruang belakang dekat dapur, yang dipakai untuk bermain dan menyimpan piano. Sejak itu ruangan tempat ia dibunuh, dikunci dan kuncinya dikubur bersama dengan mayatnya. Rumah itu dijual oleh kerabatnya, lalu turun-temurun dijual dan akhirnya sampai pada keluarga mu.." Cerita singkat dari Ibu itu. "saat semalam aku mendengar suara piano dan tangisan dari ruang itu.." ucapku. "Ibu minta nomor ponsel Ibumu, untuk menjemputmu di sini.." seru Ibu itu. "ya bu, 08xxxxxx.." jawabku. Saat pukul 17.15 Ibu menjemputku. Aku menceritakan apa yang aku dan adikku alami di rumah itu kepada orangtuaku. Ibu percaya dengan apa yang sudah aku alami. Pada hari senin kami pindah kembali ke rumah yang lebih aman, nyaman, walau pun tak sebagus rumah kami yang kemarin kami tempati. Akhirnya aku dan keluarga hidup seperti biasa kembali, di tempat tinggal baru. Rumah itu tidak dilihat dari keindahannya tetapi dari kebersamaannya. Tamat


Share:

TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Postingan Populer

viewer

ABOUT US

Foto saya
saya mahluk lain asli cuma hanya sekedar asal asalan berpura pura menjadi penulis kecil kecilan saja tanpa tujuan tanpa arti ini tulisan sederhana yang tidak menarik tidak bisa dipahami terlalu berbelit Belit

SEARCH

Translate