pariwisata 5

 akomodasi diusahakan berada 
di tengah-tengah atau berdekatan dengan tempat atraksi wisata. Jauh dan dekat di sini 
harus diartikan berdasar kenyamanan, waktu dan biaya untuk mencapainya. Meskipun 
jaraknya jauh, kalau dapat dicapai dalam waktu singkat dan nyaman dengan biaya murah, 
jarak itu yaitu  dekat. Sebaliknya,jarak yang dekat menjadi jauh kalau untuk mencapainya 
diperlukan waktu yang lama dan perjalanan yang tidak enak dan dengan biaya mahal. 
Persyaratan sentralitas perlu dipertimbangkan karena berkaitan  dengan aktivitas 
turis  yang sebagian besar waktunya untuk mengunjungi obyek dan atraksi wisata. 
Bila jarak antara atraksi wisata dengan akomodasi berjauhan memicu turis  
mengalami kelelahan akibatnya turis  tidak betah tinggal lama di area  tujuan wisata 
ini . Apabila persyaratan sentralitas itu menghubungkan sarana akomodasi dengan 
atraksi wisata, maka sarana itu juga dituntut memenuhi syarat untuk mudah ditemukan dan 
mudah dicapai. Lokasi yang amat tepat yaitu  dekat terminal-terminal angkutan, bandar 
udara, stasiun kereta api dan pelabuhan. Sedangkan lokasi lainnya dapat berada di 
sepanjang jalan raya atau jalan poros kota. Akomodasi yang terletak di sepanjang jalan-
jalan itu dengan sendirinya akan dilalui turis . 
 Mengemas obyek dan atraksi wisata dan sarana akomodasi yang baik belum cukup 
untuk mendatangkan turis  ke area  tujuan wisata bila tanpa adanya kemudahan 
aksesbilitas menuju ke atraksi wisata. Sarana untuk mempermudah akses dan mobilitas 
turis  dapat dipenuhi dengan menyediakan sarana tranportasi baik melalui darat, 
udara dan laut. Dalam mengemas sarana transportasi yang baik perlu direncanakan di mana 
jasa kendaraan angkutan itu dapat diperoleh. Sebaiknya, jasa angkutan itu diselenggarakan  
antara tempat pemberangkatan (point of departure) dan tempat tujuan (point of arrival). 
Agar memiliki nilai tambah di mata turis , transportasi di area  tujuan wisata harus 
memiliki fasilitas yang berkualitas, pelayanan yang sempurna dan keramahtamahan.  
Mengemas ketiga hal yang telah dijelaskan diatas kurang lengkap bila tidak 
tersedia jasa pendukung lain, seperti restoran, bengkel, SPBU, katering, tempat hiburan 
dan sejenisnya. Sebagai contoh, jika jalan dan kendaraan menuju ke obyek dan atraksi 
wisata sudah bagus, orang masih akan berpikir apakah ia berani mengadakan perjalanan. 
Soalnya, ditengah perjalanan pengendara memerlukan makan, kendaraan bermotor 
memerlukan bahan bakar, kalau ada kerusakan mesin memerlukan bengkel. Tanpa jasa-
jasa pendukung kegiatan pariwisata tidak akan bisa beroperasional secara konsisten 
Penyempurna pengemasan, patut diperhatikan penataan lima jenis komponen area  tujuan 
wisata oleh Hadinoto (1996:36), berupa (1) gateway atau pintu masuk, pintu gerbang 
berupa bandar udara, pelabuhan laut, stasiun kereta api, dan terminal bis, (2) tourist centre 
atau pusat pengembangan pariwisata (PPP), yang dapat berupa suatu area  wisata ( 
resort) atau bagian kotayang ada, (3) attraction atau atraksi kelompok satu atau lebih, (4) 
tourist corridor atau pintu masuk wisata, yang menghubungkan gateway dengan tourist 
centre, dan dari tourist centre ke attraction, (5) hinterland atau tanah yang tidak dipakai  
untuk keempat komponen ini . 
turis  lazimnya datang lewat gateway, kemudian menuju ke Pusat 
Pengembangan Pariwisata dimana ia menemukan akomodasi dan semua usaha jasa 
pelayanan pendukung wisata, seperti restoran, toko cinderamata, biro perjalanan wisata, 
persewaan kendaraan, dan lain-lain. Dari pusat pengembangan pariwisata, ia mengadakan 
perjalanan wisata ke atraksi wisata, melewati koridor wisata. Sambil berjalan di koridor 
wisata, ia menikmati pemandangan indah dan kehidupan rakyat (desa, pengolahan tegal, 
dan sawah) yang disebut sebagai hinterland. Hinterland ini perlu tetap menarik, dan tidak 
diubah menjadi bangunan tinggi, pabrik dan sebagainya. Penetapan lokasi sebagai pusat 
pengembangan pariwisata (PPP) wajib memperhatikan sarana akomodasi, tempat hiburan, 
toko cinderamata, jarak menuju ke atraksi wisata tidak boleh terlalu jauh, dan armada 
transportasi perlu dibenahi dalam segi kuantitas, kualitas dan pelayanan karena sarana ini 
yang mengantarkan turis  ke obyek dan atraksi wisata yang hendak dikunjunginya. 
 
 Mengemas Pelayanan 
Pengemasan fasilitas-fasilitas produk pariwisata yang baik tidak akan cukup 
menarik turis  bila tidak diberi roh. Pelayanan yaitu  roh yang akan menggerakkan  
aktivitas pariwisata sebab yang dibeli oleh turis  yaitu  pelayanan sejak dia 
berangkat, datang ke area  tujuan wisata dan kembali lagi ke tempat asal. Menurut 
Sugiarto (1999:36) pelayanan yaitu  tindakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan 
orang lain (konsumen, pelanggan, tamu, klien, pasien, penumpang, dan lainnya) yang 
tingkat pemuasnya hanya dapat dirasakan orang yang sedang melayani maupun yang 
dilayani. 
Berkaitan dengan memberi  pelayanan yang perlu diperhatikan yaitu  tingkat 
kepuasan turis . Agar turis  terpuaskan selama melakukan perjalanan wisata, 
maka jasa-jasa pariwisata harus dapat menunjukkan kualitas jasanya. Terdapat dua faktor 
utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expected service dan perceived service. 
Apabila jasa yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas 
jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan 
pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya, jika 
jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa 
dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada 
kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan turis  secara konsisten 
(Tjiptono, 2002:60). 
Berkaitan dengan memperlihatkan kualitas jasa yang berperan sangat penting 
yaitu  contact personnel atau orang-orang yang terlibat dalam pariwisata, seperti pegawai 
pemerintah area , warga  dan industri jasa. Mereka inilah aktor utama yang dapat 
memuaskan turis . Sehingga usaha -usaha  yang harus ditempuh untuk memuaskan 
turis  dengan cara setiap orang yang terlibat melayani turis  harus memberi  
pelayanan yang unggul (service excellence), seperti disarankan Elhaitammy (Tjiptono, 
2002: 58) yaitu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan; 
berupa kecepatan, ketepatan, keramahan, dan kenyamanan. 
Keempat komponen ini  merupakan satu kesatuan pelayanan yang terintegrasi, 
maksudnya pelayanan atau jasa menjadi tidak unggul bila ada komponen yang kurang. 
Untuk mencapai tingkat unggul setiap orang harus memiliki ketrampilan tertentu, di 
antaranya berpenampilan baik dan rapi, bersikap ramah, memperlihatkan gairah kerja dan 
sikap selalu siap melayani, tenang dalam bekerja, tepat waktu, tidak tinggi hati karena 
merasa diperlukan , menguasai pekerjaannya, mampu berkomunikasi dengan baik, bisa 
memahami bahasa isyarat (gesture) turis , dan memiliki kemampuan menangani 
keluhan turis  secara tepat.  
Mengemas pelayanan yang unggul bukanlah pekerjaan mudah. Akan tetapi bila hal 
ini  dapat dilakukan, maka area  tujuan wisata yang menyelenggarakan pariwisata 
akan dapat meraih manfaat yang besar, terutama berupa kepuasan dan loyalitas turis  
yang besar. Untuk mewujudkan hal ini , perlu didukung komponen pariwisata yang 
terlibat, seperti pemerintah area , warga , industri jasa. Wujud dukungan yang harus 
dilakukan oleh komponen pariwisata yaitu  bekerjasama dan berkomitmen membangun 
pariwisata. 

 
Pariwisata yaitu  suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan 
warga , sehingga membawa berbagai dampak terhadap warga  setempat. Bahkan 
pariwisata dikatakan memiliki  energi dobrak yang luar biasa yang mampu membuat 
warga  setempat mengalami metamorfose dalam berbagai aspeknya.  
Interaksi yang bersifat akumulatif dan intensif antara turis  dengan warga  
setempat dapat menimbulkan dampak atau perubahan sosial budaya yang bersifat positif 
ataupun negatif. Dengan kata lain, interaksi lintas budaya yang muncul dalam pariwisata 
dapat menjadi keberuntungan atau malapetaka, dan hal ini sangat tergantung pada 
kebijakan pengembangan pariwisata yang diterapkan oleh pemerintah setempat. Dampak 
pariwisata dinilai bersifat negatif apabila menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak 
diinginkan atau merugikan eksistensi kebudayaan warga  setempat. Sebaliknya 
dampak pariwisata dinilai positif apabila mampu memberi  manfaat bagi kesejahteraan 
ekonomi warga , revitalisasi dan konservasi bagi eksistensi kebudayaan warga  
setempat, serta pelestarian lingkungan.  
Pariwisata memberi  peluang kepada warga  setempat untuk memperoleh 
berbagai manfaat dengan cara menawarkan barang atau jasa yang lazim pula disebut 
produk wisata. Produk wisata ini  terdiri dari tiga jenis, yaitu : (1) daya tarik area  
tujuan wisata, termasuk pula citra yang dibayangkan oleh turis ; (2) fasilitas di area  
tujuan wisata yang mencakup akomodasi, usaha pengolahan makanan, hiburan, dan 
rekreasi; dan (3) kemudahan-kemudahan mencapai area  tujuan wisata. Selain itu, produk 
wisata tidak hanya memiliki  segi-segi yang bersifat ekonomis, tetapi juga segi-segi yang 
bersifat sosial, psikologis, dan alamiah. Produk wisata itu dihasilkan oleh berbagai 
perusahaan, warga , dan alam. Jasa angkutan, penginapan, dan penyelenggaraan 
wisata merupakan jasa-jasa yang disediakan oleh berbagai perusahaan. Jasa-jasa seperti 
kondisi jalan, keramahtamahan penduduk, keamanan dan kenyamanan, merupakan jasa-
jasa yang disediakan oleh warga . Keindahan pemandangan alam, pantai, hutan, laut, 
dan sebagainya merupakan jasa-jasa yang disediakan oleh alam. Dalam kaitan ini tentu 

tidak bisa pula diabaikan beraneka rupa produk wisata yang berbentuk benda seperti 
berbagai jenis makanan, minuman, atau cinderamata yang sangat diperlukan  oleh 
turis . Keseluruhan barang dan jasa atau beberapa diantaranya merupakan hal yang 
bisa ditawarkan oleh warga  setempat kepada turis  (soebandrio, 1989 : 88-89). 
Pemanfaatan barang dan jasa baik yang disediakan oleh lingkungan alamiah 
maupun lingkungan sosial budaya dapat menimbulkan dampak biofisik, dan atau sosial 
ekonomi, serta sosial budaya . Dampak biofisik terutama 
berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada sistem lingkungan alamiah, baik karena 
rekayasa atau sebagai akibat ulah turis . Perubahan ekosistem karena rekayasa 
merupakan tindakan yang disengaja dan secara sadar dimaksudkan untuk menambah daya 
tarik objek wisata, misalnya pembangunan berbagai fasilitas pariwisata sehingga atau 
aspek rekreasi yang didapat oleh turis  dinilai melebihi daripada sebelumnya. Namun 
disisi lain mungkin saja terjadi perekayasaan itu menimbulkan perubahan-perubahan yang 
tidak diinginkan, karena menimbulkan gangguan terhadap ekosistem. Sedangkan dampak 
yang ditimbulkan oleh ulah turis  yaitu  perubahan atau gangguan yang terjadi 
sebagai akibat dari kelakuan turis , baik disadari atau tidak disadari, disengaja atau 
tidak disengaja, sehingga menimbulkan perubahan yang diinginkan atau tidak diinginkan 
terhadap ekosistem. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa pengembangan suatu 
area  sebagai objek wisata dapat menimbulkan dampak biofisik, sosial ekonomi, 
maupun sosial budaya, baik yang bersifat positif maupun negatif. Selanjutnya, apapun 
bentuk dampak ini  akan berpengaruh terhadap kesejahteraan warga  yang pada 
gilirannya dapat menurunkan jumlah kunjungan turis . Akhirnya manfaat yang 
diterima oleh mereka yang mengelola atau bergerak dibidang usaha pariwisata dengan 
sendirinya akan berkurang. Begitu sebaliknya, dampak sosial ekonomi yang memberi  
kesuksesan secara otomatis akan memberi  pengaruh positif terhadap kesejahteraan 
yang mereka harapkan.  dampak pariwisata merupakan wilayah kajian 
yang paling banyak mendapatkan perhatian dalam literatur, terutama dampak terhadap 
warga  lokal. Meskipun pariwisata juga menyentuh berbagai aspek kehidupan 
warga  seperti politik, keamanan, dan sebagainya, dampak pariwisata terhadap 
warga  dan area  tujuan wisata yang banyak mendapat ulasan yaitu  : 
b. Dampak terhadap ekonomi  
c. Dampak terhadap sosial budaya 
d. Dampak terhadap lingkungan  
    
Pada bab ini akan dibahas mengenai dampak positif dan negatif baik dibidang 
ekonomi, sosial budaya dan fisik yang ditimbulkan dengan kehadiran pariwisata sebagai 
roda penggerak ekonomi di area  tujuan wisata. 
  Dampak Pariwisata terhadap Perekonomian 
 Pariwisata seringkali dipersepsikan sebagai mesin penggerak ekonomi atau 
penghasil devisa bagi pembangunan ekonomi di suatu negara, tanpa terkecuali di 
negara kita . Namun demikian pada kenyataannya, pariwisata memiliki spektrum 
fundamental pembangunan yang lebih luas bagi suatu negara. Seiring dengan hal di atas, 
menurut IUOTO (International Union of Official Travel Organization) yang dikutip oleh 
soebandrio (1993), pariwisata mestinya dikembangkan oleh setiap negara karena delapan 
alasan utama seperti berikut ini: (1) Pariwisata sebagai faktor pemicu bagi perkembangan 
ekonomi nasional maupun international; (2) Pemicu kemakmuran melalui perkembangan 
komunikasi, transportasi, akomodasi, jasa-jasa pelayanan lainnya; (3) Perhatian khusus 
terhadap pelestarian budaya, nilai-nilai sosial agar bernilai ekonomi; (4) Pemerataan 
kesejahteraan yang diakibatkan oleh adanya konsumsi turis  pada sebuah destinasi; 
(5) Penghasil devisa; (6) Pemicu perdagangan international; (7) Pemicu pertumbuhan dan 
perkembangan lembaga pendidikan profesi pariwisata maupun lembaga yang khusus yang 
membentuk jiwa hospitality yang handal dan santun, dan (8) Pangsa pasar bagi produk 
lokal sehingga aneka ragam produk terus berkembang, seiring dinamika sosial ekonomi 
pada area  suatu destinasi. Pada sisi yang berbeda, walaupun pariwisata telah diakui 
sebagai faktor penting stimulator penggerak perekonomian di beberapa negara di dunia, 
namun pariwisata juga menyembunyikan beberapa hal yang jarang diungkap dan dihitung 
sehingga sangat sulit untuk ditelusuri perannya atau kerugiannya. Berikut beberapa 
dampak positif dan negatif pariwisata terhadap perekonomian.   
 Dampak Positif Pariwisata Terhadap Perekonomian 
1. Foreign Exchange Earnings 
Pengeluaran sektor pariwisata akan memicu perekonomian warga  lokal 
menggeliat dan menjadi stimulus berinvestasi dan memicu sektor keuangan 
bertumbuh seiring bertumbuhnya sektor ekonomi lainnya. Pengalaman di beberapa 
negara bahwa kedatangan turis  ke sebuah destinasi wisata juga memicu 
    
bertumbuhnya bisnis valuta asing untuk memberi  pelayanan dan kemudahan bagi 
turis  selama mereka berwisata. 
2. Contributions To Government Revenues 
Kontribusi pariwisata terhadap pendapatan pemerintah dapat diuraikan menjadi dua, 
yakni: kontribusi langsung dan tidak langsung. Kontribusi langsung berasal dari pajak 
pendapatan yang dipungut dari para pekerja pariwisata dan pelaku bisnis pariwisata 
pada area  wisata yang diterima langsung oleh dinas pendapatan suatu destinasi. 
Sedangkan kontribusi tidak langsung pariwisata terhadap pendapatan pemerintah 
berasal dari pajak atau bea cukai barang-barang yang di import dan pajak yang 
dikenakan kepada turis  yang berkunjung. 
3. Employment Generation 
Pada beberapa negara yang telah mengembangkan sektor pariwisata, terbukti bahwa 
sektor pariwisata secara internasional berkontribusi nyata terhadap penciptaan peluang 
kerja, penciptaan usaha-usaha terkait pariwisata seperti usaha akomodasi, restoran, 
klub, taxi, dan usaha kerajinan seni souvenir. 
4. Infrastructure Development 
Berkembangnya sektor pariwisata juga dapat mendorong pemerintah lokal untuk 
menyediakan infrastruktur yang lebih baik, penyediaan air bersih, listrik, 
telekomunikasi, transportasi umum dan fasilitas pendukung lainnya sebagai 
konsekuensi logis dan kesemuanya itu dapat meningkatkan kualitas hidup baik 
turis  dan juga warga  local itu sendiri sebagai tuan rumah. 
5. Development of Local Economies 
Pendapatan sektor pariwisata acapkali dipakai  untuk mengukur nilai ekonomi pada 
suatu area  wisata.  Sementara ada beberapa pendapatan lokal sangat sulit untuk 
dihitung karena  tidak semua pengeluaran turis  dapat diketahui dengan jelas 
seperti misalnya penghasilan para pekerja informal seperti sopir taksi tidak resmi, 
pramuwisata tidak resmi, dan lain sebagainya. 
   
Dampak Negatif Pariwisata Terhadap Perekonomian 
1. Leakage 
Kebocoran (leakage) dalam pembangunan pariwisata di area  wisata dikategorikan 
menjadi dua jenis kebocoran yaitu keboran import dan kebocoran export. Biasanya 
kebocoran import terjadi ketika terjadinya permintaan terhadap peralatan - peralatan 
yang berstandar internasional yang dipakai  dalam industri pariwisata, bahan 
makanan dan minuman import yang tidak mampu disediakan oleh warga  lokal 
atau dalam negeri. Khususnya pada negara-negara berkembang, makanan dan 
minuman yang berstandar internasional harus didatangkan dari luar negeri dengan 
alasan standar yang tidak terpenuhi, dan akibatnya produk lokal dan warga  lokal 
sebagai produsennya tidak biasa memasarkan produknya untuk kepentingan pariwisata 
ini . Besarnya pendapatan dari sektor pariwisata juga diiringi oleh besarnya biaya 
yang harus dikeluarkan untuk melakukan import terhadap produk yang dianggap 
berstandar internasional. Penelitian dibeberapa destinasi pada negara berkembang, 
membuktikan bahwa tingkat kebocoran terjadi antara 40% hingga 50% terhadap 
pendapatan kotor dari sektor pariwisata, sedangkan pada skala perekonomian yang 
lebih kecil, kebocoran terjadi antara 10% hingga 20%. Sedangkan 
kebocoran export seringkali terjadi pada pembangunan destinasi wisata khususnya 
pada negara miskin atau berkembang yang cenderung memerlukan modal dan 
investasi yang besar untuk membangun infrastruktur dan fasilitas wisata lainnya. 
Kondisi  seperti ini, akan mengundang masuknya penanam modal asing yang memiliki 
modal yang kuat untuk membangun resort atau hotel serta fasilitas dan infrastruktur 
pariwisata, sebagai imbalannya, keuntungan usaha dan investasi mereka akan 
mendorong uang mereka kembali ke negara mereka tanpa bisa dihalangi, hal inilah 
yang disebut dengan “leakage” kebocoran export. 
2. Enclave Tourism 
“Enclave tourism” sering diasosiasikan bahwa sebuah destinasi wisata dianggap hanya 
sebagai tempat persinggahan sebagai contohnya, sebuah perjalanan wisata dari 
manajemen kapal pesiar dimana mereka hanya singgah pada sebuah destinasi tanpa 
melewatkan malam atau menginap di hotel-hotel yang telah disediakan industri lokal 
sebagai akibatnya dalam kedatangan turis  kapal pesiar ini  manfaatnya 
dianggap sangat rendah atau bahkan tidak memberi  manfaat secara ekonomi bagi 
warga  di sebuah destinasi yang dikunjunginya.  
3. Infrastructure Cost 
Tanpa disadari ternyata pembangunan sektor pariwisata yang berstandar internasional 
dapat menjadi beban biaya tersendiri bagi pemerintah dan akibatnya cenderung akan 
dibebankan pada sektor pajak dalam artian untuk membangun infratruktur ini , 
pendapatan sektor pajak harus ditingkatkan artinya pungutan pajak terhadap 
warga  harus dinaikkan. 
4. Increase in Prices (Inflation) 
Peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa dari turis  akan memicu 
meningkatnya harga secara beruntun “inflasi” yang pastinya akan berdampak negatif 
bagi warga  lokal yang dalam kenyataannya tidak mengalami peningkatan 
pendapatan secara proporsional artinya jikalau pendapatan warga  lokal 
meningkat namun tidak sebanding dengan peningkatan harga-harga akan 
memicu daya beli warga  lokal menjadi rendah. 
5. Economic Dependence 
Keanekaragaman industri dalam sebuah perekonomian menunjukkan sehatnya sebuah 
negara, jika ada sebuah negara yang hanya menggantungkan perekonomiannya pada 
salah satu sektor tertentu seperti pariwisata misalnya, akan menjadikan sebuah negara 
menjadi tergantung pada sektor pariwisata sebagai akibatnya ketahanan ekonomi 
menjadi sangat beresiko tinggi. 
Di beberapa negara, khususnya negara berkembang yang memiliki sumberdaya yang 
terbatas memang sudah sepantasnya mengembangkan pariwisata yang dianggap tidak 
memerlukan sumberdaya yang besar namun pada negara yang memiliki sumberdaya 
yang beranekaragam harusnya dapat juga mengembangkan sektor lainnya secara 
proporsional. 
6. Seasonal Characteristics 
Dalam Industri pariwisata, dikenal adanya musim-musim tertentu, seperti misalnya 
musim ramai “high season” dimana kedatangan  turis  akan mengalami 
puncaknya, tingkat hunian kamar akan mendekati tingkat hunian kamar maksimal dan 
kondisi ini akan berdampak meningkatnya pendapatan bisnis pariwisata. Sementara 
dikenal juga musim sepi “low season” di mana kondisi ini rata-rata tingkat hunian 
kamar tidak sesuai dengan harapan para pebisnis sebagai dampaknya pendapatan 
indutri pariwisata juga menurun hal ini yang sering disebut “problem seasonal” 
berdasar pemaparan di atas, hampir semua literatur dan kajian studi lapangan 
menunjukkan bahwa pembangunan pariwisata pada suatu area  mampu memberi   
dampak-dampak yang dinilai positif, yaitu dampak yang diharapkan, bahwa peningkatan 
pendapatan warga , peningkatan penerimaan devisa, peningkatan kesempatan kerja, 
peningkatan pendapatan pemerintah, dan sebagainya. Di samping berbagai dampak yang 
dinilai positif, hampir semua penelitian juga menunjukkan adanya berbagai dampak yang 
tidak diharapkan (dampak negatif).   
 
 Dampak Pariwisata Terhadap Sosial Budaya 
 Secara teoritikal-idealistis, antara dampak sosial dan dampak kebudayaan dapat 
dibedakan. Namun sebagian besar ahli menggabungkan dampak sosial dan dampak budaya 
di dalam pariwisata ke dalam judul “dampak sosial budaya”(the sociocultural impact of 
tourism in a broad context). Menilai dampak sosial budaya pariwisata terhadap kehidupan 
warga  lokal merupakan suatu pekerjaan yang sangat sulit, terutama dari segi 
metodologis. Salah satu kendala yang hampir tidak dapat diatasi yaitu  banyaknya faktor 
kontaminasi (contaminating factors) yang ikut berperan di dalam mempengaruhi 
perubahan yang terjadi. Adalah sangat sulit mengisolasi suatu faktor penyebab, karena 
warga  tidak dapat diperlakukan seperti memperlakukan specimen dalam 
laboratorium, di mana berbagai faktor dapat dikontrol. Dalam kaitannya dengan dampak 
pariwisata terhadap kehidupan sosial budaya warga , harus dilihat bahwa ada banyak 
faktor lain yang ikut berperan dalam mengubah kondisi sosial budaya ini , seperti 
pendidikan, media massa, transportasi, komunikasi, maupun sektor-sektor pembangunan 
lainnya yang menjadi wahana dalam perubahan sosial budaya, serta dinamika internal 
warga  itu sendiri. Dengan kata lain, untuk melihat bahwa ada faktor lain yang 
berperan, diperlukan perenungan terhadap sebuah pertanyaan negatif, yaitu” kalau tidak 
ada pariwisata, apakah warga  dan kebudayaan di suatu area  akan tetap utuh 
sebagaimana diidealkan oleh kaum romantisme, ataukah akan berubah juga seiring dengan 
perkembangan dunia?” 
 Perlu juga dikemukakan bahwa dalam melihat dampak sosial budaya pariwisata 
terhadap warga  setempat, warga  tidak dapat dipandang sebagai sesuatu yang 
internally totally integrated entity,melainkan harus juga dilihat segmen-segmen yang ada, 
atau melihat berbagai interest groups, karena dampak terhadap kelompok sosial yang satu 
belum tentu sama bahkan bisa bertolak belakang dengan dampak terhadap kelompok sosial 
yang lain. Demikian juga mengenai penilaian tentang positif dan negatif, sangat sulit untuk 
digeneralisasi untuk suatu warga , karena penilaian positif atau negatif ini  sudah 
merupakan penilaian yang mengandung “nila” (value judgement), sedangkan nilai ini  
    
tidak selalu sama bagi segenap kelompok warga . Artinya dampak positif atau negatif 
masih perlu dipertanyakan, “positif menurut siapa dan negatif menurut siapa?” Terlepas dari berbagai kendala yang disebutkan di atas, berbagai kajian teoritis dan 
empiris yang dilakukan oleh sosiolog dan antropolog memang secara meyakinkan 
menemukan adanya berbagai dampak pariwisata terhadap warga  setempat, baik 
pariwisata secara individual ataupun bersama-sama dengan kegiatan lainnya . Berikut beberapa dampak negatif dan positif pariwisata terhadap 
budaya warga . 
Dampak negatif pariwisata terhadap budaya warga : 
1. Adanya komodifikasi tari-tarian sakral yang seharusnya hanya dipentaskan di 
tempat suci tetapi dipertunjukkan ke hadapan turis . 
2. Kerajinan tangan menjadi komoditi yang diperjualbelikan dan dijual dengan masal, 
sehingga nilai seni dan estetika kurang diperhatikan karena disesuaikan dengan 
tuntutan konsumen. 
3. pemakaian   simbol agama, artefak pada tempat-tempat yang tidak semestinya demi 
mendapatkan daya tarik tamu. 
Dampak positif 
1. Dengan diminatinya kesenian dan kerajinan oleh para turis , membuat 
penduduk lokal bergairah untuk mendalami seni tari dan seni budaya sendiri secara 
lebih mendalam dan menggali potensi-potensi yang ada, contoh : tercipta seni tari 
kreasi baru. 
2. Timbulnya kebanggaan dari penduduk lokal dengan mengetahui bahwa seni tari 
dan kebudayaannya dihormati dan dikagumi oleh orang luar. 
3. Dengan adanya pariwisata berarti adanya pertemuan dua budaya yang berbeda 
(cultural echange) yang pada akhirnya membuat para turis  memahami 
budaya lokal, sehingga pada akhirnya tercipta pengertian dan penghormatan 
terhadap budaya selain dari budayanya para turis  itu sendiri. 
 
Dampak sosial yang ditimbulkan oleh pariwisata terhadap area  tujuan wisata 
biasanya terjadi secara tidak langsung (indirect) dan prosesnya berlangsung secara lama. 
Pengaruh kegiatan pariwisata di negara-negara yang menerima kedatangan turis  
(tourist receiving countries), dilihat dari sudut sosiologi belum banyak dilakukan. 
Kenyataan di lapangan dengan berkembangnya pariwisata, orang-orang bebas bergerak 
   172 
dari suatu tempat ke tempat lain, dari lingkungan yang satu ke lingkungan yang lain yang 
sama sekali berbeda bangsa dan agama. 
Masing-masing turis  ternyata memiliki kebiasaan, tingkah laku dan keinginan 
yang berbeda-beda bahkan bertolak belakang dengan tata cara  hidup (the way of life) 
warga  yang dikunjungi. Gejala ini dapat membuat sektor pariwisata menjadi suatu 
yang dianggap peka yang dapat mempengaruhi hubungan antarbangsa. Dengan masuknya 
turis , sedikit banyak akan mempengaruhi penduduk setempat. Pengaruh itu dapat 
positif dan dapat pula negatif, tergantung dari bagaimana mengatur perencanaan pariwisata 
dilakukan. Sebagai contoh, kita angkat kasus yang terjadi di Bali sekarang. 
Sejak masuknya arus modal secara besar-besaran ke Bali tahun 1980-an, terjadi 
perubahan pola hidup warga  yang akhirnya memilih menjadi rentenir atau calo jual 
beli tanah. Walau sekitar 25 tahun yang lalu, tanah di Bali dapat dipakai tanpa dibayar 
imbalan apa-apa, tetapi sekarang tanah sudah menjadi komoditi yang baru dapat dipakai  
kalau kita berani membayar dengan mahal.  
Dulu tanah hanya sebagai alat “sekunder” dalam sistem sosial ekonomi adat 
warga  Bali, tetapi sekarang situasinya sudah berubah sangat drastis sekali, tanah 
dijadikan objek spekulasi, sehingga memberi  dampak dalam kehidupan sosial ekonomi 
warga  Bali, yaitu munculnya orang-orang kaya dari hasil pencaloan dan penjualan 
tanah. 
Selain itu, pola pikir warga  Bali kini jauh sudah berubah. Salah satu 
penyebabnya yaitu  meningkatnya urbanisasi tadi, yang akhirnya juga merubah stratifikasi 
kehidupan sosial warga nya dan keadaan bertambah parah lagi dengan derasnya arus 
masuk orang asing sampai-sampai ke desa yang sulit dikunjungi orang. Hal ini bisa dilihat, 
hampir lebih dari 30% penduduk Bali sekarang ini sudah menjadi penduduk kota dan tiap 
tahunnya tidak kurang dari 20.000 penduduk luar kota masuk ke Bali mencari kesempatan 
hidup dalam sektor kepariwisataan. Gejala ini harus selalu dicermati, karena dapat 
mempengaruhi sosio-ekonomi warga  lebih parah. 
Kita harapkan dengan adanya perencanaan pariwisata, kita hendaknya punya suatu 
patokan untuk dijadikan pegangan : sikap kita, pariwisata dapat saja berjalan terus, tetapi 
kita harus punya benang merah yang dapat memberi batas, sesuatu itu dapat saja berubah, 
tapi harus tahu apa saja yang boleh berubah dan mana yang sama sekali tidak boleh 
berubah. Dengan demikian pengembangan pariwisata tidak akan menimbulkan 
kegoncangan bagi warga . 
   173 
Menurut World Tourism Organization (WTO), pengaruh pariwisata terhadap 
kehidupan sosial warga  dapat disebabkan oleh 3 hal : 
1. Polarization of the population  
sesudah  setempat sudah terpolarisasi. Perolehan pendapatan warga  tidak 
proporsional, kebanyakan penduduk ingin menjadi kaya secara mendadak dan 
berusaha memburu dolar dengan jalan pintas tanpa memiliki keterampilan yang 
berarti. 
2. Breakdown of the family 
Yang dimaksud dengan ini yaitu , dengan masuknya turis  asing yang silih 
berganti dan terjadinya intensitas pergaulan antara yang melayani dan yang diberikan 
pelayanan, timbul ekses negatif demi memenuhi kebutuhan biologis masing-masing. 
Pria asing mencari wanita setempat dan pemuda setempat menawarkan diri sebagai 
gigolo. Akibat lebih jauh, banyak terjadi perceraian di area  tujuan wisata ini .  
3. Development of the attitudes of a consumption-oriented society : incidence of 
phenomena of social pathology 
Dalam hal ini, pengaruh lebih parah lagi, sebagai akibat berkembangnya tingkah laku 
warga  yang berorientasi pada konsumsi semata dan pengaruh penyakit 
warga  itu, maka muncullah : pelacuran, kecanduan narkoba, perdagangan obat 
bius, mabuk-mabukan dan ketidakpatuhan terhadap undang-undang yang berlaku. 
Namun demikian, segi positif dari kepariwisataan cukup banyak juga terhadap 
kehidupan sosial warga , seperti hal-hal sebagai berikut : 
1. Struktur Sosial  
Sebagai akibat pengembangan pariwisata, terjadi : 
--  Transaksi kesempatan kerja dari sektor pertanian ke sektor pelayanan 
--  Modernisasi dalam cara-cara pertanian dan penjualan hasil panen  
--  Pemerataan pendapatan warga  di area  tujuan wisata yang akan 
dikunjungi turis  
--  Berkurangya perbedaan dalam pendidikan dan kesempatan berusaha atau 
pekerjaan  
2. Modernisasi Keluarga 
--  Kaum wanita memperoleh status baru, dari petani tradisional berubah menjadi 
pedagang acung, pemilik toko cinderamata, restoran, atau bekerja pada 
kerajinan tangan dan karyawan hotel 
   174 
--  Terjadi kelonggaran perlakuan orang tua terhadap anak-anak, dari disiplin ketat 
menjadi anak yang bebas memilih sesuai dengan yang dicita-citakan 
3. Peningkatan dalam wawasan warga  
--  Terjadinya perubahan tingkah laku ke arah yang positif, terutama dalam etiket 
dan cara berkomunikasi antarsesama 
--  Dapat menghilangkan prasangka-prasangka negatif terhadap etnis. 
 
8.3 Dampak Terhadap Lingkungan  
 Pariwisata merupakan fenomena sosial yang memiliki  pengertian luas tergantung 
dari tujuan dan pendekatan masing-masing. Pariwisata yang mengkaitkan banyak sektor 
kegiatan, mendorong semua pihak khususnya pemerintah untuk menciptakan suatu kondisi 
yang mampu menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan kemampuan. Hal ini  
menjadi penting karena lingkungan pariwisata yang berbasiskan alam, budaya, dan 
warisan, secara alami memiliki  keterbatasan dalam mempertahankan kondisinya 
terhadap fenomena kehidupan yang terus berubah dan berkembang. Kemajuan teknologi, 
ilmu dan pengetahuan memicu perubahan perilaku manusia dalam usaha  memenuhi 
kebutuhan dan keinginannya, termasuk kebutuhan untuk bersenang-senang dengan 
melakukan perjalanan, yang dalam berbagai kasus menjadi penyebab menurunnya kondisi 
kepariwisataan baik fisik, sosial dan budaya.  
 Ding dan Pilgram (1995) mengemukakan, banyak bentuk dari kegiatan pariwisata 
memiliki  andil dalam menurunkan kondisi lingkungan dan cenderung merusak kegiatan 
pariwisata. Erosi sumber daya alam, perusakan terhadap lingkungan pariwisata yang telah 
dibangun, dan kekacauan/gangguan struktur sosial dari warga  setempat merupakan 
dampak dari indikator-indikator yang tidak dikehendaki yang muncul dari gelombang 
turis . Pernyataan Ding dan Pilgram ini  cukup beralasan, karena pada kenyataan 
menunjukkan bahwa di beberapa tempat atraksi budaya, kesenian, ritual keagamaan, 
peninggalan sejarah, dan nilai-nilai kewarga an telah banyak dikomersialkan oleh dua 
pihak yang berkepentingan yaitu penjual dan pembeli produk wisata. Di pihak penjual, 
kepentingannya yaitu  ekonomi, sedangkan dari pihak pembeli kepentingannya yaitu  
pemuasan kebutuhan dan keinginan. Penjual dan pembeli produk wisata yaitu  permintaan 
dan penawaran yang merupakan warga  pariwisata yang aktivitasnya menimbulkan 
berbagai dampak terhadap berbagai aspek, baik sosiologis, psikologis, politik, ekonomi, 
   175 
kultur maupun lingkungan fisik. Berikut beberapa dampak positif dan negatif dari 
perkembangan pariwisata terhadap lingkungan. 
Beberapa dampak positif pariwisata terhadap lingkungan antara lain : 
1. Konservasi dan preservasi pada area  alami seperti : cagar alam, kebun raya, 
suaka margasatwa. 
2. Konservasi dan preservasi pada peninggalan sejarah dan situs arkeologi, seperti : 
candi Borobudur, Prambanan, dan Tanah Lot 
3. Pengenalan administrasi dan organisasi pada area  wisata atau area  yang 
dijadikan objek wisata, sehingga area  ini  tertata dengan rapi dan banyak 
dikunjungi turis  asing dan lokal. 
Sedangkan beberapa dampak negatif perkembangan pariwisata terhadap lingkungan antara 
lain : 
1. Pembuangan sampah secara sembarangan oleh para turis ketika mereka mendaki 
gunung, contoh : pegunungan Himalaya di Tibet. 
2. Ketidak hati-hatian dalam memakai  api unggun ketika berkemah di tempat 
berkemah atau kebun raya 
3. Perusakan terumbu karang oleh para turis , dengan jalan memegang dan 
mengambil sedikit bagian terumbu karang, dengan dalih untuk memuaskan rasa 
ingin tahu mereka.  
4. Polusi air laut yang ditimbulkan oleh tumpahan oli dan minyak dari motor boat dan 
juga pembuangan limbah air dalam jumlah besar oleh hotel-hotel yang tinggal di 
dekat pantai. 
5. Reklamasi 
6. Pencoretan pada dinding, bagian dari tugu-tugu bersejarah maupun dinding-dinding 
candi oleh orang-orang yang mengunjungi tempat ini . 
7. Ketidakmampuan infrastruktur (fasilitas-fasilitas) untuk menampung jumlah 
turis  pada musim tertentu, sehingga timbul polusi dan kemacetan di area  
wisata. 
 Merujuk pada studi tentang our common future (1987) yang dilakukan oleh World 
Commission on environment and development to the United Nations General Assembly, 
dan Earth Summit di Rio De Jeniero 1992, menyarankan agar pembangunan yang 
dilakukan, termasuk pariwisata harus mengacu pada sustainable development approach 
sebagi isu global. Sebagai sebuah proses, sustainable development atau pembangunan 
berkelanjutan harus memandang bahwa pembangunan merupakan sebuah integrated 
   176 
system yang terdiri dari berbagai aspek kepentingan baik nasional maupun internasional, 
dan dapat menjamin berlangsungnya kehidupan ekologi, sosial budaya serta ekonomi dan 
merupakan tanggung jawab semua pihak.  
 
Gambar 8.3 Sampah plastik masih menghantui hampir di seluruh lingkungan area  tujuan 
wisata (Foto diambil di Pelabuhan Labuan Bajo Nusa Tenggara Timur) 
 
 
Gambar 8.4 Banyaknya turis  melakukan kegiatan Diving akan merusak terumbu 
karang (Foto diambil di Pelabuhan Labuan Bajo Nusa Tenggara Timur) 
   177 
 
 
1. Kapan pariwisata dikatakan berdampak baik itu positif dan negatif ? 
2. Bagimana pariwisata mempengaruhi budaya lokal ? 
3. Faktor apa yang menentukan sebuah Daerah Tujuan Wisata mendapatkan 
keuntungan dari masuknya uang milik turis  ? 
4. Jelaskan ! Bagaimana dampak yang ditimbulkan, baik positif maupun negatif 
terhadap pengembangan pariwisata bila dilihat dari bidang : 
a. Ekonomi 
b. Budaya 
c. Sosial 
d. Lingkungan  
5.  Menurut pendapat Anda, bagaimana cara meminimalisasikan terhadap suatu 
dampak negatif ? 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
PERTANYAAN UNTUK DISKUSI 
   178 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Dalam dunia pariwisata, ada tiga faktor yang menentukan berhasilnya 
pengembangan pariwisata sebagai suatu industri. Ketiga faktor ini  yaitu  : Pertama, 
tersedianya objek dan atraksi wisata, yaitu segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi 
orang untuk mengunjungi suatu area  tujuan wisata. Kedua, adanya fasilitas accessibility, 
yaitu prasarana dan sarana perhubungan dengan segala fasilitasnya, sehingga 
memungkinkan para turis  mengunjungi suatu area  tujuan wisata. Ketiga, 
tersedianya fasilitas amenities, yaitu sarana kepariwisataan yang dapat memberi  
pelayanan pada turis  selama dalam perjalanan wisata yang dilakukan. Ketiga faktor 
ini merupakan syarat yang harus ada bila akan menjadikan suatu pariwisata sebagai 
industri. Namun agar segala sesuatunya dapat berjalan dengan lancar, sesuai dengan 
harapan atau tujuan maka dalam pengembangan pariwisata diperlukan suatu badan atau 
organisasi yang bertanggung jawab untuk mengelolanya.  
Pada dasarnya, setiap negara yang membangun dan mengembangkan 
kepariwisataan memerlukan suatu organisasi atau wadah yang dapat berfungsi membina 
kepariwisataan, baik secara nasional, regional maupun internasional, dalam bentuk 
organisasi pemerintah, semi pemerintah dan bukan pemerintah. Dalam pembentukan 
organisasi kepariwisataan diperlukan suatu kebijakan atau aturan yang mendasarinya, 
sehingga dapat diakui secara nasional dan dapat melakukan kegiatan kerja sama secara 
nasional maupun internasional. Organisasi kepariwisataan yaitu  suatu badan yang 
langsung bertanggung jawab terhadap perumusan dan pelaksana kebijakan kepariwisataan 
dalam ruang lingkup nasional maupun internasional, yang secara langsung melakukan 
pengawasan dan memberi arahan dalam pengembangan kepariwisataan. 
Di dalam organisasi yang bersifat internasional, diharapkan adanya kerja sama 
antar negara sehingga dapat memahami kepentingan dari masing-masing negara terutama 
dalam bidang kepariwisataan. Untuk itu, setiap organisasi diharapkan dapat meningkatkan 
kegiatan-kegiatan yang bersifat internasional, regional maupun nasional. Di samping itu, 
diharapkan dapat meningkatkan kerja sama antar negara secara bilateral atau multilateral, 
BAB 9 
 
ORGANISASI-ORGANISASI 
KEPARIWISATA AN 
   179 
yang bertujuan memperbesar jumlah kunjungan turis  dan memperlancar arus 
turis . Pada umumnya ada dua bentuk organisasi kepariwisataan yaitu organisasi 
kepariwisataan yang dibentuk oleh pemerintah (government torurist office) dan organisasi 
kepariwisataan yang merupakan asosiasi-asosiasi dengan bermacam-macam kelompok 
perusahaan yang merupakan patner (rekanan) bagi government tourist office. Berikut akan 
dijelaskan organisasi kepariwisataan yang berada dalam ruang lingkup nasional, regional 
dan internasional.  
 
9.1 Organisasi Kepariwisataan Nasional 
1.      Persatuan Hotel dan Restoran negara kita  (PHRI) 
Pembangunan industry pariwisata dapat diwujudkan dengan peran aktif para pelakunya, 
termasuk badan usaha perhotelan, restoran/rumah makan, jasa pangan yang bersatu 
dalam satu wadah. Agar wadah ini  berhasil guna dan berdaya guna dalam 
mengemban serta melaksanakan peranannya dalam pembangunan dan bagi kemajuan 
anggota, maka badan usaha perhotelan dan jasa akomodasi, restoran/rumah makan dan 
jasa pangan menghimpun diri dalam satu organisasi. Organisasi itu disebut 
Perhimpunan Hotel dan Restoran yang merupakan kelanjutan dari negara kita  Tourism 
Association (ITHA), yang didirikan pada 9 Februari 1969 untuk jangka panjang yang 
tidak ditentukan lamanya. PHRI berpusat di Ibukota Negara Republik negara kita  
Kedaulatan organisasi yang berazaskan Pancasila sepenuhnya ada di tangan anggota dan 
dilaksanakan oleh Musyawarah Nasional ( MUNAS ). 
Visi PHRI  
--  Bahwa cita-cita kemerdekaan negara kita  hanya dapat dicapai dengan mengisi 
pembangunan nasional disegala bidang kehidupan dan berkesinambungan. 
--  Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang 
meliputi juga pembangunan pariwisata, dan hanya dapat diwujudkan dengan 
peran aktif para pelakunya termasuk badan usaha, perhotelan, restoran, jasa 
pangan, lembaga pendidikan pariwisata serta jasa boga yang bersatu dalam satu 
wadah. 
--  Membina dan mengembangkan badan-badan usaha yang bergerak dibidang 
perhotelan, restoran, jasa boga, jasa pangan dan lembaga pendidikan pariwisata.  
--  Turut serta mengembangkan potensi kepariwisataan nasional.  
   180 
--  Membantu dan membina para anggota, memberi  perlindungan, menerima 
masukan, memberi bimbingan dan konsultasi serta pendidikan dan pelatihan 
untuk meningkatkan mutu hotel, restoran, jasa boga, jasa pangan, serta lembaga 
pendidikan pariwisata.  
--  Menggalang kerjasama dan solidaritas sesama anggota dan seluruh unsur serta 
potensi kepariwisataan nasional maupun internasional.  
--  Berperan aktif dalam kegiatan promosi di dalam dan di luar negeri, untuk 
meningkatkan dan memantapkan iklim usaha kepariwisataan.  
--  Melakukan kegiatan penelitian, perencanaan dan pengembangan usaha. 
--  Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan berbagai asosiasi profesi bidang 
hotel, restoran, jasa boga, jasa pangan dan lembaga pendidikan pariwisata. 
 
Misi PHRI  
Beragam misi penting diemban PHRI sebagai organisasi yang memayungi 
anggota-anggotanya yang bergerak di bidang perhotelan, restoran, jasa boga 
serta lembaga pendidikan pariwisata, diantaranya mengembangkan potensi 
anggota, bimbingan, konsultasi, penggalangan kerjasama & solidaritas, 
memberi  perlindungan, promosi dalam & luar negeri, serta penelitian, 
perencanaan pengembangan usaha. 
 
Susunan Organisasi PHRI terdiri dari: 
--  Badan Pimpinan Pusat ( BPP ) berkedudukan di Ibukota Negara  
--  Badan Pimpinan Daerah ( BPD ) berkedudukan di Ibukota Propinsi  
--  Badan Pimpinan Cabang ( BPC ) berkedudukan di Ibukota Tingkat II/kabupaten 
 
Kekuasaan dan Wewenang dipegang oleh: 
--  Kekuasaan dan wewenang organisasi dipegang oleh Musyawarah Nasional 
(MUNAS), Musyawarah Daerah (MUSDA), dan Musyawarah Cabang 
(MUSCAB)  
--  Musyawarah Daerah (MUSDA) merupakan forum musyawarah untuk memilih 
Pengurus Daerah sebagai pembantu dan pelaksana kebijakan Badan Pimpinan 
Pusat di area  dan Dewan Anggota.  
   181 
--  Musyawarah Cabang (MUSCAB) merupakan forum musyawarah untuk memilih 
Pengurus Cabang sebagai pelaksana kebijakan Badan Pimpinan Pusat dan Badan 
Pimpinan Daerah di cabang. 
 
2.      Asosiasi Perusahaan Perjalanan negara kita  (ASITA) 
 Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata negara kita  yang di dalam Bahasa Inggris 
juga dikenal dengan Association of the negara kita n Tours and Travel Agencies (ASITA) 
yaitu  suatu perkumpulan yang mewadahi pengusaha atau pelaku usaha di bidang jasa 
perjalanan wisata di negara kita . Perusahaan Perjalanan Wisata negara kita  sebagai salah satu 
rantai dalam jajaran industri pariwisata sepakat untuk mempersatukan niat dan tekad dalam 
memajukan kepariwisataan negara kita  melalui wadah persatuan dan kesatuan yang segala 
sesuatunya dapat dilakukan dengan pengaturan. Untuk meningkatkan profesionalisme dan 
profiabilitas perusahaan, para anggota, dengan cara perwakilan dalam rangka kemitraan 
dengan kalangan industri dan pemerintah, mutlak menyelenggarakan pendidikan, pelatihan 
dan identifikasi masalah guna meningkatkan rasa kepuasan jasa penjualan wisata. Asosiasi 
Perusahaan Perjalanan Wisata negara kita  (Association of The negara kita n Tours and Travel 
Agencies/ASITA) didirikan di Jakarta pada 7 Januari 1971 untuk jangka waktu yang tidak 
ditentukan lamanya. ASITA memiliki  empat fungsi strategis untuk kemajuan industri 
pariwisata negara kita  : 
--  Mewakili dan memperjuangkan kepentingan anggota, menampung saran dan 
memperjuangkan aspirasi anggota. 
--  Mengembangkan kemampuan dan meningkatkan keterampilan para anggota 
agar dapat mencapai kinerja yang lebih baik. 
--  Mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi mengenai kebijakan pemerintah 
dan ketentuan lain di bidang usaha perjalanan wisata. 
--  Menjaga etika usaha, mencegah persaingan tidak sehat, mediasi serta 
menggalang kerjasama untuk kepentingan anggota & kepariwisataan. 
 
3.      Asosiasi Perusahaan Impresariat negara kita  (ASPINDO) 
 Asosiasi Perusahaan Impresariat negara kita  yang disingkat dengan ASPINDO 
merupakan suatu wadah organisasi profesi dari kalangan swasta yang bersifat non politik 
dan mandiri, yang menghimpun perusahaan-perusahaan jasa impresariat negara kita  untuk 
melakukan kegiatan dan berusaha di bidang impresariat.  
   182 
Usaha jasa impresariat merupakan kegiatan pengurusan penyelenggaraan hiburan, baik 
berupa mendatangkan, mengirim, maupun pengembalian artis/seniman, olahragawan 
negara kita  maupun asing serta menentukan tempat, waktu dan jenis hiburan kegiatan usaha 
impresariat meliputi bidang seni dan olahraga yang bersifat eksibisi. ASPINDO dibentuk 
pada 16 April 1993 dan berkedudukan di Jakarta dan didirikan untuk jangka waktu yang 
tidak ditentukan lamanya. 
 
4.      Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi negara kita  (PUTRI) 
 Objek wisata yang berupa tempat atau keadaan alam, tata hidup, seni budaya serta 
peninggalan sejarah bangsa, dan perwujudan ciptaan manusia yang menarik untuk 
dikunjungi turis , merupakan titik sentral dari usaha  pengembangan kepariwisataan 
nasional. Untuk itu, perlu dikembangkan secara terencana, terarah dan terpadu disertai 
usaha  inovatif secara berkesinambungan atas dasar pengkajian pola dan jenis permintaan. 
Atas dasar itu disadari perlu adanya suatu wadah perjuangan kepentingan bersama dan 
sarana pengabdian profesi dalam usaha pengelolaan objek wisata dengan membentuk suatu 
perhimpunan. Dengan menyadari sepenuhnya hal-hal ini , dengan memohon 
bimbingan Tuhan Yang Maha Esa, para pendiri organisasi dengan penuh ketulusan dan 
keikhlasan merasa memerlukan suatu wadah kegiatan berupa perhimpunan. PUTRI 
didirikan pada 10 November 1977 untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. 
 
5. Gabungan Pengusaha Wisata Bahari dan Tirta (Gahawisri) 
 Gahawisri merupakan sebuah organisasi yang mengkhususkan diri pada partisipasi 
dan mengambil bagian dalam usaha, praktisi langsung dari setiap aspek kegiatan wisata 
bahari, termasuk dalam penyediaan service dan sarana, berdedikasi untuk meletakkan 
posisinya, agar dapat secara langsung bekerjasama dengan setiap institusi pemerintah, 
warga , akademisi, yang berkaitan dengan pengembangan wisata baharidi negara kita . 
Potensi umum wisata bahari yang dikembangkan di gahawisri yaitu  olah raga 
memancing, olah raga layar (yachting), olah raga selam, keindahan pantai, kegiatan pesisir, 
akomodasi marina, dermaga atau rumah gudang kapal, penyewaan kapal, pembuatan kapal, 
selancar air. Gahawisri berperan dan bertanggung jawab untuk memberdayakan dan 
menguatkan seluruh aspek kegiatan wisata bahari. Selain itu, gahawisri mengembangkan 
dan menegakkan hukum maritim, prosedur dan aturan dan kerjasama internasional di 
bidang konservasi di wilayah negara kita  yang bertujuan untuk menjaga dan memelihara 
   183 
wisata bahari di negara kita . Dengan demikian, citra negara kita  menjadi positif dan 
meningkatkan kebanggaan sebagai warga negara negara kita . 
 
5.      Asosiasi Kawasan Pariwisata negara kita  (AKPI) 
 Pengembangan area  pariwisata merupakan bagian yang terpadu dengan 
rencana pengembangan area  yang harus didasarkan kepada Rencana Induk 
Pengembangan Pariwisata (RIPP), karena aset yang akan dimanfaatkan sangat peka 
terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan. 
Pengembangan area  pariwisata pada umunya mencakup lahan yang cukup luas dan 
beragam permasalahnya. Kepemilikan lahan tidak selalu ada pada pemerintah, tetapi juga 
yang dikuasai oleh warga  setempat. Untuk pengembangan area  pariwisata cukup 
besar, karena menyangkut penyediaan prasarana dan sarana, bahkan ada sementara pihak 
yang beranggapan bahwa penyediaan ini menjadi tanggung jawab pemerintah.  
Demikian pula halnya dengan pembebasan lahan/tanah, pemerintah area  harus selalu 
dilibatkan karena dalam proses dan pelaksaannya akan lebih dan cepat karena pemerintah 
area  lebih mengetahui dan memahami tentang keadaan dan permasalahan lahan ini  
jika dibandingkan dengan pemerintah pusat dan pengusaha.  
 
6.      warga  Pariwisata negara kita  (MPI) 
 Pembangunan dan pengembangan pariwisata yaitu  tugas dari setiap komponen 
warga  madani untuk mencapai hasil dan memperoleh manfaatnya. warga  
Pariwisata negara kita  menempatkan diri sebagai forum, untuk menunjang aspirasi semua 
pihak secara dinamis, dalam kerangka pembangunan lingkungan yang berkelanjutan. 
Peranserta warga  menempati posisi penting dalam pembanguna kepariwisataan 
nasional dengan menyumbangkan dharma baktinya dalam sektor pariwisata yang sangat 
berharga bagi bangsa dan negara. MPI merupakan hasil reformasi di bidang pembangunan 
pariwisata yang diprakarsai oleh forum dialog pariwisata (FDP) dan dideklarasikan pada 
21 Juli 1998 dan didirikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya dan berpusat 
di ibukota Negara Republik negara kita . 
 
7.      Ikatan Juru Masak Profesional negara kita  (IJUMPI) 
 Untuk mewujudkan partisipasi dan peran para juru masak professional secara 
efektif dan efisien guna mencapai cita-cita yang dimaksud yaitu  suatu keharusan bagi 
seluruh juru masak untuk bersatu dalam suatu wadah organisasi profesi, sehingga dalam 
   184 
akselerasi pembangunan sekarang ini mampu menjalankan fungsi dan tugas pengabdian 
pada negara dan bangsa, dengan tetap berpegang pada UUD 45 dan falsafah Pancasila. 
Didorong oleh kesadaran, rasa tanggung jawab untuk mewujudkan tujuan ini , maka 
didirikan organisasi kewarga an sebagai modal bersatunya para juru masak profesional 
yang diberi nama Ikatan Juru Masak Profesional negara kita . IJUMPI didirikan di Jakarta 
pada 19 Februari 1987. 
 
8.      Himpunan Pramuwisata negara kita  (HPI) 
 Himpunan Pramuwisata negara kita  merupakan organisasi swasta nonpolitik dan 
mandiri yang merupakan wadah tunggal pribadi-pribadi yang memiliki profesi sebagai 
pramuwisata. Himpunan Pramuwisata negara kita  (HPI) disahkan pada 4 Oktober 1988 di 
Palembang (Sumatera Selatan) dalam acara Musyawarah Nasional I Pramuwisata seluruh 
negara kita . 
 
9.      Hotel Human Resources Managers Association (HHRMA) 
 Wadah tempat berkumpulnya para manajer HRD dari hotel-hotel berbintang dan 
apartemen seluruh negara kita . Tujuannya yaitu  untuk menyatukan visi dan misi dari 
berbagai pemimpin Departemen HRD agar dapat saling menukar informasi tentang sumber 
daya manusia yang andal. Kemajuan dan perkembangan sebuah manajemen usaha sangat 
tergantung dari sumber daya manusia yang profesional dan tangguh. 
 
10.  Himpunan Penulis Pariwisata (HPP) 
 Organisasi ini didirikan pada tanggal 12 Maret 1977 dan berkantor pusat di Jakarta. 
Maksud dan tujuan HPP yaitu  untuk menghimpun para penulis pariwisata serta 
meningkatkan kepariwisataan negara kita . Usaha-usahanya yaitu  melalui peningkatan 
kemampuan para penulis, komunikasi timbal balik, mengadakan ceramah, diskusi dan 
melakukan penulisan apresiasi, penulisan promosi, pembahasan atau analisa  
kepariwisataan dan dalam mass media. 
 
 
9.2 Organisasi Kepariwisataan Regional 
1.      Sejarah Perkembangan Organisasi Kepariwisatan Regional 
   185 
 Organisasi perintis bagi kerja sama di area  regional Asia Tenggara ini disebut 
Perhimpunan Asia Tenggara, lazim disebut ASA, yang didirikan bersama oleh Malaysia, 
Filipina dan Thailand melalui Deklarasi Bangkok pada 31 Juli 1967 yang bersejarah itu. 
Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau ASEAN merupakan pertumbuhan 
langsung dari ASA, dan terdiri dari ketiga negara anggota ASEAN, ditambah dengan 
negara kita  dan Singapura. ASEAN terbentuk setelah berlangsung perundingan-perundingan 
di Filipina dan di Bangkok (Thailand), dimana tercapai kesepakatan antara kelima negara 
untuk memperluas ASA dan member nama baru melalui gagasan yang disebut 
DEKLARASI ASEAN atau DEKLARASI BANGKOK. 
 Presidium Menteri Urusan Politik/Menteri Luar Negeri negara kita , Wakil Perdana 
Menteri Malaysia, Menteri Luar Negeri Filipina, Menteri Luar Negeri Singapura dan 
Menteri Luar Negeri Thailand. Memperhatikan adanya kepentingan-kepentingan dan 
masalah-masalah bersama di kalangan negara-negara Asia Tenggara, dan merasa yakin 
akan perlunya usaha untuk lebih memperkokoh ikatan-ikatan solidaritas regional dan kerja 
sama yang ada. Adanya Hasrat untuk membentuk suatu kesatuan landasan yang teguh 
untuk kegiatan-kegiatan bersama guna meningkatkan kerja sama regional di Asia Tengara 
atas dasar jiwa persamaan dan persekutuan dan dengan demikian memberi  sumbangan 
kearah terwujudnya perdamaian, kemajuan dan kemakmuran di wilayah ini. Menyadari 
bahwa di dunia ini dimana saling ketergantungan antara negara yang satu dengan yang lain 
bertambah, maka cita-cita bagi perdamaian, kemerdekaan, keadilan sosial dan 
kesejahteraan ekonomi akan terlaksana sebaik-baiknya dengan jalan memelihara saling 
pengertian, bertetangga baik dan kerja sama yang berarti di kalangan negara-negara 
wilayah ini, yang satu dengan yang lainnya sudah terikat oleh hubungan-hubungan sejarah 
dan kebudayaan. Anggota ASEAN terdiri atas Brunei Darussalam, negara kita , Kamboja, 
Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam. 
 
2.      Jenis-Jenis Organisasi Kepariwisataan Regional 
a.      Asean Tourism Association (ASEANTA) 
 Sebagai pelaksana Deklarasi ASEAN yang ditandatangani pada 8 Agustus 1967 di 
Bangkok dan untuk mewujudkan kerja sama regional antar bangsa di area  Asia 
Tenggara, maka di dalam sidang-sidang para Menteri Luar Negeri ASEAN, sejak tahun 
1967, bidang pariwisata telah menjadi salah satu pokok pembahasan, karena disadari 
bahwa melalui pengembangan pariwisata diharapkan kerja sama ASEAN akan lebih 
   186 
mewarga . ASEANTA dibentuk dala rangka meningkatkan kerja sama dalam 
mempromosikan periwisata antar negara-negara ASEAN. 
 
b.      Asian Association of Conservation and Visitors Bureans (AACVB) 
 Asian Association of Conservation and Visitors Bureans (AACVB) yaitu  suatu 
asosiasi kepariwisataan yang bergerak di bidang pengembangan dan pembinaan usaha 
konservasi di area  Asia. Asosiasi ini dibentuk pada tahun 1983 di Manila dan 
berkantor Pusat di Macao. Keanggotam AACVB meliputi antara lain: Organisasi Hotels, 
Airlines, Professional Congress Organizer (PCO), Specialist Travel Agents dan 
Transportation Companies. 
 
c.      ASEAN Permanent Committee on Tourism (ASEAN PCT) 
 ASEAN PCT merupakan salah satu bagian dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia 
Tenggara yang bergerak di bidang kepariwisataan yang dibentuk pada tahun 1969. 
Kedudukan sekretariat organisasi ini bergilir mengikuti negara dari ketua organisasi ini. 
Tujuan ASEAN PCT yaitu  meningkatkan kerjasama yang aktif dan saling membantu 
kepentingan bersama dalam bidang perjalanan dan pariwisata. 
 
d.     ASEAN Hotel and Restaurant Association (AHRA) 
 AHRA yaitu  perhimpunan hotel dan restoran di area  ASEAN. Kantor 
pusatnya di Singapura. Usaha dan tujuan AHRA yaitu  menerbitkan ASEAN Hotel and 
Restaurant Directory, menyelenggarakan pendidikan dan konferensi tahunan untuk 
merumuskan dan mencari pemecahan masalah-masalah kepariwisataan ASEAN 
 
9.3 Jenis-Jenis Organisasi Tingkat Subregional  
a.      Segitiga Pertumbuhan negara kita , Malaysia dan Thailand (negara kita , Malaysia, 
and Thailand Growth Triangle/IMT-GT) 
 
 Pengembangan segitiga pertumbuhan (growth triangle) IMT-GT dimulai dengan 
pertemuan bilateral tingkat menteri dan pejabat tinggi di Pulau Langkawi, Malaysia pada 
20 Juli 1993. Kerja sama segitiga pertumbuhan ini melibatkan dua provinsi negara kita , 
yaitu Sumatera Utara dan Aceh. Empat negara bagian Malaysia, yaitu Perak, Penang, 
Kedah, Perlis dan empat belas provinsi di selatan Thailand. Dalam pertemuan IMT-GT di 
Penang Desember 1994, diputuskan untuk mengikutsertakan juga provinsi Sumatera Barat 
dalam kerja sama ini. 
   187 
 
b.     Segitiga Pertumbuhan negara kita , Malaysia dan Singapura (negara kita , Malaysia, 
and Singapore Growth Triangle/IMS-GT) 
 
 Keberhasilan kerja sama pertumbuhan IMS-GT sebagai model kerja sama sub 
wilayah yang pertama kalinya dibentuk, menginspirasikan pembentukan kerja sama sub 
wilayah lainnya. Batam yang masuk dalam Provinsi Riau memiliki  letak yang sangat 
strategis karena kedekatan letaknya dengan Singapura dan Johor. Gagasan pertama 
pengembangan Pulau Batam diperkenalkan oleh BJ Habibie ini disebut sebagai Teori 
Balon. Singapura sebagai balon pertama telah mencapai titik yang optimal dan Batam 
yaitu  balon kedua. Pada tahun 1989, Deputi Perdana Menteri Singapura, Goh Chok Tong 
mengungkapkan gagasan kerja sama trilateral yang mencangkup Singapura, Johor dan 
Riau. Konsep segitiga pertumbuhan merupakan jalan keluar bagi Singapura yang 
mengalami peningkatan biaya produksi dan bisnis sebagai akibat dari pertumbuhan 
ekonomi yang sangat pesat selama dua dasawarsa. 
 
c.    Kawasan Pertumbuhan ASEAN Bagian Timur: Brunei, negara kita , Malaysia dan 
Filipinan (Brunei, negara kita , Malaysia and the Philippines-East ASEAN Growth 
Area/BIMP-EAGE)   
 Kerja sama area  pertumbuhan ASEAN bagian timur (East ASEAN Growth 
Area/BIMP-EAGE) ini diikuti oleh empat negara di area  Timur ASEAN, yaitu Brunei 
Darussalam, negara kita  (Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi Utara), 
Malaysia (Sabah, Serawak dan Labuan), Filipina (Mindanai dan Palawan). 
Kerja sama BIMP-EAGA ini dibentuk untuk merangsang minat para investor lokal dan 
asing untuk melakukan investasi dan meningkatkan perdagangan di kawsan timur ASEAN. 
Tujuan pembentukan BIMP-EAGA yaitu  mengembangkan kerja sama sub regional 
antara negara-negara anggota dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi di 
area  ini . Sektor kerja sama yang diprioritaskan yaitu  perhubungan udara dan 
laut, perikanan, pariwisata, energi, kehutanan, pengembangan sumber daya manusia dan 
mobilitas tenaga kerja. 
 
9.4 Organisasi Kepariwisataan Internasional 
1.   WTO (World Tourism Organization) 
 World Tourism Organization (WTO) didirikan pada 27 September 1970 dan secara 
aktif bekerja pada 1 Januari 1976.WTO dibentuk sebagai transformasi dan Internasional 
   188 
Union Official of Travel Organization (IUOTO) yang didirikan pada 1924 di Den Haag-
Belanda. WTO merupakan organisasi internasional antara pemerintah berstatus Badan 
Konsultatif PBB dan berkantor pusat di Madrid-Spanyol. Keanggotaan WTO berdasar 
Sidang Umum XIII Tahun 1999 terdiri dari: 
a.      133 negara anggota penuh/Full Member (Badan pemerintah yang menangani 
kepariwisataan nasional) 
b.      5 anggota asoociate (Badan pemerintah yang menangani kepariwisataan area ) 
c.       1 permanent observer 
d.      329 anggota affiliasi (Organisasi-organisasi non-komersial swasta maupun badan 
usaha swasta yang bergerak di bidang riset, promosi, media pariwisata dan 
sebagainya). 
 
Kegiatan Pokok WTO 
Secara garis besar kegiatan utama WTO meliputi enam bidang, yaitu: 
a.       Kerja sama di bidang pengembangan kepariwisataan 
Memberi nasihat dan bantuan kepada pemerintah secara luas seperti menyusun master 
plan, studi kelayakan, kebutuhan tentang penanaman modal, transfer teknologi di 
bidang pemasaran dan promosi. 
b.      Bidang Pendidikan dan Pelatihan 
Merupakan wadah strategis bagi penyelenggara pendidikan dan pelatihan di bidang 
kepariwisataan termasuk di dalamnya kursus “Pelatihan untuk Pelatih, kursus jangka 
pendek dan kursus jarak jauh, dan pendirian pusat-pusat pendidikan dan pelatihan 
WTO”. 
c.       Bidang Lingkungan dan Perencanaan 
WTO bergerak di bidang pengembangan kepariwisataan yang berkesinambungan yang 
juga memperhatikan aspek-aspek lingkungan. Dalam hal ini WTO turut berpartisipasi 
dalam forum-forum internasional yang berkaitan dengan lingkungan seperti pertemuan 
puncak Tentang Bumi di Rio de Janeiro dan Seminar Bumi di Kanada. 
d.      Bidang Kualitas Pelayanan Kepariwisataan 
Liberalisasi, kesehatan dan keamanan merupakan isu penting di dalam peningkatan-
peningkatan di bidang kepariwisataan. WTO berusaha  mengurangi hambatan-
hambatan yang timbul di dalam pengembangan pariwisata dan mendorong terciptanya 
liberalism usaha di bidang kepariwisataan. 
e.       Bidang Statistik dan Penelitian Pasar 
   189 
WTO menjadi pusat data dan analisa  pariwisata yang memiliki koleksi lebih dari 180 
negara. WTO secara berkesinambungan memonitor dan menganalisa  kecenderungan-
kecenderungan (trend) perkembangan kepariwisatan dunia. Untuk itu diterbitkan buku 
yang komprehensif dan dibagikan kepada anggota. 
f.        Bidang Komunikasi dan Demokrasi 
Bidang ini yaitu  unit yang melaksanakan publikasi dan Pusat Informasi bagi pers 
berkaitan dengan kegiatan WTO. 
 
2.      Pasific Asia Travel Association (PATA) 
 Pasific Asia Travel Association (PATA) yaitu  suatu organisasi pariwisata 
internasional yang bertujuan untuk mempromosikan seluruh area /area  Asia Pasifik 
dan Amerika Utara sebagai area  wisata yang menarik. PATA didirikan pada 1951 di 
Hawaii, dan pada 1952 diselengarakan Sidang Tahunan I di Honolulu. Asosiasi ini bersifat 
tidak mencari keuntungan (non-profit). Walaupun dalam tubuh asosiasi tergabung 
organisasi-organisasi yang hampir seluruhnya saling bersaing, namun ada  satu 
konsensus bahwa tugas utama setiap anggota yaitu  memperbesar jumlah kunjungan 
turis  ke Asia Pasifik dan Amerika Utara yang dengan sendirinya berarti 
meningkatkan tourism revenue setiap anggota.  
Untuk menjamin komunikasi yang efektif dengan kantor pusat dalam melaksanakan 
tugasnya, di negara-negara anggota PATA dibentuk suatu badan yang dinamakan PATA 
CHAPTER. Saat ini ada  dua macam PATA CHAPTER , yaitu: 
a. Promotion Chapter, yang bertujuan menyelenggarakan kegiatan penerangan dan 
promosi pariwisata 
b. Regional Chapter, yang bertujuan memajukan kepentingan bersama di area  tujuan 
wisata tertentu di area  Pasifik. 
Sebagai suatu organisasi yang mencakup lebih dari 1/3 area  permukaan bumi, 
PATA bertujuan untuk memberi  keuntungan-keuntungan kepada para anggotanya, 
dengan misinya memberi  andil pada pertumbuhan nilai dan kualitas berdasar 
pengalaman dari kepariwisataan di lingkungan Negara Asia Pasifik. 
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh PATA antara lain: 
a.       Pengembangan Sumber Daya Manusia melalui pendidikan dan pelatihan 
b.      Pemutakhiran data menyangkut kecenderungan industri pariwisata 
c.      Pelayanan jasa pemberian sarana secara professional dan perencanaan 
pembentukan suatu tugas (Task Force) 
   190 
d.     Program kepemimpinan dan program yang berkaitan dengan konservasi alam dan 
budaya 
e.      Bantuan pengembangan pariwisata dan penyusunan kebijaksanaan penanaman 
modal 
f.      Menyelenggarakan kegiatan pemasaran, promosi dan usaha  penjualan 
g.     Memperluas peluang mencari pasar baru 
h.      Menyelenggarakan forum sebagai wahana pertemuan pemuka-pemuka pariwisata 
di negara-negara Asia-Pasifik. 
 
3.      Internasional Congress and Convention Association (ICCA) 
 Internasional Congress and Convention Association (ICCA) yaitu  suatu asosiasi 
profesi yang berskala internasional yang secara khusus menitikberatkan tujuannya kepada 
pengembangan dan pembinaan pengelola kongres, konvensi dan eksibisi. ICCA didirikan 
pada tahun 1964 berkantor pusat di Amsterdam-Belanda. Asosiasi ini pada posisi Januari 
tahun 1997 memiliki lebih dari 467 anggota yang berasal dari 44 negara. negara kita  masuk 
menjadi anggota pada tahun 1981. 
Maksud dan tujuan ICCA yaitu : 
a.       Menyelenggarakan dan mempromosikan kongres, konvensi dan eksibisi internasional 
b.      Menawarkan jasa-jasa tenaga ahli di bidang kongres, konvensi dan eksibisi termasuk 
mengenai pengaturan fasilitas perjalanan 
c.       Menawarkan kepada setiap anggota keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh 
dari penyelenggaraan kongres, konvensi dan eksibisi. 
 
4.      Universal Federation of Travel Agent Association (UFTAA) 
 UFTAA yaitu  organisasi dari perhimpunan biro-biro Perjalanan yang dibentuk 
pada tahun 1966. Tujuannya yaitu  untuk memberi  perlindungan kepada biro-biro 
perjalanan melalui perhimpunan biro perjalanan serta memberi  bantuan moral, 
material, keahlian dan teknik yang diperlukan agar biro perjalanan dapat memperoleh 
kedudukan yang layak di kalangan industri pariwisata dunia. Keanggotaannya terdiri dari 
tiga kategori: 
a.       Full Member, terdiri dari asosiasi biro perjalanan nasional 
b.      Registered Member, terdiri dari biro-biro perjalanan anggota asosiasi biro perjalanan 
nasional di negara yang bersangkutan 
c.       Registered Enterprises, terdiri dari industri-industri kepariwisataan lainnya. 
   191 
5.      International Air Transport Association (IATA) 
 IATA yaitu  organisasi penerbangan yang menyelenggarakan pengangkutan 
internasional yang menetapkan standar biaya, dokumen, frekuensi dan rute penerbangan. 
Organisasi ini didirikan pada tahun 1945 dengan kantor pusat di Genewa (Swiss). Garuda 
negara kita  Airways (GIA) menjadi anggota sejak tahun 1952. 
Tujuan IATA yaitu  untuk mempromosikan dan memajukan angkutan udara/jaringan 
penerbangan yang berkaitan  langsung dengan angkutan udara internasional, 
mengadakan kerja sama yang baik diantara perusahaan penerbangan maupun denagn 
organisasi/badan lainnya. Keanggotaan IATA terdiri dari dua macam, yaitu: 
a.       Active Member, hanya dapat diwakili oleh perusahaan penerbangan nasional yang 
menyelenggarakan penerbangan internasional 
b.      Association Member, selain active member juga biro-biro perjalanan yang ditunjuk 
oleh IATA untuk menjadi agen perusahaan penerbangan. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
   192 
 
 
1. Kenapa organisasi kepariwisataan sangat penting keberadaannya ? 
2. Kapan organisasi-organisasi kepariwisataan memiliki peran yang sangat signifikan 
dalam kemajuan dari industri pariwisata ? 
3. Bagaimana selama ini terhadap koordinasi serta komunikasi organisasi-organisasi 
kepariwisataan yang ada di suatu area  ? 
4. Bagaimana pola sinergitas organisasi-organisasi kepariwisataan yang ada di level 
nasional, regional, dan internasional ? 
5. Bagaimana cara mengetahui efektif tidaknya keberadaan suatu organisasi 
kepariwisataan baik di tingkat nasional, regional, dan internasional ? 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
PERTANYAAN UNTUK DISKUSI 
   193 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Menurut Soedjarwo (1978), perkembangan pariwisata di suatu area  ataupun 
suatu negara akan meningkat terus karena : 
(a) Jumlah penduduk yang bertambah terus dari waktu ke waktu. Di samping itu 
adanya kecenderungan penduduk yang bertempat tinggal di kota semakin lama 
semakin meningkat.  
(b) Pendapatan perkapita penduduk semakin lama semakin meningkat. Hal ini 
sejalan dengan peningkatan pembangunan ekonomi di banyak negara baik 
negara industri maupun negara sedang membangun. Meningkatnya pendapatan 
perkapita, kemampuan daya beli yang lebih tinggi, membelanjakan pendapatan 
jauh lebih besar yang memungkinkan orang-orang bergabung dalam bentuk 
wisata yang alami, dan memungkinkan orang mengadakan perjalanan lebih jauh 
dari tempat tinggalnya.  
(c) Tingkat mobilitas penduduk yang semakin lama semakin tinggi. Bertambahnya 
mobilitas, kemajuan-kemajuan pembangunan dalam bidang transportasi, 
khususnya transportasi darat dan udara memicu  perjalanan lebih mudah, 
cepat dan nyaman. Dengan demikian makin panjang jalan ke tujuan wisata, 
makin banyak memberi  keuntungan bagi banyak sektor yang terkait dalam 
pengelolaan kepariwisataan.  
(d) Ada kecenderungan jumlah penduduk kelompok umur remaja dan muda 
semakin lama semakin tinggi. Hal ini menimbulkan suatu peluang yang cukup 
besar.  
berdasar pemaparan di atas, sehingga prospek pariwisata ke depan sangat 
menjanjikan bahkan sangat memberi  peluang besar bagi perkembangan pariwisata itu 
sendiri. Di samping itu, apabila menyimak angka-angka perkiraan jumlah turis  
internasional (inbound tourism) berdasar perkiraan WTO yakni 1,046 milyar orang 
(tahun 2010) dan 1,602 milyar orang (tahun 2020), diantaranya masing-masing 231 juta 
dan 438 juta orang berada di area  Asia Timur dan Pasifik. Dan akan mampu 
BAB 10 
 
PROSPEK PARIWISATA KE DEPAN 
   194 
menciptakan pendapatan dunia sebesar USD 2 triliun pada tahun 2020. Di samping itu, 
prospek perkembangan pariwisata ke depan tidak akan bisa terbendung lagi oleh 
kemajuan-kemajuan dan perubahan yang mampu meningkatkan kunjungan turis . 
berdasar perkiraan WTO ini  di atas, maka para pelaku pariwisata seyogyanya 
melakukan perencanaan yang matang dan terarah untuk menjawab tantangan sekaligus 
menangkap peluang yang akan “bersliweran ” atau lalu lalang di area  kita. 
Pemanfaatan peluang harus dilakukan melalui pendekatan “re-positioning ” keberadaan 
masing-masing kegiatan pariwisata dimulai dari sejak investasi, promosi, pembuatan 
produk pariwisata, penyiapan jaringan pemasaran internasional, dan penyiapan sumber 
daya manusia yang berkualitas. Ada beberapa indikator yang mempengaruhi prospek 
pariwisata ke depan, yaitu : 
 
10.1 Perubahan Pola Konsumsi  
Disamping jumlah turis  mancanegara yang makin meningkat, saat ini pun 
telah terjadi perubahan consumers-behaviour pattern atau pola konsumsi dari para 
turis . Mereka tidak lagi terfokus hanya ingin santai dan menikmati sun-sea and sand, 
saat ini pola konsumsi mulai berubah ke jenis wisata yang lebih tinggi, yang meskipun 
tetap santai tetapi dengan selera yang lebih meningkat yakni menikmati produk atau kreasi 
budaya (culture) dan peninggalan sejarah (heritage) serta nature atau ekowisata dari suatu 
area  atau negara.  
Perubahan pola wisata ini perlu segera disikapi dengan berbagai strategi 
pengembangan produk pariwisata maupun promosi baik disisi pemerintah maupun swasta. 
Dari sisi pemerintahan perlu dilakukan perubahan skala prioritas kebijakan sehingga peran 
sebagai fasilitator dapat dioptimalkan untuk mengantisipasi hal ini. Disisi lain ada porsi 
kegiatan yang harus disiapkan dan dilaksanakan oleh swasta yang lebih memiliki  sense 
of business karena memang sifat kegiatannya berorientasi bisnis. Dan dengan 
diberlakukannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah maka 
perlu pula porsi kegiatan untuk pemerintah area  yang akibat adanya otonomi area  
lebih memiliki wewenang untuk mengembangkan pariwisata area . Secara sederhana 
pembagian usaha  promosi misalnya akan dapat ditempuh langkah-langkah dimana untuk 
pemerintah pusat melakukan country-image promotion, area  melakukan destination 
promotion sesuai dengan keunggulan area  masing-masing, sedangkan industri atau 
swasta melakukan product promotion masing-masing pelaku industri. 
 
   195 
10.2 Pariwisata dan Teknologi Informasi  
 Dalam hubungannya dengan pariwisata, kemajuan yang dicapai dalam dunia 
teknologi sangatlah menentukan. Sebagai halnya dengan kehidupan modern, pariwisata 
tidak bisa dipisahkan dengan teknologi, atau dengan perkataan lain : perkembangan 
kemajuan industri pariwisata yaitu  tergantung sebagian besar atas tercapainya kemajuan-
kemajuan dalam dunia teknologi.  
 Di samping juga pariwisata merupakan industri yang melibatkan banyak organisasi 
dan pelaku didalamnya, yang bersifat global, maka teknologi informasi yaitu  suatu hal 
yang sangat fundamental dan besar perannya dalam industri pariwisata yang makin 
kompetitif dan terus berusaha untuk efektif dalam memberi  pelayanan dan sifat dari 
produk pariwisata yang berbeda dari produk manufaktur, membuat teknologi informasi 
sangat vital di dalam memberi  informasi kepada calon konsumen tentang produk, 
waktu dan segala macam pelayanan yang mereka akan terima selama dalam perjalanan 
menuju ke area  tujuan wisata maupun selama berada di area  tujuan wisata. 
Data yang disajikan WTO ada  pula hal yang menarik yakni bahwa ditemu 
kenali adanya 4 negara kelompok besar penyumbang turis  dunia yakni Amerika 
Serikat, Jerman, Jepang dan Inggris yang menyumbangkan 41% dari pendapatan 
pariwisata dunia. Dari segi teknologi, keempat negara inipun merupakan negara-negara 
terbesar pengguna teknologi informasi-internet, yakni 79 persen dari populasi internet 
dunia (tahun 1997) kurang lebih 130 juta pengguna internet. Angka-angka ini bukanlah 
secara kebetulan, tetapi memang ada korelasi yang erat antara pemakaian teknologi 
informasi dengan peningkatan jumlah turis  di suatu negara. Internet tidak semata-
mata hanya merupakan temuan teknologi belaka, tetapi juga merupakan guru untuk 
mendidik manusia menemukan berbagai informasi (termasuk informasi pariwisata) yang 
diinginkannya, sehingga membuat hidup jauh lebih mudah ( to make life much easier) .   
Mengapa hal ini menjadi sangat penting di industri pariwisata ? Hal ini karena 
produk ataupun jasa yang diinginkan di sektor pariwisata tidak muncul ataupun “ exist ” 
pada saat transaksi berlangsung. Pada saat perjalanan wisata dibeli pada umumnya 
hanyalah membeli informasi yang berada di komputer melalui reservation systemnya. 
Yang dibeli oleh turis  hanyalah “hak” untuk suatu produk, jasa penerbangan ataupun 
hotel. Berbeda dengan komoditas lainnya seperti TV ataupun kamera, wisata tidak dapat 
memberi  sample sebelum keputusan untuk membeli. Keputusan untuk membeli pun 
kebanyakan berasal dari rekomendasi dari relasi, brosur, atau iklan diberbagai media cetak. 
Jadi sesungguhnya bisnis pariwisata yaitu  bisnis kepercayaan (trust). Dengan adanya    
internet, informasi yang diperlukan  untuk suatu perjalanan wisata tersedia terutama dalam 
bentuk World Wide Web atau Web. Konsumen sekarang dapat langsung berkaitan  
dengan sumber informasi tanpa melalui perantara.  
Haruslah diyakini bahwa Web yaitu  saluran ideal dan alat yang ampuh untuk 
mempromosikan area  tujuan wisata, dengan biaya yang sangat murah. Namun dalam 
berkompetisi ini yang harus diperhatikan, karena merupakan senjata utama kita, yaitu  
kualitas dari informasi itu sendiri. Karena turis  akan mendasarkan keputusannya 
untuk mengunjungi suatu DTW atau obyek wisata hanya kepada berbagai informasi yang 
tersedia untuk mereka di Web. Sekali mereka mendapat informasi yang keliru maka 
keunggulan teknologi ini akan menjadi tidak ada gunanya. 
Survey terkini menunjukkan bahwa travel market online sedang mengalami 
”Booming”, tiga perempat dari para pengguna internet menjelajahi dunia maya untuk 
mencari informasi mengenai pemesanan hotel, penerbangan pesawat, harga dan harga-
harga spesial yang ditawarkan di internet. Ini disebabkan karena informasi yang disediakan 
sangat up to date dan terus diperbaharui serta ruang lingkupnya cukup luas. Sejumlah 
petunjuk berwisata sekarang sudah tersedia secara on-line di internet, ini jelas lebih 
menguntungkan daripada membeli sebuah buku petunjuk wisata dimana buku ini , 
diperbaharui paling cepat setahun atau dua tahun sekali. Sedangkan petunjuk wisata on-
line, hampir diperbaharui setiap minggu (weekly updates). Tambahan pula, on-line guides 
menyediakan pengalaman secara langsung dari orang-orang yang sudah pernah melakukan 
perjalanan wisata ke tempat-tempat tujuan wisata yang tertera di online guides ini . 
 
Perubahan dalam pasar pariwisata sangat cepat terjadi dan akan terus berlanjut. 
Langkah antisipasi dari sektor pariwisata sangat diperlukan untuk mengakomodasi 
perubahan ini dan keberhasilan dalam berekreasi terhadap menentukan keberhasilan dan 
kesuksesannya. Peran penting pelaku pariwisata yaitu  memahami penggerak perubahan 
dan menentukan respon yang diperlukan. 
 Penggerak perubahan itu baik berasal dari luar pariwisata (outside control of 
tourism) maupun perubahan secara alami dari sistem pariwisata itu sendiri. Untuk lengkap 
akan dibahas secara mendalam di bawah ini. 
a. Faktor Demografi dan Trend Sosial 
Faktor demografi dan trend sosial sangat berpengaruh di dalam membentuk tourism 
demand (permintaan di bidang pariwisata) pada tahun 2000 ke atas. Faktor 
    
demografi seperti makin banyaknya orang yang tua pada negara penghasil 
turis  patut dicermati oleh para pelaku pariwisata di area  tujuan wisata. 
Disamping itu trend sosial di negara penghasil turis  seperti : perkawinan di 
usia yang tua (40 tahun ke atas), menunda kelahiran anak/bahkan hidup tanpa anak, 
meningkatnya jumlah orang yang tidak menikah atau pasangan yang tidak 
memiliki  anak serta makin banyaknya wanita yang berwisata (yang pada 
awalnya hanya berperan mengurus anak). Sebagai penyedia jasa, sudah sepatutnya 
area  tujuan wisata membuat suatu paket wisata yang dapat mengakomodasi trend 
sosial ini . 
b. Perkembangan Sosial Politik 
Permintaan wisata sangat peka terhadap keadaan sosial politik dan terhadap 
perubahan mode perjalanan. Daerah tujuan wisata yang mengalami 
ketidaktenangan politik atau gejolak-gejolak dan kegoncangan sosial tidak akan 
menarik para turis  meskipun harga-harga fasilitas wisata ditawarkan itu 
sungguh murah. Situasi politik yang stabil yang terjadi baik di negara sumber 
turis  maupun di negara penerima turis  biasanya menjadi faktor penentu 
turis  melakukan perjalanan dan begitupun sebaliknya. 
c. Perkembangan Transportasi  
Dengan berkembangnya transportasi seperti pesawat terbang yang semakin canggih 
dan juga kereta api yang semakin cepat, dipastikan akan membawa perubahan pada 
wajah pariwisata dunia. Airbus, salah satu pengusaha penghasil pesawat terbang, 
baru-baru ini mengeluarkan Airbus Jumbo, sebuah pesawat terbang yang bertingkat 
dua dengan fasilitas bar, restoran dan tempat fitnes di dalam pesawat. Bukan tidak 
mungkin dimasa depan dengan Airbus Jumbo ini akan membawa trend baru yaitu 
pesawat terbang bak kapal pesiar dimana penumpang begitu dimanjakan sepanjang 
perjalanan. 
d. Pengaruh dan Trend Lain 
Faktor lain yang dapat mempengaruhi pariwisata di masa depan yaitu  pemanasan 
global dan pengikisan lapisan ozon. Dengan adanya global warming, maka 
permukaan air laut akan naik dan pada akhirnya akan mempengaruhi garis pantai. 
Sedikit demi sedikit garis pantai akan berkurang sehingga dengan berkurangnya 
garis pantai, keindahan pantai akan hilang dan tidak ada lagi tempat untuk para 
turis  melakukan aktifitas di pantai seperti berjemur, joging, bermain pasir, 
dan juga berjalan menyusuri pantai sambil menikmati keindahannya. Pada akhirnya 
   198 
Cultural  
Heritag
Tourism
Religious 
Tourism
Culinar
TourismNature/Wildlife/A
dventure 
Tourism
Eco 
Tourism
Rural 
Tourism
Commun
ity 
Based 
Tourism
tingkat hunian hotel-hotel yang berada di dekat pantai juga akan dipengaruhi. 
Faktor tambahan lain yang mempengaruhi yaitu  teknologi baru seperti virtual 
reality (VR) yang diyakini di waktu yang akan datang dapat menggantikan 
pengalaman berwisata ke tempat aslinya. Dengan cara sederhana yaitu 
memakai  pakaian yang sudah dirancang dan menghidupkan program virtual 
reality, seseorang akan dapat melihat, merasakan dan mendengar serta dibawa ke 
suasana hangatnya pantai di area  tujuan wisata, meskipun saat ini dia berada di 
negara lain.  
 
Variabel Lain yang Mempengaruhi Pariwisata ke depan 
a. turis  Baru 
 Pada masa yang akan datang, khususnya turis  yang berasal dari negara maju 
akan lebih kritis dan lebih memilih dalam melakukan perjalanan wisata. Ini disebabkan 
dengan makin banyaknya informasi yang mereka dapat dan juga tingkat pendidikan yang 
lebih maju. Diyakini di masa yang akan datang mereka akan memilih pariwisata yang 
bersifat aktif, dimana mereka dilibatkan secara fisik dan juga emosional seperti 
petualangan, pembelajaran dan juga mengenali budaya area  yang dikunjungi secara 
mendalam. Mereka mulai meninggalkan aktifitas pasif seperti melihat-lihat, berbelanja, 
dan berjemur. Mereka menginginkan pengalaman yang bermutu buat mereka senang, 
memuaskan keingintahuan mereka tentang budaya asing dan pada akhirnya, ketika mereka 
pulang ke negara asalnya mereka membawa suatu pengalaman berharga untuk diceritakan 
kepada teman dan keluarganya. Berikut ilustrasi yang menggambarkan terjadinya 
pergeseran pola motivasi perjalanan turis  menuju ke suatu destinasi wisata. 

 
 
b. Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan 
Pem
Share:

TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Postingan Populer

viewer

ABOUT US

Foto saya
saya mahluk lain asli cuma hanya sekedar asal asalan berpura pura menjadi penulis kecil kecilan saja tanpa tujuan tanpa arti ini tulisan sederhana yang tidak menarik tidak bisa dipahami terlalu berbelit Belit

SEARCH

Translate