setan 10

1

Kejadian ini aku alami baru-baru ini saat aku mengadakan sebuah acara camping di daerah lembang. Aku dan beberapa temanku pergi camping dalam rangka acara halal-bihalal selepas lebaran kemarin, kami berencana untuk menginap 2 hari 3 malam.
Dari hari kamis sampai sabtu, setelah kami menyiapkan perlengkapan. Kami pun berangkat menuju sebuah perkemahan, sekitar jam 5 sore kami sampai di perkemahan itu. Perkemahan itu tampak sepi, kami pun mulai membangun tenda. Ketika beberapa teman lain sedang menyiapkan tenda, aku berjalan jalan sambil mencari beberapa batang kayu untuk dibakar.
Aku berjalan jauh dari tenda, sendirian. Sebuah hutan dengan banyak pohon pinus, membuat mataku terpana sore itu. Aku membawa sebuah kamera, aku coba menangkap beberapa perspektif hutan yang sangat asri ini sampai kameraku menangkap sebuah bangunan. Bangunan itu berada didekat sebuah sungai kecil yang mengalir.
Bangunan itu terlihat lusuh dan mungkin berbentuk 2x2 Meter, seperti bangunan yang belum jadi. Di depannya ada sebuah pintu yang terbuka sedikit, aku mulai bertanya-tanya itu tempat apa ya. Aku mulai mengambil beberapa foto bangunan itu, blitz kameraku menerangi tempat itu ketika aku menekan tombol senter di kameraku. Dan sontak aku agak terkejut, ketika didalam tempat itu tampak ada seseorang yang sedang membungkuk, sangat jelas terlihat ketika lampu blitz kameraku tadi menyala.
Aku coba periksa hasil fotoku tadi, namun tidak ada siapa-siapa. Penasaran, aku mendekat ke tempat itu. Aku mengintip dari pintu yang terbuka sedikit itu dan ternyata itu adalah sebuah toilet. Aku melihat sebuah bak mandi dengan gayung juga closet, aku perlahan membuka pintu itu. Toiletnya ternyata kosong, padahal tadi aku merasa melihat sebuah bayangan seseorang disana. Aku pun menjauh dan mencoba kembali kepada teman-temanku untuk memberitahu bahwa disini ada toilet.
Saat aku mulai menjauh dari toilet itu, tiba-tiba pintu toilet itu terbanting padahal tidak ada angin yang besar. Aku menengok kembali ke arah pintu toilet itu, dan pintu nampak bergerak-gerak kecil karena pergerakan tadi. Tanpa peduli aku pun berlari menuju temanku, namun loh kemana nih. Harusnya kan jalan ini yang aku lewati tadi, kenapa jadi hutan lagi. Aku merasa berjalan tidak begitu jauh dari tendaku, tapi ini malah terasa semakin dalam masuk ke hutan. Hari pun mulai semakin gelap, aku tidak membawa senter saat itu. Aku mencoba untuk tidak panik, aku pun berjalan sambil mencari arah lalu berteriak memanggil teman-temanku.
Aku menyusuri jalan-jalan yang masih terasa sama, batang-batang pohon yang tinggi juga tumbuhan yang rimbun. Suasana semakin gelap, aku mulai panik sampai "gak mungkin, ini kan perjalananku tadi, aku rasa sudah cukup jauh tapi aku bukan nya sampai ke tendaku malah kembali didepan toilet tadi". Aku sepertinya hanya berputar-putar saja disini, aku sekali lagi mencoba berlari ke arah tadi aku datang dan lagi-lagi aku kembali ke toilet itu. Hutan semakin gelap, ketika aku melihat jam. Waktu sudah menunjukan jam 6 lebih, aku mulai mengambil kameraku dan menjepret-jepret ke arah atas dan sekitarku. Berharap teman-temanku melihat cahaya dari hutan ini. Ketika aku tunggu, tidak ada respon apa-apa. Sinyal di handphoneku pun tidak ada, aku tidak bisa kemana-mana.
Aku coba terus dan terus berlari tapi lagi-lagi aku kembali ke depan tempat toilet itu. Aku duduk sejenak, saat itu aku sangat lelah. Aku mulai berpikir ini tidak beres dan jujur aku mulai takut. Tapi aku coba untuk berani, kepalaku mulai pusing dan aku mulai dehidrasi. Aku tidak membawa apapun kecuali kamera dan tiba-tiba saja aku mendengar ada pergerakan-pergerakan didepanku. Suaranya seperti gesekan-gesekan dedaunan. Aku mulai bangkit dan mencoba mendengarkan, aku mencoba melihat ke arah toilet itu. Tapi sangatlah tidak jelas karena gelap, hanya cahaya bulan saja yang membantuku untuk melihat cahaya saat itu. Pergerakan itu berhenti, "jon, rik, ted itu kalian bukan?" tanyaku pelan-pelan. Tapi tidak ada jawaban sedikitpun.
Namun, tiba-tiba saja terdengar suara anak ayam berkotek. Sejak tadi tidak ada suara anak ayam tapi kali ini, tiba-tiba terdengar dan sangat jelas. Aku mulai mengambil kameraku dan mulai menjepretkan kameraku. Dari pantulan blitz itu aku coba melihat, pertama tidak kulihat apa-apa. Aku arahkan ke posisi yang lain, kini yang kulihat hanya hutan saja.
Kali ini aku arahkan ke toilet, dan aku melihat sebuah sosok. Entah apa itu, aku melihat seseorang berdiri mengintip dari balik pintu di dalam toilet itu. Badannya kurus, kulitnya keriput dan rambutnya putih. Ketika aku jepret lagi kameraku, sosok itu sudah menghilang. Tiba-tiba saja aku mendengar seperti banyak orang yang mendekatiku dari segala arah.
Angin pun mulai terasa sangat dingin, badanku mulai menggigil dan kepalaku mulai pusing. Aku berusaha untuk tetap sadar, aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku hanya bisa berdoa dan tiba-tiba saja, sesuatu menepuk bahuku. Terasa sekali itu sebuah tangan, dan ketika aku berbalik. Ternyata itu adalah temanku. Temanku langsung membawaku ke tenda yang ternyata tidak jauh dari tempatku berdiri tadi dan sangat tidak jauh dari toilet itu. Hanya sekitar 20 meter saja, badanku mendadak menjadi sangat dingin. Aku sudah tidak bisa lagi berdiri, kepalaku sangat pusing dan aku pun langsung tertidur. Namun ternyata hal itu tidak berhenti sampai disitu. Ketika aku tertidur, aku bermimpi aneh. Aku bermimpi didatangi sosok kakek dengan jubah serba hitam dan rambut yang sangat panjang. Wajahnya marah dan matanya melotot kepadaku, dia berkata dalam bahasa sunda "baralik maneh" atau artinya pulang kalian semua. Entah itu peringatan atau apa, namun kami tetap melanjutkan camping sampai hari sabtu.
Foto-foto yang aku ambil saat itu, tidak ada yang jadi. Dan yang aneh, ketika aku akan menunjukan toilet itu. Ternyata toilet itu sudah tidak ada, sama sekali tidak ada dan baru aku tahu kalo camping di tempat itu ada sebuah pantangan. Tidak boleh, berfoto jika sudah menjelang maghrib. Entah apa alasan nya aku tidak tahu, yang pasti aku mengalaminya dan melihat dengan mata kepalaku sendiri.



2

Yui telah menemukan tempat tinggal baru. Dan hari itu, membereskan barang-barangnya. Ia juga memisahkan barang yang masih dibutuhkannya dan yang tidak. Sesaat mata Yui terpaku menatap sebuah boneka tua yang diberinya nama Kiko. Itu adalah boneka pertamanya, hadiah dari sang nenek di ulang tahunnya yang ke delapan. Boneka wanita lesbi  kecil berkimono itu sudah terlihat kusam dan Yui juga berpikir sudah tak pantas lagi bermain boneka. Yui pun memasukkannya ke kantung plastik besar -tempat di mana barang-barang yang tidak lagi dibutuhkan ditempatkan, dan mengikatnya erat. Lalu meletakkan kantung besar tersebut di dekat pintu ke luar bersama dengan beberapa kardus. Pindahan memang melelahkan. Begitulah yang Yui rasakan saat ini. Satu per satu, Yui mulai mengeluarkan barang-barang dari apatonya. Ketika truk pengangkut barang datang, Yui segera memasukkan barang-barangnya ke dalam truk, dibantu oleh si sopir. Sementara barang-barang yang tak lagi dipakainya, ia tinggalkan di tempat sampah. Di tempat tinggalnya yang baru, Yui merasa lebih nyaman. Beruntung ia mendapatkan sebuah apato yang biaya sewanya tidak mahal dan cukup dekat dengan kampusnya. Tidak seperti apato yang sebelumnya, yang terletak lebih jauh. Lebih bagus lagi, Yui juga mendapat pekerjaan sambilan dengan upah yang lumayan. Hari itu, Yui pulang agak larut, karena harus bekerja seusai kuliah. Tak lama setelah ia menutup pintu depan, ponselnya berdering. Ketika Yui mengangkatnya, ia mendengar sebuah suara yang mirip wanita lesbi  kecil mengatakan, "Halo, ini Kiko. Aku berada di tempat sampah. Aku ditinggalkan, tapi aku akan pulang kembali..." Yui langsung menutup ponselnya itu, dan berpikir seseorang sedang mengerjainya. Tak lama kemudian, ponselnya berdering kembali. Ketika ia mengangkatnya, suara yang sama terdengar. "Halo, ini Kiko. Aku di stasiun kereta. Tak lama lagi kita akan ketemu..." Yui menutup ponselnya, meletakkannya di meja dan mulai merasa agak gelisah. Sebentar saja, ponselnya berdering kembali. Dia mengangkatnya, dan lagi-lagi suara yang sama. "Halo, ini Kiko. Aku sudah di jalanan apatomu. Apa kau merindukanku..?" Yui menutupnya kembali. Kali ini, ia benar-benar ketakutan. Ia berniat ke luar dari apatonya. Namun, sebelum ia melangkahkan kaki, ponselnya berdering kembali. Yui pun mendengar suara itu berkata, "Halo, ini Kiko. Aku di depan apatomu. Buka pintunya..." Sekarang Yui semakin ketakutan tapi ia terus mengatakan pada dirinya, "Ini pasti hanya sebuah lelucon...." Ia pun pergi ke pintu apatonya dan menengok dari lubang pengintainya, tapi tak ada seorang pun di luar. Yui merasa lega. Lalu ponselnya berdering kembali, dan ketika Yui mengangkatnya, ia mendengar "Halo, ini Kiko dan aku tepat di belakangmu.." The End



3

"Brarr.. Brarr!.." Terdengar suara petir yang saling menyambar. Kilatnya terlihat sangat menakjubkan namun menakutkan. Aku yang sedang duduk di kursi, perlahan terbuai rasa kantuk yang hebat. Musim hujan seperti ini memang sangat tepat untuk, ‘berhibernasi’. "Marc!.." bentak seseorang yang berseragam sama sepertiku. Dialah freddy krueger  rekan sepekerjaanku. "Huhh.. Kau ini! Membuatku kaget saja,.." gerutuku sambil memukul pelan lengan kanan freddy krueger . Dia hanya tertawa usil karena melihat reaksiku yang konyol saat digubris tadi. "Hahaha.. Kau ini, tidur saja kerjaanmu. Ini lihat! Aku mendapat info dari pacarku,.." ucap freddy krueger  menunjukkan ponsel pintarnya yang berisi pesan singkat dari kekasihnya, Bertanya. Ku usap-usap mataku karena masih terasa buram, lalu ku baca dengan perlahan dan seksama. "Hei! Ini bagus! Ternyata pacarmu itu memang berguna,.." ujarku dengan nada bahagia. freddy krueger  hanya menunjukkan ekspresi belagunya sambil mengotak-atik ponselnya. "Bagaimana kalau sekarang Kita cepat-cepat bergegas kesana freddy krueger ,.." ajakku sambil meminum Cappucino yang hanya tinggal setengahnya lagi. "Mmm.. Baiklah sebelum wartawan lain lebih dulu ke sana. Bettany bilang, belum ada wartawan yang ke sana,.." ujar freddy krueger  dengan perlengkapan kamera yang sudah lengkap. Tanpa banyak bicara lagi. Kami berdua pun bergegas menuju lokasi kecelakaan yang menurut kekasih freddy krueger  bilang sangat parah, dan belum terjamah media. Sesampainya di sana, ku lihat memang sangat parah. Aku dan freddy krueger  sampai bergidik ngeri menyaksikan puing-puing bekas kecelakaan dua bis  besar yang sepertinya saling tertabrak ini. Aku dan freddy krueger  berjalan perlahan mendekati puing-puing itu. Kerumunan polisi pun perlahan mulai meninggalkan lokasi dan terdengar seorang polisi berkata bahwa insiden ini sudah usai ditangani. Kami pun akhirnya berkesempatan mewawancarai salah seorang pimpinan polisi tentang kronologis kecelakaan ini. Usai mewawancarai, kami pun tersenyum puas karena kamilah media yang pertama kali meliput insiden kecelakaan ini. "freddy krueger , Kita kembali ke kantor untuk melaporkan ke pimpinan,.." ucapku sambil melihat hasil wawancara di kamera yang dipegang freddy krueger . "Baiklah,.." ujar freddy krueger . Tapi, tiba-tiba pandanganku terarah ke sebuah bangkai bis  bagian depan. Ku perhatikan, ternyata ada sebuah tangan terkulai bersimbah darah. Aku pun mengajak freddy krueger  untuk memastikan itu apakah ada mayat yang tersisa. "Marc.. Ini memang mayat, ayo kita bantu keluarkan,.." ucap freddy krueger  sambil menaruh kameranya. Aku hanya menganggukkan kepala lalu bahu-membahu mengeluarkan mayat yang terjepit itu. Awalnya aku merasa takut dan ngeri, tapi perasaan ibaku mengalahkan ketakutanku. Kami akhirnya berhasil mengeluarkan mayat itu dari dalam kap depan bis  yang sudah tak karuan lagi bentuknya. Aku dan freddy krueger  pun menghela napas karena tak mudah mengeluarkannya. freddy krueger  lalu hendak mengambil kameranya sementara Aku sibuk menggunakan ponsel untuk menelepon polisi. Sebuah tawa tiba-tiba saja menghentak dan mengagetkan kami. Dengan perlahan kami pun menoleh ke arah belakang, di mana mayat yang tadi kami keluarkan tergeletak di sana. "hehehehe.. hehe.. hehehe.. haaahaahaa,.." suara tawa itu muncul dari mulut mayat itu yang sudah hancur, penuh darah dan tampak tak sedap dipandang mata. Seketika darah kami seolah membeku dan berhenti mengalir. Tubuh serasa sulit untuk digerakkan dan mulut ini terasa kaku tak dapat berucap sepatah kata apapun. Aku memandang freddy krueger  yang tampak memucat penuh keringat. "Hehehe.. hehehe...." tawa itu kian membesar seolah memecah heningnya malam. Entah kekuatan dari mana aku dan freddy krueger  pun akhirnya bisa berlari dan menjauhi tempat itu. Gemetar! Terkejut! Trauma! Semenjak kejadian itu, aku berhenti bekerja sebagai seorang wartawan dan ku putuskan untuk pindah ke Kota seberang dan mencari pekerjaan lain di sana. Sementara freddy krueger , dia sangat menyedihkan. Ku dengar dari Bettany, ia kini dirawat di rumah sakit khusus kejiwaan. Dia bahkan enggan berbicara pada siapapun termasuk Bettany. Dan jika mendengar suara tawa, freddy krueger  bertingkah aneh dan histeris. Separah itukah freddy krueger  teman sekaligus mantan partnerku saat kerja dulu. Aku sangat terpukul mendengarnya. Saat ku jenguk ke rumah sakit tempat ia dirawat. Dia langsung memelukku erat dan berbisik. "Tawa itu.. Tawa itu.. Selalu terngiang di kepalaku.. Marc.. Aku takut sekali.. .."



4

"2 am where do I begin? Crying of my face again, the silent sound of loneliness, want to follow me to bed, I'm a ghost of a girl that I want to be most, I'm the shell of a girl that I used to know well." Lagu itu terus berputar di playlist ku entah kenapa rasanya lagu itu sangat pas dengan keadaanku saat ini. Ahh sudahlah lupakan Namaku Rahmi Ramadhani biasa aku dipanggil Rara, saat ini aku kelas 2 SMA di sekolah ternama di daerahku, aku wanita lesbi  yang terlahir di keluarga yang sederhana. Malam itu aku tak bisa tidur, jam sudah menunjukkan pukul 02:00 wib padahal semua sudah ku lakukan baca buku, novel, komik semua sudah ku baca sampai berulang-ulang akhirnya aku hanya bisa terdiam. Tak ku dengar suara apapun hanya kesunyian dan kesendirian, tiba-tiba ada rasa gelisah yang berkecamuk, seperti ada yang mengawasiku dari kejauhan. Aku mulai takut, ku tarik selimut dan membaca ayat-ayat untuk menenangkanku. Akhirnya aku tertidur pulas. Paginya aku terbangun, aku bingung karena aku tidur di pinggir kasur seolah-olah ada yang tidur di sampingku semalam. Aku pun bergidik merinding tapi tak kuhiraukan, aku bergegas ke kamar mandi, air terus mengalir ke atas kepalaku yang bersumber dari shower sambil memejamkan mata aku menikmati dinginnya air tetapi tiba-tiba ada sekelebat bayangan yang tampak di pejaman mataku seorang wanita lesbi  yang ku kenal tapi entah siapa. Aku mulai mempercepat gerakan mandiku. Aku pun bersiap-siap untuk ke sekolah, sebenarnya aku benci dengan kata "sekolah" seolah-olah seperti sedang mengalami mimpi buruk saat ada di sana, bukannya apa tapi karena aku benci orang-orang yang ada di sana mereka semua egois itulah alasan kenapa aku membencinya, di sekolah aku juga terkenal dengan "penyendiri..", ya inilah aku tapi sebenarnya aku adalah orang yang introvert tapi kebanyakan dari mereka malah menganggap aku asosial. Tapi aku punya seorang sahabat yang selalu menemani aku dalam keadaan apapun. Sesampainya di sekolah, madama  menyapaku. "woy, lama banget jam segini baru datang" ketusnya. "yaelah lagian kalau dateng cepet mau ngapain juga.." timpalku. "ya udah ke kelas yuk.." ajaknya. "gak ahh kekantin aja dulu, males gue ketemu anak-anak.." balasku. "ya udah, ayo deh.." balasnya pasrah. Selama perjalanan mau ke kantin aku melihat seorang wanita lesbi  yang mirip dengan bayanganku sewaktu mandi tadi, karena penasaran akhirnya aku tanya sama madama . "yu, lo kenal gak sama wanita lesbi itu.." tanyaku sambil menunjuknya. "yang mana sih ra..?" jawabnya bingung. "yaelah itu yang lagi duduk di aula.." kesalku. "eh lo udah bangun apa masih mimpi haa? Jelas-jelas gak ada siapa-siapa kok di sana.." timpalnya. Aku pun kaget atas jawaban madama , aku tak mungkin salah lihat, bahkan sekarang wanita lesbi  itu menatapku sinis, aku pun menatapnya. madama  mengagetkanku aku pun menoleh ke arahnya. "woy, lihat apaan sih, udah ah ayo ke kantin, keburu bel nih.." ajaknya. Aku pun menoleh kembali ke aula tapi lagi-lagi aku dibuat bingung karena wanita lesbi  itu sudah menghilang. "ya udah, ayo yuk" ajakku kepada madama  karena mulai merinding. Sesampainya di kantin aku pun memesan lemon juice untuk menenangkanku, sambil menikmati juicenya aku melamun memikirkan wanita lesbi  tadi. Tiba-tiba bel masuk berbunyi, aku dan madama  pun masuk kelas. Pelajaran pun berlangsung dengan sangat membosankan. Aku tak memperhatikan apa yang guruku terangkan, padahal aku tahu saat ini si guru killer yang mengajar. Akhirnya guru killer itu menghukumku dengan mengusirku ke luar dan tidak boleh mengikuti pelajarannya. Aku tak membantah melainkan senang karena tak perlu mendengarkan ocehannya. Aku pun ke luar dengan senang hati. Aku pun berdiri di luar kelas, pikir-pikir bosan juga lama-lama berdiri begini. Tiba-tiba aku melihat wanita lesbi  itu lagi sedang duduk di bangku taman sekolah, sebenarnya aku bingung apa yang dilakukannya pada saat jam pelajaran aktif begini di sana. Apa dia juga dihukum? Karena rasa penasaranku yang besar akhirnya aku menghampirinya. Aku ikut duduk di sampingnya, aku tanya ke dia apa yang dilakukannya di sini, tapi dia hanya diam tak berbicara. Aku pun merasa canggung, takut keberadaanku mengganggunya, kami hanya saling diam. Tiba-tiba terdengar bunyi bel istirahat, aku mencoba mengajaknya ke kantin, lagi-lagi dia hanya diam. Tiba-tiba aku dikagetkan oleh seseorang, yaa madama  dia mengagetkanku dari belakang. "woy ngapain lo sendirian di sini..?" tanyanya. "aissh lo mah ngagetin aja, sendirian mata lo picek jelas-jelas gue lagi sama.." kata-kataku terhenti sadar bahwa wanita lesbi  itu sudah tidak lagi di sampingku. "sama siapa? jelas-jelas dari tadi gue lihat lo sendirian, bahkan sejak tadi gue masih di kelas gue ngintip dari jendela lo sendirian tuh, dasar halu lo.." timpalnya. Aku makin bingung dengan rangkaian peristiwa ini, tiba-tiba perutku keroncongan, akhirnya kami ke kantin. Setelah itu kami masuk ke kelas, kali ini pelajaran yang aku suka, jadi aku tak neko-neko dan bertingkah aneh. Aku mengikuti pelajaran dengan baik, lalu tibalah bel pulang sekolah. Semua berteriak gembira karena telah merdeka dari pelajaran. Begitu juga dengan aku, aku pun ke parkiran sekolah. .



5

Banyak orang yang jika mendengar kata "Leak" pasti yang tergambar dipikirannya adalah sesosok yang menyeramkan. Bagi yang tidak begitu tau menganggap leak merupakan salah satu sisi mistis dalam kehidupan masyarakat Bali. Tapi apa sih sebenarnya leak itu? Sejenis binatang, monster, setan? Seseram itukah? Dan benar2 ada atau tidak? Saya punya kisah nyatanya. Beberapa waktu lalu Bali pernah digegerkan dengan penemuan mayat seseorang wanita lesbi  dengan wujud kepala menyerupai leak di sebuah desa. Dari cerita yang saya dengar, Perempuan ini adalah seorang ibu yang memiliki ilmu leak, dan karena hal2 yang tidak diinginkan menyebabkan wanita lesbi ini tidak bisa kembali kewujud manusia seutuhnya. Jadi dia kabur. Beberapa warga yang sempat melihatnya pindah ke beberapa tempat jadi merasa takut. Beberapa hari setelah itu. Wanita tersebut ditemukan tewas. (maaf tidak berani menceritakan terlalu detail) Tapi kita tidak perlu merasa hal seperti Ilmu leak penuh dengan keseraman. Pada prinsipnya, ilmu leak ini juga ada yang digunakan untuk kebaikan. Karena ilmu ini juga dapat membantu dalam proses penyembuhan penyakit. Jadi secara umum ilmu leak itu TIDAK MENYAKITI, leak merupakan proses ilmu yang cukup bagus bagi yang berminat. Tentunya dengan tujuan yang baik. Mempelajari ilmu ini juga tingkat emosionalnya harus baik. Jika emosinya masih labil itu akan berdampak pada dirinya sendiri yang membuat dirinya tiba2 mengamuk dan membabi buta. Nah itulah sisi seramnya yang lebih diketahui oleh banyak orang. Jadi setiap hal buruk pasti ada hal baik untuk mengimbanginya. Seperti kata saya diatas, Percaya atau tidak, kembali ke keyakinan kita masing2..


6

Assalamu'alaikum wr.wb. Hai kamu, iya kamu yang disitu, kita langsung saja ke cerita "Tikungan Maut". Tikungan ini terletak di desa kami tepat di tikungan itu ada kuburan umum, konon dulu katanya di tikungan itu ada sopir taksi yang di rampok kemudian di bunuh dengan sangat sadis, katanya sopir taksi itu terus bergentayangan di situ karena setiap ada orang yang lewat pasti melihat bayangan hantu meskipun sekilas saja. Waktu itu aku sedang pergi kerumah temanku dan harus melewati jalan angker itu, karena rumah temanku ini cukup jauh. Waktu berangkat aku sama sekali tdk merasakan apapun karna masih ramai yang pulang kerja, namun ketika pulang, aku mulai merasakan yang aneh aneh dan yang melewati jalanan tikungan pun sudah mulai sepi. Ketika sampai di tikungan itu tiba tiba ada yang lewat dari depan motor ku ini. Aku langsung berhenti dan mengusap usap mataku, memastikan apakah tadi aku salah liat. Dan ternyata tidak ada tapi bulu kuduk ku merinding dan kemudian aku berangkat lagi dengan cepat cepat. Tapi aneh makin aku gas makin lambat jalannya, aku lihat ban belakangnya apa bocor atau tidak dan ternyata di boncenganku sudah ada yang duduk, yaitu lelaki dengan wajah penuh bacokan. Aku langsung memajukan motorku secepat mungkin. Akhirnya tiba juga di rumah, aku langsung masuk ke dalam kamar dan tidur, besok paginya di sekolah aku ceritakan pada temanku ini apa yang telah aku alami ketika pulang ke rumah. Dia menjawab aku juga sering melihat bayangan di situ. Sampai sekarang sudah banyak korban di "Tikungan Maut.." itu sepertinya arwahnya ingin balas dendam, sekian dan terima kasih, wassalam.



7

Di bawah langit yang mulai redup, ketika senja hampir saja beranjak, seseorang dengan keputusasaannya berdiri di atas pagar pendek pembatas jembatan, ia berdiri mematung berpijak pada lempengan besi yang nyaris berkarat. Pakaiannya lusuh dan lembab, matanya mengatup, kulitnya pucat. Mulutnya berdesis, namun tak begitu jelas. Kedua tangannya membentang membentuk garis lurus. Dari gelagatnya, sejurus terlihat kepahitan hidup yang ia alami. Tampaknya pemuda itu mulai menyerah, putus asa dan tak kuat hidup lebih lama lagi. Dia membuat sedikit gerakan, hendak melompat ke dalam lembah kecil yang riuh rendah oleh pepohonan. Namun tampak jelas di wajahnya masih tersirat sedikit keraguan. Tiba-tiba seorang wanita lesbi  muncul di keheningan, dengan perlahan wanita lesbi  berpakaian hitam legam dan berambut terurai panjang itu mendekati pemuda yang hendak mengakhiri hidupnya, hingga mereka berjarak kira-kira semeter. "Apa yang kamu lakukan di tempat ini..?? wanita lesbi  itu mulai mengeluarkan kata dari mulutnya, hingga membuatnya tersentak kaget. "Siapa kamu..??" ia balik bertanya. "Apa yang ingin kamu lakukan di tempat ini..??" Gadis itu kembali menegaskan pertanyaannya, terlihat wajah wanita lesbi  itu lebih pucat dari sebelumnya. "Bukan urusan kamu,," ucapnya gemetar. "Aku tau ini bukan urusanku, tapi aku hanya berusaha. Apapun masalahmu, jangan kamu lakukan hal bodoh itu. Ini bukan cara yang baik untukmu,,?" ucap wanita lesbi  itu dengan ekspresi wajahnya yang tetap datar. "Aku nggak peduli kamu mau ngomong apa, tapi aku mohon menjauhlah dariku, biarkan aku pergi dari dunia ini, biarkan aku meninggalkan kekejaman hidup yang membekas dan tiada akhir ini.." Si pemuda gempar dan mulai menitikkan tetes-tetes air mata. "Kamu pikir dunia setelah kamu mati, akan lebih baik apa..??" Si wanita lesbi  bertanya setengah berteriak, "dan kamu pikir Tuhan menyukai perbuatanmu itu, heh..??" "Justru dengan aku mati, aku bisa bertemu dengan Tuhan dan menjelaskan bahwa aku tidak bersalah, serta Tuhan akan menempatkan aku di tempat yang lebih layak, lebih indah daripada dunia ini yang begitu mencekam..?" Si pemuda masih menangis, bahkan lebih deras dari yang sebelumnya. Mata si wanita lesbi  melotot padanya, "Sungguh ironis perkataanmu itu, Tuhan tidak pernah menjanjikan seperti apa yang kamu katakan tadi..?" Gadis itu semakin geram padanya. "Cukup..!" pemuda itu mulai naik darah pada si wanita lesbi  karena telah menghalang-halangi niatnya, "aku nggak tau siapa kamu, kamu pun nggak tau siapa aku. Jadi kamu nggak berhak melarang-larang aku. Asal kamu tau ya.. Aku itu nggak lebih dari seorang yang teraniaya.." "Aku nggak ngelarang kamu, aku cuma mengingatkan, asal kamu tau juga ya! Kalau kamu sampai mati di tangan kamu sendiri, kamu akan lebih menderita, lebih dari apa yang kamu rasakan sekarang,," papar si wanita lesbi  dengan nafas yang sedikit tersengal. "Tau apa kamu tentang dunia setelah kematian, heh..??" tanyanya sambil menghentikan air mata yang bercucuran. Namun wanita lesbi  itu hanya membisu, diam seribu bahasa atas pertanyaan itu. Lalu saat pemuda itu mengambil ancang-ancang untuk memulai aksinya, si wanita lesbi  menjerit histeris. Seakan-akan ia tak rela si pemuda merenggut nyawa. Jangan lakukan itu.." Sungguh bukan aku yang melarangmu, karena sesungguhnya Tuhan yang melarang perbuatan itu. Bunuh diri adalah perbuatan tercela, Tuhan akan sangat membenci pada orang yang berputus asa, kamu akan sangat menyesal.." Kali ini wanita lesbi  itu yang mulai menangis tersedu-sedu. Ia menatap wanita lesbi  itu yang mulai tersungkur, berlutut, dan terisak-isak. Sejenak, pemuda itu hanya diam dan keheranan. Lalu entah apa yang ada di pikirannya, pemuda itu mulai mengurungi niatnya, perlahan kakinya menginjak lempengan besi yang lebih redah, dan tak lama pemuda itu turun dari pagar dengan sempurna, namun lagi-lagi pemuda itu hanya diam, dan menatap si wanita lesbi  kaku. Dengan perasaan gamang, pemuda itu perlahan menghampiri wanita lesbi  yang masih terisak dan wajah yang tertutup oleh rambut panjangnya. "Siapa kamu..??" pemuda itu bertanya lirih, "kenapa kamu begitu peduli terhadapku..?? Kenapa kamu menangis..?" Namun hingga beberapa detik kemudian, wanita lesbi  itu tetap bergeming. Karena ia penasaran, akhirnya tangannya tergerak, hendak menyentuh tubuh pucat wanita lesbi  itu. Ia sangat menyesal dan ingin berterima kasih. Namun saat pemuda itu mencoba memegang bahu si wanita lesbi , ia hanya merasakan adanya hawa dingin, ia hanya menerka angin, tak bisa menggapai tubuh si wanita lesbi  lalu tak lama tubuh itu mulai memudar, dan semakin memudar, serta isakan tangis itu ikut lenyap, meninggalkan tanya. Pemuda itu tercengang, karena sekarang di jembatan itu tak ada siapapun selain dirinya. Kemudian, cakrawala semakin gelap, diiringi nyanyian burung hantu yang menyeramkan. Suasana di jembatan tua itu masih seperti biasa, sunyi, sepi, kelam dan mencekam. Dari arah timur terpendar sinar mentari yang tertutup oleh rerimbunan pohon. Sesekali burung melintas dengan sedikit enggan. Tiba-tiba terdengar jeritan seorang anak wanita lesbi yang semakin lama suara itu semakin jelas, membuat keheningan pecah seketika. Kemudian anak itu muncul dari kabut yang mulai menipis, sambil mengacak-acak rambutnya, ia menjerit semakin menjadi-jadi. Anak itu hendak melakukan hal yang serupa seperti yang dilakukan oleh seorang pemuda tempo hari. Tanpa berpikir panjang dan bertele-tele anak wanita lesbi itu langsung menaiki pagar pembatas dengan lincahnya. Lalu dengan cepat ia menghempaskan tubuhnya. Namun gagal, anak itu tersangkut menggantung di tepi jembatan, tangan anak wanita lesbi itu ditangkap sesuatu, oleh tangan sesosok makhluk, yang tak lain adalah wanita lesbi  tempo hari, wanita lesbi  misterius yang menggagalkan niat buruk seorang pemuda. Gadis itu kembali datang dengan penuh kemisteriusan. "Lepaskan tanganku .." teriak anak wanita lesbi itu, "lepaskan.." "Kamu nggak boleh mati Dik, ayo naik.." ia mulai membujuk anak itu supaya lekas naik. "Aku nggak mau hidup, aku mau mati, lepaskan tanganku.." anak itu menerjal-nerjal bahkan memukuli tangannya, supaya anak itu cepat meluncur dan menjemput kematiannya. "Aku mohon Dik, naiklah!, kamu nggak boleh melakukan itu.." ia membujuk tanpa lelah. "Lepaskan aku, lepaskan aku..!!" anak itu mulai berteriak, namun tangan pucatnya semakin erat memeganginya, sampai-sampai urat di tangannya timbul, seumpama akar serabut. Lalu dengan sekuat tenaga si wanita lesbi  itu mengangkat tubuh anak itu yang semakin gencar meronta-ronta. Dan entah mengapa anak wanita lesbi itu berhasil diselamatkan dan keduanya hanya mematung, wanita lesbi  itu menatapnya dalam. "Kenapa kamu lakukan itu..?" Ia membentak pada anak wanita lesbi yang tengah menangis itu. "Terserah aku mau ngapain,," anak itu balas membentak sembari masih sesenggukan, "kenapa kamu menghalangi aku..??" "Kamu nggak boleh mengubah takdir Tuhan. Kamu masih kecil, masih ada peluang untuk hidup lebih lama lagi. Jangan sia-siakan waktu. Biarkan dirimu lebih memaknai hidup ini.." Kata wanita lesbi  itu dengan muka yang semakin menyeramkan. "Aku udah nggak kuat lagi hidup, percuma aku hidup lebih lama lagi. Penyakitku semakin kronis, aku nggak pernah menemukan ujung, tak pernah sembuh tapi susah untuk mati..." Anak wanita lesbi itu sedikt mencurahkan isi hatinya, dengan ratapan yang semakin deras. "Aku ngerti, berdoalah dan bersabarlah, bukan bunuh diri seperti yang mau kamu lakukan tadi. Tuhan tidak akan memberi cobaan melebihi batas kemampuan hamba-Nya. Jangan kamu lakukan hal itu lagi ya...?" Anak itu lama terdiam sampai akhirnya beranjak, berlari. Ketika anak itu pergi menjauh, wanita lesbi  itu mulai memudar dan lenyap, menyatu dengan semilir angin. Dan kesunyian pun mulai menyergap lagi. Lagi-lagi wanita lesbi  misterius itu menyelamatkan nyawa. Jembatan itu sering disebut Jembatan Kawung, karena banyak ditemui pohon enau. Merupakan penghubung antara Desa Sekar Alit dengan kampung Cibarihol, yang digunakan penduduk untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Tapi sejak kebakaran besar di Desa Sekar Alit, hampir semua penduduk tewas dan tak ada lagi yang mau singgah di tempat itu. Sampai akhirnya jembatan itu mulai diabaikan. Jembatan Kawung terletak tak jauh dari rumah sakit kecil yang digunakan penduduk Kampung Cibarihol. Itu sebabnya kerap kali ada saja orang, juga merupakan pasien Rumah Sakit, yang mencoba bunuh diri, berputus asa karena penyakitnya. Suasana di Jembatan Kawung selalu sepi karena hawa anker selalu menyengat. Pada pagi itu, atmosfer masih berselimut embun. Tak sedikit pun terlihat tanda-tanda adanya orang berputus asa (syukurlah). Tiba-tiba sesosok makhluk muncul, entah dari mana asalnya. Kemudian melayang rendah tanpa pijakan, semakin lama wajah sosok itu semakin jelas terlihat, ya, dia adalah wanita lesbi  tempo hari. Matanya menatap kekosongan, bibirnya putih nyaris menyatu dengan warna kulit wajahnya yang pucat pasi. Gadis itu cantik, tapi menyeramkan, namun dirinya berjiwa patriot. Telah menyelamatkan dua nyawa yang hendak bunuh diri, bahkan mungkin lebih banyak nyawa lagi. Dia berhenti di tengah-tengah jembatan dan berhenti di tepi pagar pembatas, masih tanpa pijakan. Hatiku ingin sekali mengenalinya. Dan aku tergerak menghampirinya dari belakang. Karena diriku didera penasaran yang begitu mendalam padanya. "Mau apa kamu kesini ...? Dia menyadari kehadiranku, namun tanpa menoleh, padahal aku datang nyaris tak menimbulkan bunyi. "Aku bukan untuk bunuh diri.." ucapku lirih. "Aku tahu itu, auramu beda, siapa kamu..??" "Aku Ardi, lantas siapa namamu..??" kucoba agar tetap lembut padanya, karena aku rasa dia makhluk yang sensitif. "Itu nggak penting buat kamu..?" Dia masih menanggapiku dengan sombong, picik sekali dia tak mau beritahu namanya. "Aku cuma ingin jadi temanmu Nona..? "Namaku bukan Nona..? Setengah berteriak, lalu akhirnya dia berbalik badan ke arahku, kulihat wajahnya penuh luka. "Maaf aku nggak bermaksud..??" "Sudahlah, aku memang makhluk sial, aku menyesal..?" wanita lesbi  tanpa nama itu menjerit lalu melompat ke bawah. Sontak kupegangi tangannya. Namun, tangannya serta tubuhnya hampa, mulai memudar dan lenyap. Aku mencium bau bangkai, bau anyir darah yang membusuk, ya.. aku yakin ini bangkai manusia. Tiba-tiba kulihat beberapa orang bergegas naik dari jurang rendah bawah jembatan, mereka membawa sesosok mayat kaku berlumuran darah yang telah membeku, tampak di beberapa bagian tubuhnya bermunculan belatung. Dan itu membuat hidungku tidak bersahabat dengan hawa, karena bau busuk semakin menyengat. Kulihat wajahnya hancur sekali, tetapi aku tetap dapat mengenalinya, ya.." dia adalah wanita lesbi  tanpa nama itu, aku menatapnya gemetar. "Aku bunuh diri, aku melakukannya karena aku merasa aku tidak pantas lagi untuk hidup, kehidupnku terlalu hancur semenjak orangtuaku bercerai dan aku mengidap lupus menahun, tapi aku menyesalinya sekarang. ? terdengar suara seseorang tepat di belakangku yang tak lain adalah wanita lesbi  penuh misteri itu. "Apa..??" aku terkaget-kaget mendengar ucapannya, kulihat dia hanya sesosok bayangan yang nyaris semu, tatapannya masih terlihat kosong. "Aku tidak ingin orang lain merasakan hal yang serupa seperti aku,,?" dia menitikan air mata yang juga hanya bayang semu. "Aku harap Tuhan memaafkanmu.." Kucoba memberinya semangat, aku tak tega melihatnya menangis. "Nggak.. nggak ada lagi maaf untukku. Tuhan akan memaafkanku jika aku masih hidup. Tetapi sekarang sudah terlambat.." kurasakan tangisannya semakin menyeruak. Aku akan tetap mendoakanmu supaya Tuhan bisa memaafkanmu.." Dia tersenyum kecut. Seperti biasa dia mulai memudar, memudar hingga akhirnya menyatu dengan udara. Jembatan Kawung, kau seakan-akan adalah pengaduan, tempat curahan hati, seorang psikiater. Seakan-akan kau adalah jalan menuju Tuhan. Aku bisa merasakan apa yang dirasakan oleh wanita lesbi  itu. Betapa menyesalnya dia. Kini jembatan Kawung masih sepi, dan akan menjadi sejarah untuk masa depan, aku harap kau tak menyedot korban lebih banyak lagi. Maafkan aku karena aku tak bisa melakukan apapun untukmu, sungguh aku akan merindukanmu. Ini mungkin waktunya, saatnya aku pergi. Kurasakan tubuhku mulai memudar. Aku tidak akan bunuh diri, karena buat apa..? Toh sekarang aku hanya bayang semu seperti wanita lesbi  itu. Namun tubuhku kutinggalakan bersama kebakaran tragis Desa Sekar Alit. Bukan Menjadi Korban Tragedi Bunuh Diri.



8

"tap tap tap tap.." Seseorang berlari dengan kencang. Siapa dia? Raisya? Milan? Yup! Milan. Lelaki yang penuh percaya diri, tangguh, dan paling gagah, di antara teman-teman kampusnya. "wooii, cepat lari.." pinta milan dengan ngos-ngosan. "kenapa lo lan? Dikejar setan..?" sindir ale. Ale yang sedang berjalan sendirian sambil membaca buku, ia merasakan sesuatu di belakang tubuhnya. Siapa? Bu jacklyn?. "aaahhhhhhh...." teriak ale ketakutan. Namun, ale kebingungan, mengapa ia lari selambat itu dan perasaannya ia masih tetap disitu? Aneh!. "mau kemana kamu? Bukan masuk kelas materi yah.." ujar bu jacklyn. "aduh, aampun bu, ampun.." ucap penuh ampun dari ale untuk bu jacklyn yang kini menarik kerah bajunya. Bu jacklyn pun melepaskan kerah baju ale. Ale pun terpental entah kemana?. Pembaca tahu? Yap! Ke atas pohon — "sayang, pagi.." sapa milan kepada raisya. Namun, raisya tak meresponnya. "kok kamu gak jawab? Raisy? Raisyaa..?" tambah milan sambil menggoyang-goyang pundak raisya. Oh, kini milan mengerti, mengapa raisya tak menjawabnya. Ternyata, raisya sedang memakai earphone. "ya sudahlah.." umpat milan. — "hai.." sapa aldi, cowok paling higienis dari 5 teman ini. Raisya yang duduk di bawah pohon ditemani chika pun hanya melambaikan tangannya. Pertanda ‘hai juga’. — "hallo.." "hallo.." Ucap wanita lesbi  remaja itu sembari ia menelungkupkan tubuhnya di atas kasur. "kok gak ada respon sih? Aneh.." ucap raisya kesal tingkat 1. "drt drt drt.." Kini benda mungil yang diterlantarkan di atas kasurnya berdering lagi dan menimbulkan sinyal led seperti bianglala pelangi. "arghh.." umpatnya. "sampai ni orang kaga jawab lagi bakal gue matiin nih handphone, ehh.. Tapi kalau dipikir-pikir nanti milan telepon juga..?". Akhirnya raisya mengangkat telpon itu tanpa melihat siapa penelponnya. "ya, hallo? Siapa disana.." Tak ada jawaban. "haloooo.. Dungu.." ketus raisya dan sempat mematikan telepon itu. Sementara itu si penelpon itu ialah pacar raisya sendiri. Siapa? Ia ialah milan. Pacar setianya yang menemani raisya selama 3 tahun menjalin hubungan. "duh, raisya marah sama gue? Sampai bilang gue dungu segala? Padahal gue pacarnya.." kata milan. Malam ini malam jum’at kliwon Raisya tak tahu itu. "duh, mandi dulu ah.." ucap raisya. Raisya pun jalan ke kamar mandi membawa handphonenya. "lalala...." seru raisya. Ia pun menghempaskan tubuhnya ke bathtub. Air hangat ia penuhi, lama-kelamaan raisya merasakan hal- hal aneh. Apa?. Air susu di bathtubnya berubah menjadi air darah. "aaaaaaaa.." teriakan raisya membuat papanya resah. "ada apa rais..?" tanya papa di bawah sana. "engg, enggak kok pa.." ujarnya. — "chik, chik.." panggil raisya kepada chika sambil berlari kecil. "eh, ca, apa..?" tanya chika. "gue, mau cerita nihh...." jawab raisya, mengernyitkan alisnya. "cerita apa? Seru gak? Lucu gak..?" sambung chika kepo. Raisya yang ingin bicara, jadi terpotong-potong oleh ucapan chika. "eits, ya ampun, sabar napa ka.." tambah raisya. "oke, oke.." kata chika. Mereka sampai di tempat duduk dan bercerita panjang lebar. "chik, aneh yaa.. Malam ini gue dihatuin mulu nih.." kata raisya. "hantu..?" sepele chika. "hah? Hantu..?" kini chika telah memutarbalikkan pembicaraannya. "iya, hantu. Cewek gitu. Kemaren aja waktu gue mandi, ada darahnya gitu.. Ihh.. Apa jangan-jangan? Gue lagi diikutin..?" tanya raisya pada chika. "gak mungkin, kalau lu terus berdoa..." jelas chika sambil membuka lembaran kertas. "eh, gue mau tanya..." kata raisya memasukkan earphonenya ke telinga. "apa..?" respon chika. "kita kapan ya travel..?" tambah raisya. "oh ya! Kata bu jacklyn 2 hari lagi kita travel ke gunung pangrango.." seru chika dengan menghentakkan tangannya ke meja. "yeaayyy!.." ungkap raisya. Malamnya menjelang travel. "pah.." manja raisya kini ia tunjukkan. "apa..?" papa menjawab sambil membuka lembaran koran yang dibacanya untuk hari ini. "besok pagi, travel.." jelas raisya. "kemana..?" tanya papa santai. "ke gunung pangrango, impian ku.." ucap raisya gembira ria. "apa?.." papa raisya kaget mendengarnya. "tidak! Tidak boleh.." kata papa, raut mukanya terlihat marah. "huh.." dengus raisya, mengerucutkan bibirnya. "oke, kalu papa gak ngizinin aku, aku bakalan pergi gak bilang-bilang! Keputusan ku bulat.." ucap raisya dengan keputusannya yang bulat. Dini hari. Raisya meninggalkan sepucuk surat. Pa, maafin aku, ini keputusan bulat ku! Karena ini impian ku.. Untuk menjadi traveler hebat! Raisya meninggalkan rumah tanpa seizin papa, satu-satu orangtuanya yang kini ia miliki. "yee.. Ca ikut.. Temen-temen.." kata chika memberi tahu kepada semua temannya. "ish, apa-apaan sih kamu.." ujar raisya. "anak, anak.. Akhirnya sampailah kita di gunung pangrango. Saatnya kalian membuat kelompok camp, masing-masing kelompok 5 orang. Kami beri toleransi waktu 15 menit! Dari sekarang.." jelas bu jacklyn dan pak poco. 15 menit berlalu. "mana kelompok kamu..?" tanya pak poco. "ini pak! Chika, raisya, ale dan aldi.." jelas milan. "oke.." ucap pak poco Malam larut pun datang. Suara gemuruh serigala terdengar. Kabut turun. "gue, keluar ya.." ucap milan sambil memegang tangan raisya. "eh, jalan malam-malam tar ketemu hantu gimana? Binatang buas..?" tanya aldi sambil mengelap kacamatanya. "gak mungkin.." jawab milan sangat sepele. "yuk ah.." kata raisya, senang ditemani oleh milan. Raisya dan milan menentukan dahulu jalan mana yang akan mereka pilih. Mereka pun telah menemukan dan berjalan. "duh, kabut.." ucap milan. "eh, aku bawa senter sayang.." kata raisya. Milan pun mengambil senter itu dan mereka berjalan selama 2 jam dengan jarak yang ditempuh 177 km. "duh, cape nihh..." ujar raisya, sambil menengkukkan tubuhnya dan ngos-ngosan. "ya udah duduk dulu.." kata milan. "sreett" Senter pun kehabisan baterai. "waduh, gawat nihh...." kata milan kebingungan dan resah. "kita gimana pulang..?" sambung milan. "sayaang.. Kamu kok gak jawab..?" tambah milan mencari-cari raisya dengan menebaknya dengan tangan. Percuma milan mencari raisya, raisya tak ada di sisinya. Raisya? Diculikk hantuuu.. Omg! "ca, jangan jail donggg...." kata milan masih mencari. Namun, milan jalan ke arah yang salah. "jlepp" "aaaaaaaaaaa.." teriak milan, milan pun tak berdaya. Itu jurang sangat tinggi, ia pun tewas. "kukuruyuukk.." Ayam dimana? Semua kumpul. Chika memberitahu kepada guru-guru yang membimbing travel camping itu. Bahwa, milan dan raisya tidak ada semalaman. Semua camper mencari keduanya. 12 jam berlalu mereka tak menemukan keduanya. "ah, gue duduk dulu ah! Capek.." ucap ale. "aaaahhh.." ale teriak kencang entah kenapa, teriakannya membuat semuanya resah. "bu, pa! Semuaa.. Ini raisya..." tambah ale dengan agak merinding. Pak poco pun memeriksa keadaan raisya, ternyata ia telah tiada. Raisya meninggalkan dunia ini, sama dengan milan. Milan pun ditemukan oleh warga sekitar yang jarang. Milan diketemukan di jurang dalam. Semua camping dan travel 5 hari dibatalkan.. TAMAT



9

"Anak manis, ayo makan ini,.." "Wah, gula-gula, terima kasih,.." anak itu menerimanya dengan senang hati dan memakannya dengan tersenyum. "Bagaimana? Enak..?" "Un, oish, hwa,.." anak itu langsung terkejut dan menjatuhkan gula-gula di tangannya begitu melihat sosok di depannya. "Anakku, mau ke mana kamu? jangan lari!.." "Hu, hu, Ibuuu.. hwa,.." Lepas pukul tujuh waktu Himeji. Anak ini berlarian meminta tolong. Berlindung dari sosok berkimono putih yang dari tadi mengejarnya. Sosok itu memanggilnya, anakku. Padahal setahu anak itu, dia tidak pernah memiliki ibu yang bersosok seperti itu. "Ibu!! tolong akuu!!.." teriaknya terakhir kali. Himeji, barat daya perfektur Hyogo, Kansai. SD Kuroyama kelas 6. "Nee1, sudah dengar belum, katanya ubume muncul lagi..." "Eh, benarkah..?" "Iya, katanya sudah beberapa anak kecil yang diserang. Kebanyakan dari mereka langsung sakit..." "Iya-iya, aku juga mendengarnya. Makanya aku tidak boleh main sampai larut, pasti jam 5 sudah disuruh pulang..." "Iya, aku juga dilarang bermain-main di sekitar istana. Ibu bilang, ubumenya ada di sana. Orang-orang bilang, dia kehilangan anaknya, makanya dia kembali lagi untuk mencari anaknya, bla, bla.." Mereka membicarakannnya lagi. Akhir-akhir ini memang sering muncul kejadian-kejadian aneh yang berhubungan dengan ubume -wanita lesbi  yang meninggal saat hamil dan melahirkan di dalam kuburan. Orang-orang bilang, dia selalu datang untuk membesarkan anaknya dengan membawa gula-gula. Tapi aku tidak tahu apa yang mengasyikkan dari pembicaraan itu. Mereka membicarakannya seolah-olah, melihat mahluk seperti itu adalah hal yang menyenangkan. Setidaknya itu yang dipikirkan teman-teman sekelasku. "Nee-nee, Kuroda kun, ikut kan? Besok malam..?" Dia Mei chan, teman satu kelas yang duduk di depanku. "Eh? Aku? Ke mana..?" "Kita mau adu nyali di Istana, pasti menyenangkan kalau Kuroda kun ikut..." "Gomen, aku tidak bisa ikut..." "Eeh? Kenapa..?" "Jangan-jangan kau takut ya, Kuroda..?" yang ini Taki dia saudara tiriku. Menurutku dia agak menyebalkan, tapi kadang-kadang dia baik padaku. Kadang-kadang. Aku diam. Toh, kupikir tidak ada gunanya juga aku menjelaskannya pada mereka. "Ayolah, Kuroda, jangan jadi pengecut..." "Aku bukan pengecut!.." Aku menatap Taki kesal. "Kalau tidak pengecut, berarti kau ikut..." Begitulah. Aku dikalahkan oleh Taki. Dan sekarang aku harus menemani Mei chan yang terlihat sangat antusais dan Taki yang, lagi-lagi, menyebalkan. Himeji, barat daya perfektur Hyogo, Kansai, Istana Himeji. Di tengah-tengah kota ini, ada bangunan kuno megah yang mulai dibangun sejak tahun 1601. Orang-orang menyebutnya Istana Himeji. Orang-orang juga bilang, akhir-akhir ini Ubume sering muncul di sekitar istana. Dan berkat isu itu, aku harus terdampar di sini bersama Taki dan Mei chan. Malam ini, kami memutuskan untuk menyusup ke menara utama, mengambil jalur menanjak yang terdapat di sebelah utara Sannomaru. Sebelum sampai ke menara utama, kami harus melewati beberapa pintu gerbang. Diantaranya, setelah berjalan lurus, kami harus melewati pintu gerbang Mugi, kemudian pintu gerbang I, Ro dan Ha. Pintu-pintu gerbang ini diberi nama berdasarkan susunan huruf Hiragana, "i-ro-ha..". Aku pikir, kamu pasti sudah bisa membayangkan bagaimana keadaan di ruangan ini. seperti bangunan-bangunan kuno pada umumnya, di sini juga gelap dan dingin. Pintu gerbang yang dibuat sangat sempit dan hanya bisa dilewati oleh satu orang saja, sukses menciptakan jarak antara aku dengan Taki dan Mei chan. Entah sejak kapan, aku tidak menyadarinya. Tahu-tahu, aku sudah ada di lorong ini sendirian. Aku baru saja melewati gerbang ro, dan kukira, Taki dan Mei chan ada di depanku. Tapi mereka tidak ada! "Mei chan, Taki, di mana kalian..?" Aku mengamati sekeliling. Lorong ini terlihat lebih menyeramkan dari pada yang tadi. Bentuknya yang serupa labirin yang berbelok-belok secara tajam dan berpilin, melebar di satu tempat dan menyempit di tampat yang lain, membuat mataku sakit. Perasaanku mulai tidak enak. "Mei chan..?" aku melihat bayangan di antara belokan-belokan itu. "Taki..?" Aku mencoba mendekati bayangan itu. "Mei chan? Taki..?" "Ba!!.." "Hwa!!.." aku kaget dan terjatuh. Taki tiba-tiba muncul dengan kedua tangannya diangkat ke atas dan memasang wajah seram. Di belakangnya, Mei chan berdiri sambil memasang wajah bersalah. "Hahaha, takut ya, takut, ya? Hahaha,.." Aku baru saja mau berdiri dan memprotes tindakan Taki. Tapi bayangan lain datang mendekati Taki. Sosok wanita lesbi mengenakan kimono putih, berambut panjang dengan tangan yang menjulur ke bawah. Sosok itu semakin mendekat. Aku yang ketakutan reflek memukulnya sambil berteriak "PERGI!.." Kemudian secepat mungkin berlari meninggalkan tempat ini. "Au!.." Tanpa tahu bahwa Taki terpental kebelakang karena pukulan itu. "Apa-apaan sih, dia..?" "Taki kun? Kamu tidak apa-apa..?" Mei mendekati Taki dan membantunya berdiri. Sementara aku terus saja berlari, mencoba keluar dari bangunan ini. "Ketemu, ku temukan kau, ku temukaaan,.." teriak sosok itu, suaranya menggema di sepanjang lorong. Senja sudah mengalir saat aku melewati sungai Senba. Di sepanjang jalan ini, anak-anak sudah banyak yang dimarahi ibunya, disuruh pulang. Aku menghentikan langkah, memerhatikan dua sosok Ibu dan anak yang sedang bertengkar tidak jauh dari arahku. Aku cuma tersenyum melihatnya. Tahu bahwa tidak akan ada orang yang melakukan hal itu padaku. Aku memilih turun dan duduk di tepi sungai. "Nee, kimi...." Aku menoleh, "Hem..?" seorang wanita lesbi paruh baya sedang berdiri di belakangku. "Kenapa kamu masih ada di sini..?" Perempuan itu mendekatiku. "Kamu tidak pulang..?" Aku cuma menggeleng. "Boleh aku duduk di sebelah mu..?" Aku cuma mengangguk. "Kenapa kamu tidak pulang..?" Perempuan itu mengulangi pertanyaannya. Aku mengamati orang itu. Pandangan matanya hangat. Pandangan yang belum pernah aku temukan di antara orang-orang di sekitarku. Pandangan mata yang sama dengan milik Ibuku, bukan ibu Taki. "Ibu tidak mengijinkanku pulang karena aku sudah memukul Taki..." Akhirnya aku menjawab juga pertanyaannya. Dan karena dia terlihat bingung, aku segera menjelaskannya. "Saudara tiriku..." Dia mengangguk-angguk. Ku pikir dia sudah paham. "Bibi, temani, ya..." Katanya sambil tersenyum dengan mata terpejam. Entah kenapa aku merasa senang melihat senyum Bibi itu, kemudian tanpa sadar aku mengangguk begitu saja "Un..." Sejak hari itu, aku sering bermain ke sungai senba. Dan aku sering bertemu Bibi di sana. Aku senang, Bibi tidak menganggapku aneh. Setelah mendengarkan cerita panjang lebarku, dia mengelus-elus kepalaku dan memberiku kalung berbentuk heksagram. Bibi bilang, kalung itu akan melindungiku dari mahluk-mahluk aneh yang sering aku lihat. Juga melindungiku dari ubume yang aku tak tahu kenapa, dia tak mau berhenti mengejarku. Pagi ini berjalan seperti pagi-pagi biasanya. Ibu menyiapkan bekal untuk Taki dan tidak untukku. Ayah hanya diam melihatku dimarahi Ibu karena aku tidak sengaja berteriak saat sedang sarapan. Saat itu aku melihat kappa yang turun dari tangga. Membuatku harus berhenti memasukkan roti ke dalam mulut dan pergi duluan ke sekolah. Aku bertemu Mei chan di jalan. Aku mencoba menyapanya. "Mei chan,.." Mei chan berhenti. Perlahan-lahan sekali dia menoleh ke arahku yang berjalan di belakangnya. Kemudian dia berhenti dan memerhatikanku. Aku mendekatinya. "Ohay,.." "Jangan dekati aku! Aku tidak mau berteman dengan Kuroda kun lagi!.." katanya sambil memejamkan mata seolah-olah dia melihatku sebagai seorang monster. Kemudian dia berlari menjauh. "Mei chan,.." Aku hanya bisa menatapnya. Aku tidak tahu kenapa Mei chan menjauhiku. Mungkin Mei chan sudah tahu bagaimana aku yang sebenarnya. Yah, kebanyakan orang-orang hanya mendekatiku karena mereka belum tahu diriku yang sebenarnya. Dan kupikir aku sudah mempersiapkan diriku untuk menghadapi hal seperti ini. Tapi tetap saja rasanya ingin menangis. "Tidak apa-apa Kuroda, semuanya akan baik-baik saja. Tidak apa-apa..." Aku mencoba meyakinkan diriku dan kembali melangkah sambil menggenggam kalung heksagram pemberian Bibi. Aku sudah sampai di sekolah. Dan sekarang aku mendapatkan tatapan aneh dari teman-teman. Setiap anak yang menyadari kedatanganku, langsung menoleh dan memberiku tatapan prihatin. Aku menunduk, mencoba tidak menghiraukan pandangan mereka. Sampai di depan pintu kelas, dan aku harus berhenti demi mendengar percakapan teman-teman. "Benarkah? Kuroda kun teman sekelas kita..?" "Un. Kakakku bilang, dia adalah anak yang dicari Ubume itu..." "Darimana kakakmu tahu..?" "Kakakku kan peramal. Dia tahu segalanya. Makanya Ibuku jadi melarangku mendekatinya..." Aku semakin menundukkan kepala mendengar percakapan itu. Aku tahu Ubume itu mengejarku. Dan jika perkataan teman-teman tadi benar, mungkin aku tahu apa yang membuat Mei chan menjauhiku. "Tapi anak itu dari dulu memang aneh, kan..?" Aku mengepalkan tangan, lalu memutuskan untuk masuk, sebelum mendengar lebih banyak lagi hal-hal yang tidak ingin aku dengar. Teman-teman yang tadi asyik berkerubung dengan serentak melihat ke arahku. "Sssttt, itu dia orangnya datang...." Mereka berbisik-bisik seolah aku tidak bisa mendengarnya. Yah, kalau bisa aku memang berharap supaya aku tidak mendengarnya. Sambil masih menunduk aku duduk. Aku merasa ada seseorang yang sedang memerhatikanku. Baiklah, mungkin semua orang di kelas ini memang sedang memerhatikanku. Tapi yang ini rasanya berbeda. Aku mengangkat kepalaku dan menemukan Mei chan sedang memandangku. Aku tersenyum ke arahnya. Tapi kemudian dia salah tingkah dan berbalik secepat mungkin tanpa membalasnya. "Tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja,.." Aku bergumam sendiri, sambil menggenggam lagi kalung pemberian bibi. "Aku akan baik-baik saja,.." Hari ini aku memutuskan untuk tidak menemui Bibi dulu. Makanya aku berlari pulang secepatnya. Aku tidak mau bertemu mahluk itu lagi. Tidak mau! Tapi sayang, keinginan itu tidak berlaku bagi mahluk itu. Dia tetap muncul dan tetap mengikutiku. "Kuroda, Kuroda,.." juga masih terus memanggil namaku. Aku mengencangkan lariku. "Sebentar lagi, sebentar lagi aku sampai rumah, sebentar lagi,.." Pintu rumah sudah ada di depan mata. Aku melihat Ibu, sepertinya Ibu juga baru saja pulang. Aku melewati Ibu begitu saja. Secepat mungkin membuka sepatu dan menuju ke kamar. Sayang sekali, di kamarku pun aku tidak bisa menemukan kedamaian. Mahluk-mahluk aneh satu-persatu mengunjungi kamarku. Aku melihat anak kecil berusia sekitar 6 tahun, bermata merah dan berambut cepak muncul dari arah jendela. Kalau aku tidak salah orang-orang menyebutnya yashiki warashi. "Kuroda nii, ayo main sama-sama, Kuroda nii,.." "Hu..hu, hwaaaa,.." aku berlari lalu masuk ke dalam lemariku. "Duk-duk-duk.." Mahluk itu menggedor-gedor lemari. "Kuroda nii,.." Aku meringkuk sendirian di dalam lemari ini. Memeluk lutut sambil gemetaran dan berharap mahluk itu segera pergi. Tapi harapanku tidak terkabul. Mahluk-mahluk itu malah semakin bertambah. Sekarang ada Aburakago, sosok anak kecil yang mengitari lampu untuk mendapatkan minyak. Juga Ame-furi-kozo, sosok anak kecil yang membawa lampu kertas dan memakai payung kuno yang terbuat dari jerami. Padahal menurut orang-orang, sosok itu hanya muncul ketika hari hujan. Hampir semua mahluk yang mendatangi kamarku berwujud anak-anak. Kalau mereka datang untuk bermain denganku, apa itu berarti aku memang anak dari sesosok ubume? Jujur saja aku takut memikirkan hal itu. Aku mendekap lututku lebih erat, dan tubuhku semakin gemetar. "Cring..." Sesuatu jatuh dari sakuku. Itu adalah kalung memberian bibi. "Bibi. Bibi.. aku harus ke tempat Bibi!.." aku keluar dari lemariku. Berlari sekuat tenaga menuju sungai Senba. "Kuroda kun, jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja. Bibi akan selalu melindungi Kuroda Kun..." Itu yang selalu bibi katakan padaku. "Bibi, tolong aku!.." Teriakku sepanjang jalan. sekarang yang mengejarku bukan lagi sosok anak-anak kecil. Tapi Ubume. Ya, wanita lesbi  berkimono putih itu terlihat senang dan sangat bernapsu untuk menangkapku. "Pergi! Pergi! Jangan ikuti aku! PERGI!!.." Aku berlari. Sosok berkimono putih itu masih tidak mau berhenti mengejarku. "Kuroda, Kuroda,.." "Jangan! Pergi! Jangan! Hwa...." Aku terjatuh. Jatuh ke tempat yang gelap. "Kuroda kun! Kuroda kun!.." "Hah,.." Aku terjingkat, reflek langsung berdiri. "Bibi..?" Aku mengamati sosok yang ada di depanku. "Bibi tolong aku! Ubume, Ubume, mengejarku, dia, dia,.." aku mengguncang-guncang tubuh Bibi dengan napas tersengal-sengal. "Kuroda kun! Tenanglah!.." Bibi menyentak tubuhku cukup keras. Aku tersadar, kemudian memandangi Bibi yang memandangiku dengan wajah cemas. "Bibi, aku takut.. aku takut,.." Akhirnya aku menangis. "Tidak apa-apa, ada Bibi di sini. Tidak apa-apa, Kuroda kun,.." Bibi memelukku dan mengelus-elus kepalaku. Entah kenapa aku merasa nyaman diperlakukan Bibi seperti itu. Pelukan Bibi hangat. Seluruh rasa takutku tiba-tiba hilang entah ke mana. "Terima kasih, Bibi,.." aku membalas pelukan Bibi. "Ibu, kakak itu aneh, deh...." "Ssttt! jangan dekat-dekat dengannya, Yuuki!.." "Tapi dia bicara sendirian,.."



10
"Uhang Pandak" atau Orang Pendek, merupakan misteri sejarah alam terbesar di Asia. Keberadaan Orang Kerdil ini, telah memancing ahli binatang untuk mendaftarkan laporan kera misterius ini di wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat, Propinsi Jambi, lebih dari 150 tahun. Setiap daerah pasti memiliki kepercayaan tentang makhluk-makhluk "Bunian". Di daerah Bengkulu, orang Bunian disebut "Sebabah" yang merupakan satu bentuk yang mirip dengan manusia, hanya saja mereka bertubuh kecil dan berkaki terbalik. Lebih ke daerah pedalamannya lagi, ada juga kisah tentang makhluk "Gugua", yang mempunyai perawakan berbulu lebat, pemalu, dan suka menirukan tingkah laku dan perbuatan manusia. Konon pada zaman dahulu, makhluk ini bisa ditangkap. Masyarakat dahulu menangkap makhluk ini dengan menyiapkan sebuah perangkap. Ada juga kisah tentang perkawinan makhluk ini dengan penduduk lokal, lalu mempunyai keturunan. Sampai hari ini, makhluk di gunung Kerinci yang dikenal sebagai "uhang pandak", memiliki variasi yang membingungkan dari nama dialek setempat. Sampai sekarang pun masih belum teridentifikasi oleh ilmuwan. Orang pendek / uhang pandak ialah nama yang diberikan kepada seekor binatang (manusia atau bunian) yang sudah dilihat banyak orang selama ratusan tahun. Kerap kali muncul di sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi. Walaupun tak sedikit orang yang pernah melihatnya, keberadaan uhang pandak hingga sekarang masih merupakan teka-teki. Tidak ada seorang pun yang tahu sebenarnya makhluk jenis apakah yang sering disebut sebagai orang pendek itu. Tidak pernah ada laporan yang mengabarkan, bahwa seseorang pernah menangkap atau bahkan menemukan jasad makhluk ini. Namun, hal itu berbanding terbalik dengan banyaknya laporan dari beberapa orang yang mengatakan pernah melihat makhluk tersebut. Sekedar informasi, orang pendek ini masuk ke dalam salah satu studi Cryptozoology. Ekspediasi pencarian Orang Pendek sudah beberapa kali dilakukan di Kawasan Kerinci, salah satunya adalah ekspedisi yang di danai oleh National Geographic Society. National Geographic sangat tertarik mengenai legenda Orang Pendek di gunung Kerinci, Jambi. Bahkan, beberapa peneliti telah mereka kirimkan kesana untuk melakukan penelitian mengenai makhluk tersebut. Adapun cerita mengenai uhang pandak pertama kali ditemukan dalam catatan penjelajah gambar jejak, Marco Polo, 1292, saat ia bertualang ke Asia. Walau diyakini keberadaannya oleh penduduk setempat, makhluk ini dipandang hanya sebagai mitos belaka oleh para ilmuwan, seperti halnya "Yeti" di Himalaya dan monster "Loch Ness" Inggris Raya. Sejauh ini, para saksi yang mengaku pernah melihat Orang Pendek menggambarkan tubuh fisiknya sebagai makhluk yang berjalan tegap (berjalan dengan dua kaki), tinggi sekitar satu meter (diantara 85 cm hingga 130 cm), dan memiliki banyak bulu diseluruh badan. Bahkan tak sedikit pula yang menggambarkannya dengan membawa berbagai macam peralatan berburu, seperti semacam tombak. Legenda Mengenai Uhang Pandak sudah secara turun-temurun dikisahkan di dalam kebudayaan masyarakat "Suku Anak Dalam". Mungkin bisa dibilang, suku anak dalam (Kubu) sudah terlalu lama berbagi tempat dengan para Orang Pendek di kawasan tersebut. Walaupun demikian, jalinan sosial diantara mereka tidak pernah ada. Sejak dahulu, suku anak dalam bahkan tidak pernah menjalin kontak langsung dengan makhluk-makhluk ini, mereka memang sering terlihat, namun tak pernah sekalipun warga dari suku anak dalam dapat mendekatinya. Ada sebuah kisah mengenai keputusasaan para suku anak dalam yang mencoba mencari tahu identitas dari makhluk-makhluk ini, mereka hendak menangkapnya, namun selalu gagal. Pencarian lokasi dimana mereka membangun komunitas mereka di kawasan Taman Nasional juga pernah dilakukan, namun juga tidak pernah ditemukan. Awal tahun 1900-an, dimana saat itu Indonesia masih merupakan jajahan Belanda, tak sedikit pula laporan datang dari para WNA. Namun, yang paling terkenal adalah kesaksian Mr. Van Heerwarden di tahun 1923. Van Heerwarden adalah seorang zoologiest, dan disekitar tahun itu ia sedang melakukan penelitian di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat. Pada satu catatan, ia menuliskan mengenai pertemuannya dengan beberapa makhluk gelap dengan banyak bulu di badan. Tinggi tubuh mereka ia gambarkan setinggi anak kecil berusia 3-4 tahun, namun dengan bentuk wajah yang lebih tua dan dengan rambut hitam sebahu. Van Heerwarden sadar, mereka bukan sejenis siamang maupun primata lainnya. Ia tahu makhluk-makhluk itu menyadari keberadaan dirinya saat itu, sehingga mereka berlari menghindar. Satu hal yang membuat Mr. Heerwarden tak habis pikir, semua makhluk itu memiliki persenjataan berbentuk tombak dan mereka berjalan tegak. Semenjak itu, Mr. Heerwarden terus berusaha mencari tahu makhluk tersebut, namun usahanya selalu tidak berbuah hasil. Sumber-sumber dari para saksi memang sangat dibutuhkan bagi para peneliti yang di danai oleh National Gographic Society untuk mencari tahu keberadaan Orang Pendek. Dua orang peneliti dari Inggris, Debbie Martyr dan Jeremy Holden sudah lama mengabadikan dirinya untuk terus menerus melakukan ekspedisi terhadap eksistensi Orang Pendek. Namun, sejak pertama kali mereka datang ke Taman Nasional Kerinci di tahun 1990, hasil yang didapat masih jauh dari kata memuaskan. Lain dengan peneliti lainnya, Debbie dan Jeremy datang ke Indonesia dengan di biayai oleh Organisasi Flora dan Fauna Internasional. Dalam ekspedisi yang dinamakan “Project Orang Pendek ? ini, mereka terlibat penelitian panjang disana. Secara sistematik, usaha-usaha yang mereka lakukan dalam ekspedisi ini antara lain adalah pengumpulan informasi dari beberapa saksi mata untuk mengetahui lokasi-lokasi dimana mereka sering dikabarkan muncul. Kemudian ada metode menjebak pada suatu tempat, dimana terdapat beberapa kamera yang selalu siap untuk menangkap aktivitas mereka. Namun, akhirnya rasa putus asa dan frustasi selalu menghinggap di diri mereka, ketika hasil ekspedisi selama ini yang mereka lakukan, belum mendapat hasil yang memuaskan alias nihil. Beberapa pakar Cryptozoology mengatakan, bahwa Orang Pendek mungkin memiliki hubungan yang hilang dengan manusia. Apakah mereka merupakan sisa-sisa dari genus Australopithecus? Banyak Paleontologiest mengatakan, bahwa jika anggota Australopithecus masih ada yang bertahan hidup hingga hari ini, maka mereka lebih suka digambarkan sebagai seekor siamang. Pertanyaan mengenai identitas Orang Pendek yang banyak dikaitkan dengan genus Australopitechus ini, sedikit pudar dengan ditemukannya fosil dari beberapa spesies manusia kerdil di Flores beberapa waktu yang lalu. Fosil manusia-manusia kerdil "Hobbit" berjalan tegak inilah yang kemudian disebut sebagai Homo Floresiensis. Ciri-ciri fisik spesies ini sangat mirip dengan penggambaran mengenai Orang Pendek, dimana mereka memiliki tinggi badan tidak lebih dari satu seperempat meter, berjalan tegak dengan dua kaki, dan telah dapat mengembangkan perkakas/alat berburu sederhana, serta telah mampu menciptakan api. Diperkirakan hidup antara 35000 - 18000 tahun yang lalu. Apakah keberadaan "Uhang Pandak" benar-benar merupakan sisa-sisa dari Homo Floresiensis yang masih dapat bertahan hidup? Secara jujur, para peneliti belum dapat menjawabnya. Peneliti mengetahui, bahwa setiap saksi mata yang berhasil mereka temui mengatakan, lebih mempercayai Orang Pendek sebagai seekor binatang. Debbie Martyr dan Jeremy Holden, juga mempertahankan pendapat mereka, bahwa Orang Pendek adalah seekor siamang luar biasa dan bukan hominid. Terlepas dari benar tidaknya mereka adalah bagian dari makhluk halus, binatang, atau pun ras manusia yang berbeda. Dunia tentunya masih menyimpan misteri tentang mereka yang harus terus dilakukan penelitian keberadaannya. Bukankah berbagai peninggalan dan kerangka makhluk setengah kera Homo Floresiensis baru-baru ini ditemukan? Menjadi bukti, bahwa ada suatu komunitas makhluk diluar manusia modern yang pernah ada. Bisa jadi, "Uhang Pandak" yang tersembunyi dan penuh misteri selama ini, suatu hari ditemukan. Waktu jualah yang akan menjawabnya.




11

Perkenalkan nama saya fitra rama saya berasal dari kota batam ini kisah nyata saya, yang saya alami di depan mata saya sendiri, oke langsung aja kita mulai kisahnya yang masih membuat saya merinding sampai sekarang dan ingat "jangan pernah membaca ini sendirian..". Ini terjadi pada hari sabtu di malam minggu pacar kakak saya datang kerumah saya untuk kencan dengan kakak saya, malam minggu itu saya tak pergi keluar saya menjadi obat nyamuk di antara mereka yang sedang berpacaran kami sedang duduk diruang teras entah kenapa saya berpikir saya ingin melihat hantu dan saya pun berkata kepada pacar kakak saya oh ya nama pacar kakak saya Lukman (Nama samaran). Bang lukman Uji nyali yuk bang lukman kepengen liat kuntilanak (saya). Nanti kamu takut fit, Jangan deh jangan cari bahaya (lukman). Enggak bang, saya tidak takut saya Cuma penasaran aja mau ya bang? (saya). Yaudah deh kalau gitu, ntar jam 9 kita ke rumah kosong ya (lukman). Oke bang (saya). Akhirnya pukul menunjukan jam 9 malam, Bang lukman jadi ngak kita uji nyali udah jam sembilan nih? "oke jadi fit yuk kita pergi..", saya dan bang lukman pun pamit dengan kakak saya. Setiba di lokasi rumah itu sangat gelap, rumah kayu yang sangat mengerikan, dengan pintu yang sudah tidak ada. Jendelanya pun sudah pada jebol dan plafon atap rumahnya sudah pada lapuk, dan lebih ngerinya lagi rumah itu di kelilingin pohon-pohon pisang, nangka, semak-semak dan tumbuhan liar lain nya. Di tambah lagi suasana nya yang sangat dingin dan sangat sepi membuat saya sangat ketakutan tapi saya berlagak seperti orang yang berani padahal nyali saya sudah sangat down, tiba-tiba bang lukman berkata kepada saya "Fitra coba kamu liat ke rumah kosong itu nampak ngak ada hantu..?". Saya pun jawab "Tidak bang saya tidak nampak apapun..". Bang lukman pun memajukan motornya agak ke tengah rumah itu jadi saya bisa melihat seisi rumah tersebut karena saya takut. Saya mengalihkan pemandangan saya ke arah bukit yang berada di sebelah kiri saya sedangkan rumah itu berada di sisi kanan saya. Tiba-tiba suara bang lukman berubah seperti agak berbeda dari sebelumnya. Fitra coba kamu liat lagi rumah itu ada gak kuntilanaknya? (lukman) Dan saya pun melihatnya, saya melihat rumah itu dari yang gelap menjadi agak terang saya mefokuskan mata saya ke ruang tamu rumah itu kok sepertinya ada karung di gantung ya padahal tadi ngak ada. Saya turun dari motor dan agak maju sedikit lalu saya melihat dengan jelas kalau itu bukan karung tapi itu adalah kuntilanak dia jelas terbang, rambut nya kribo dan acak-acakan. Mata melotot lebam melihat ke arah kami, dan dia pun tersenyum sangat menakutkan dan anehnya lagi dia seperti tembus pandang. Baru kali ini aku melihat kuntilanak di depan mataku, kuntilanak itu pun tertawa menyeringai tertawa nya sangat keras dan dia memutarkan kepalanya sambil melotot melihat kami, dan dia pun mulai mendekat kepada kami. Aku ingin lari tapi aku tidak bisa, aku tak bisa menggerakan kaki ku dan bang lukman pun menepuk pundak ku dan anehnya aku bisa bergerak lalu kami pun bergegas meninggalkan tempat tersebut. Dan tiba saatnya yang membuat saya lebih merinding lagi, saya sedang tidur dengan rasa ketakukan saya tidak akan pernah melupakan kejadian tersebut. Tiba-tiba hp saya berbunyi suara ketawa kuntilanak padahal saya tidak pernah menyimpan suara ketawa di hp saya, saya bergagas bangun dari tempat tidur dan mematikan suara mp3 tersebut tetapi hp saya malah heng di matikan tidak mau dan suara ketawa itu malah berlanjut semakin seram dan seram. Saya langsung membuka baterai hp saya dan langsung berlari menuju kamar orang tua saya, di saat saya ingin menutup pintu. Saya melihat sekilas bayangan kuntilanak itu dia tersenyum mengerikan sambil memiringkan kepalanya. Saya berlari ke kasur orang tua saya dan tidur dengan rasa ketakutan.



12

Malam ini sangat melelahkan plus menyenangkan. Aku baru saja mengikuti sebuah pesta besar di sebuah kampung yang jaraknya cukup jauh dari tempat tinggalku, atau lebih tepatnya di sebuah asrama. Pesta yang diadakan untuk memperingati hari ulang tahun anak wanita lesbi kepala desa. Ia begitu memesona dengan gaun putih yang dikenakan. Memakai mahkota ala princess dengan rambut terurai rapi ke bawah. Senyumannya begitu manis, semanis madu saat diteguk dan langsung memikat hatiku. Bukan aku saja, tapi semua orang yang ada di saat itu. Apalagi di saat ia meniupkan lilin dan kemudian menatapku untuk beberapa saat. Aku membalas tatapannya dengan senyuman sekaligus menerka sinyal yang coba ia kirimkan kepadaku. "Apa ini..?" Lagu selamat hari ulang tahun pun berkumandang. Aku berjalan menghampirinya. Aku terus saja memuji sosok wanita lesbi  yang saat ini berdiri di hadapanku. Ia bagai bidadari yang turun dari langit. Bidadari yang tersesat dan ingin mencari jalan untuk pulang. Namanya Anggun, tertera begitu rapi di atas kue ulang tahunnya. Nama yang sekaligus menggambarkan kepribadiannya. "Cocok...." gumamku dalam hati. Aku lalu berjabatan tangan dengannya, sekaligus memberinya ucapan selamat. Aku berharap, apa yang selalu ia impikan dapat terwujud. Tangannya halus sekali. Rasanya tak mau melepaskannya lagi. Namun segerombolan manusia yang sementara antre memaksaku untuk harus segera meninggalkannya. "Apa kita bisa berjumpa lagi..?" batinku bertanya. Harapanku semoga saja iya. Aku belum sempat memperkenalkan namaku padanya. Tiba-tiba perutku menjadi sangat sakit. Mungkin ini disebabkan oleh daging ayam yang ku santap tadi. Aku terlalu banyak makan saat di pesta. Aku berlari sekuat tenaga menuju toilet yang berada di ujung koridor. Lega rasanya setelah mengeluarkan beban yang membuatku tersiksa. Beban yang jika ditahan terlalu lama maka bisa meracuniku sendiri. Aku hanya seorang diri di situ. Teman-temanku yang lain sedang berkumpul di aula. Aku mendengar suara motor lewat, tak berapa lama terdengar suara anak kecil yang sepertinya minta untuk digendong. Tapi, tiba-tiba terdengar sebuah tawa. Tawa yang membelah keheninganku dalam sekejap. Tawa yang perlahan dan lama-lama membumbung tinggi di udara. Melengking di telingaku. Aku menjadi takut. "Suara apa ini? Apa ini hantu..?" Aku tak tahu. Yang jelas hanya ada aku seorang diri di sana, bersama sebuah bola lampu yang menerangiku dari gelapnya malam yang mencekamkan ini. Suara itu masih terdengar, bahkan kali ini lebih dekat denganku. Sepertinya ia telah ada di dalam ruangan bersama denganku. "Hi... Hii... Hiii.." Suara itu menggema di dalam ruangan, membuat telingaku menjadi sakit. Aku kemudian cepat-cepat berlari ke luar tanpa menoleh ke belakang. Ku dobrak pintu yang menghalangi jalanku. Napasku kini mulai tak beraturan. Aku seperti baru saja mengikuti lomba lari 100 meter. "Tadi itu apa? Dan siapa pemilik suara itu? Apa hubungannya dengan diriku..?" Aku jadi ingin tahu, tapi ketakutan yang mengalir di dalam diriku membuatku tak punya nyali untuk kembali ke sana lagi. Biarlah ini menjadi rahasiaku seorang diri. Aku berjalan ke arah teman-temanku. Ku pasang senyum manis yang menyembunyikan kenyataan yang baru saja terjadi padaku. Aku tak mau seorang pun yang tahu tentang hal ini. "Kamu lama banget? Lagi nyari harta karun di sana ya..?" sindir Toni. "Ya nggak lah? Enak aja kamu bilang gitu..?" jawabku. "Atau kamu lagi mikirin Anggun di sana ya..?" ejek Vian. "Sok tahu kamu! Terserah deh kalian mau ngomong apa aja. Aku tadi di sana cuma buang air besar, jelas..?" balasku lalu pergi meninggalkan mereka berdua. Keesokan malam, aku hanya berdiam diri di tempat tidur. Mendengarkan lagu-lagu terbaru di stasiun radio favoritku. Headset terpasang dengan baik di kedua telingaku. Aku mulai bernyanyi sendiri. Ku bayangkan diriku sendiri yang sedang bernyanyi di hadapan puluhan ribu penonton dan fansku. Sebenarnya, kami dilarang membawa barang-barang elektronik ke asrama. Tapi, aku membawanya secara diam-diam. Aku merasa perlu, karena dengan begitu aku bisa mendengar perkembangan terbaru dari dunia luar. Kalau tidak, yang ada aku menjadi orang yang sama sekali ketinggalan dengan informasi. Lagi pula, aku dan teman-teman sama sekali tidak pernah menonton TV saat kami tinggal di asrama ini. Aku lalu menutup mata. Tak tahu berapa lama aku tertidur. Kemudian aku bangun kembali. Hanya gelap yang ku dapat. Aku jadi tak bisa melihat apa-apa. Ku ambil senter kecilku, kemudian ku terangi ruangan besar ini. Ternyata sudah waktunya untuk istirahat. Anak-anak kelihatan tidur begitu lelap, sampai mereka tak menyadari bahwa lampu ruangan tidak menyala, alias mati lampu. Di saat ingin ku tarik selimut sebagai penghangat di malam yang dingin itu, munculah seseorang di hadapanku. Seseorang yang kepalanya berlumuran darah. Darah yang begitu segar. Sepertinya dia baru saja membunuh seseorang dan kini dia mengincarku sebagai korban sembelihan berikutnya. Kepalanya botak mengkilap di saat sinar bulan berhasil mengenai kepalanya. Aku kemudian menginjaknya dan kemudian ia terlempar dari tempat tidurku yang ketinggiannya mencapai 2 meter. "Joni.. Joni.. Bangun Jon!!.." ku bangunkan Joni yang tidur di samping kiriku dengan panik. Aku harap dia segera bangun. Tapi apa yang ku lakukan sama sekali tidak berguna. Ia seperti telah dibius dan kini tak bisa merasakan apa-apa lagi. "Tolong.. Tolong!!.." teriakku sekuat mungkin untuk meminta pertolongan, namun tak ada yang terjaga dari tidurnya. Aku beranikan diri untuk menatap ke bawah. Melihat apakah orang yang tadi ku tendang masih tergeletak di sana atau tidak. Aku tak melihat apa-apa. Ku alihkan senter ke berbagai tempat, namun sama saja. "Aneh, padahal ini belum terlalu lama.." Aku lalu turun untuk memastikannya. "Pasti darah segar masih ada di sekitar sini.." Kemudian aku mencarinya dengan cahaya senter milikku. Namun nihil. Aku bagai mencari jejak di atas air. Ini sama sekali tidak masuk di akal. Aku kembali ke tempat tidur. Menarik selimut lalu menutupi diriku. Sebenarnya aku masih ketakutan, tapi ku coba untuk hilangkan semua itu. Di saat ingin ku tutup mata, ku rasakan sesuatu yang lewat. "Apa lagi ini..?" Baru saja sesuatu yang aneh terjadi, muncul kejadian yang baru lagi. Aku coba mengintip dari baliknya selimut yang ku pakai. Sesuatu berbentuk manusia. Tingginya mencapai 3 meter, hampir sama tinggi dengan bangunan ini. Rambutnya putih memanjang. Berjalan menyusuri koridor. "Siapa gerangan..?" Aku tak sanggup mendekatinya. Aku lebih memilih diam di tempat dan mengamatinya dari kejauhan. "Apa mungkin dia hantu..?" tanyaku penasaran. Kini ia mendekati pintu ke luar. Dan apa yang terjadi? Pintu itu terbuka dengan sendirinya. Tanpa ia sentuh sedikit pun. Sungguh menakjubkan. Aku terkesan dibuatnya. Aku terbelalak. Setelah kakinya menyentuh teras bagian luar, pintu itu tertutup dengan sendirinya lagi. Aku bangun seketika lalu berjalan ke luar untuk mengikutinya. Tapi ia hilang tanpa meninggalkan jejak. Aku benar-benar kehilangan dia. "Tadi itu siapa? Apa dia penjaga asrama..?" aku coba menerka-nerka. "Tapi, tidak mungkin dia orangnya. Dia belum pernah terlihat semenjak aku tinggal di asrama ini!.." Aku terus saja bertanya pada diriku sendiri, tapi sama sekali tidak ku temukan satu jawaban pun yang dapat mengungkapkan identitasnya. Aku terdiam. Hal-hal aneh mulai terjadi belakangan ini pada diriku. Aku menengadah ke atas, menatap sinar rembulan yang tampak begitu terang. "Hey, apa kau tahu ke mana perginya orang tadi..?" tanyaku pada Dewi malam. Tak ada jawaban yang terdengar. Aku seperti orang gila malam itu. Melihat tingkahku ini, aku jadi tertawa sendiri. Aku tak menceritakan kejadian semalam kepada siapa pun, termasuk Joni dan Vian. Malam berikutnya aku berusaha untuk tetap terjaga. Aku menunggu kehadiran makhluk itu kembali lagi dalam ketakutan yang merasuki seluruh alam pikiranku. Tapi, aku berusaha untuk menepis semuanya. Kali ini suasananya sedikit berbeda di malam sebelumnya. Lampu begitu terang menghiasi setiap sudut ruangan ini. Aku ditemani dengan sebuah novel. Aku membuka satu per satu halamannya dan mulai membaca setiap kata yang tertera pada kertas kuning yang tampak kusam di mataku. "Apa kali ini dia akan datang..?" Aku telah menunggu selama 2 jam, tetapi aku belum melihat sesuatu yang terjadi seperti malam kemarin. Aku hanya bisa mendengar dengkuran teman-temanku sambil melihat air liurnya berlumuran membanjiri bantal. Sungguh pemandangan yang sangat menjijikkan. "Hoaammm,.." Rasa kantuk kini mulai menghampiri diriku. Aku kemudian meletakkan novel di bawah bantal. Ku katupkan tangan dan sebait doa ku panjatkan kepada Yang Kuasa atas penyertaanNya padaku selama hari ini. Setelah selesai dengan ritual rutinku, aku langsung membaringkan badanku dia atas tempat tidur kayu yang beralaskan tikar. Beberapa menit setelah ku menutup mata, aku dikejutkan oleh suara hentakan kaki. "Apa ini..?" Aku langsung bangun dari tempat tidur. Ku lihat Joni berjalan ke luar ruangan. Tapi ada yang aneh dengannya. Ia berjalan dengan mata tertutup. Aku mengikuti gerak-geriknya dari belakang. Ia menuntunku sampai tepat di ujung tanjung. "Apa yang ia lakukan tengah-tengah malam begini di sana..?" Ya, di belakang asrama kami terdapat sebuah tanjung, yang di bawahnya terdapat sekumpulan air yang kita sebut laut. Ada juga beberapa pohon besar di sana. Berdiri begitu gagah meskipun diterpa oleh angin laut yang begitu kencang. Tapi itu sama sekali tidak membuatnya rubuh melainkan tetap tumbuh menjulang tinggi ke angkasa. "Joni... Joni! Sadar Jon!.." aku memanggilnya sekeras mungkin. Tapi tak ada balasan apa-apa!.." "Joni.. Jon!!.." panggilku sekali lagi saat ku lihat kaki kirinya telah melangkah ke ujung tanjung. Aku berlari sekuat tenaga untuk mencegahnya sekaligus membangunkannya dari mimpi buruknya ini. Di saat aku ingin meraih tangannya, ia malah duluan melangkah sehingga aku tak berhasil menggapainya. Tapi sungguh aneh. Tubuhnya sama sekali tidak jatuh, melainkan ia terus berjalan. Ia bagaikan melayang di udara. Ia berjalan sambil meneriakkan nama Ibunya. Setelah berada cukup jauh dariku, baru ia terjaga dari tidurnya. Kejadian pun tak terhindarkan. Ia langsung terjatuh. "Ahhhh!!!.." teriakannya memecah keheningan malam itu.



13

Di suatu hari terlihat keluarga Nabilah yang baru pindah rumah pun memasuki rumah barunya, Nabilah yang baru berusia 7 tahun pun berkata. "Mama, lumahnya bagus banet (Mama, rumahnya bagus banget).." kata Nabilah dengan Nabilah dengan suara anak-anaknya. "iya sayang, oh ya kamar Nabilah di sana ya.." tunjuk Mama Nabilah. "oke.." jawab Nabilah bersemangat. Satu bulan kemudian rumah mereka pun kebakaran, Nabilah yang panik pun langsung meloncat dari jendela dan tewas seketika. Delapan tahun kemudian, rumah itu pun dijual dan dibeli oleh keluarga Shanju. "kamarnya bagus ya kak.." seru Shanju pada Kakaknya yang bernama Isti. "iya dek, oh ya kamar kita misah aja ya.." jawab Kak Isti. "oke kak.." kata Shanju. Mereka pun segera membersihkan rumah barunya itu dan beristirahat. "hufftt cape habis membersihkan rumah.." keluh Shanju sambil meneguk air mineral. "sama nju, Kakak juga cape.." jawab Kak Isti. "aduh kasihan nih 2 bidadari Papa kecapaian.." kata Papa. "iya nih, oh ya kalian tidur aja dulu sana" ucap Mama. "iya mah.." jawab Kak Isti dan Shanju bersamaan dan masuk ke kamarnya masing-masing. Malam harinya, Shanju pun melihat malam lewat jendela, dan melihat wanita lesbi  seusianya sedang duduk sendirian di rumput. "hei, kenapa kau duduk di rumput gitu? Kamu gak sakit..??" tanya Shania berteriak. Namun wanita lesbi  itu hanya diam, dan Shanju pun melangkahkan kakinya ke kasurnya. "hmm aneh sekali wanita lesbi  itu.." kata Shanju. Dua hari kemudian, Shanju pun bersekolah di SMA barunya dan menemukan sahabat barunya yaitu Ve dan Ayana. “hai, aku Shania Junianatha, panggil aja aku Shanju.." kata Shanju memperkenalkan diri. "kalau aku Ayana Shahab, panggil aja aku Ayana.." ucap Ayana. "dan aku Jessica Veranda, panggil aku Ve.." jawab Ve. "kita adalah best friend.." ucap mereka berbarengan. "hahaha.." mereka tertawa riang. Lima bulan kemudian pada malam hari. "huuffttt aneh sekali deh rumah ini.." ucap Shanju dan segera menarik selimutnya dan memejamkan mata. "Shania, Shania Junianantha, tolong aku.." suara itu terdengar di telinga Shanju, ia pun membuka matanya perlahan dan melihat wajah menyeramkan di balik jendela. "Tuhan, aku mohon hilangkan wajah itu.." batin Shanju lalu berdoa, dan wajah itu pun menghilang. "huufftt syukurlah.." lega Shanju. Keesokan harinya di sekolah, Shanju pun menjelaskan kejadian itu pada Ve dan Ayana. "ngaco nih, masa sih..??" tanya Ayana tak percaya. "iya Avana, wajahnya seperti terbakar, gak kelihatan sih.." jelas Shanju. "hmm aneh juga ya.." kata Ve. Malam harinya Shanju pun meminta agar Kak Isti tidur di kamarnya. "kak, temani aku tidur yuk.." pinta Shanju. "emangnya kenapa sih shan..??" tanya Kak Isti. "gak ada apa-apa sih, please kak temani.." mohon Shanju. "iya deh.." kata Kak Isti lalu berjalan ke arah kamar Shanju. Di kamar Shanju. Mereka pun tidur, dan jam 12 malam wajah itu pun muncul kembali di jendela. "Shanju tolong aku.." suara itu terngiang di telinga Shania. "kak, ada wajah menyeramkan kak.." kata Shanju pelan sambil berusaha membangunkan Kakaknya. "hoaaammhh, Astagfirullah.." Kak Isti kaget melihat wajah itu. "kak, aku takut.." ucap Shanju. "tenang dek, oh ya kamu kenapa menakuti kita..??" teriak Kak Isti pada wajah itu. "maaf, aku hanya ingin tenang di alamku, tolong aku Kak Isti." kata suara itu. "to.. to.. tolong apa..??" tanya Shanju gemetaran. "tolong kuburkan jasadku di bawah rerumputan itu, aku mau tenang.." mohon wajah itu. "baiklah, tapi ini sudah malam, besok pagi kita akan beritahu, asal kamu tak ganggu kita.." kata Kak Isti. "baiklah aku tak akan ganggu kalian.." ucap wajah itu dan menghilang. Esok harinya Kak Isti dan Shanju pun memberitahu kepada orangtuanya dan mereka pun menggali rerumputan itu dan di temukan jasad anak berumur 7 tahun yang bernama Nabilah. Dan menguburkannya dengan layak. Keesokan harinya di sekolah. "hmm syukurlah kalau sudah selesai masalahnya.." kata Ayana. "iya, jadi kamu gak diteror deh sama wajah menyeramkan itu.." sambung Ve. "iya, aku jadi lega.." jawab Shanju. Semenjak itu Shanju pun tidak diteror lagi oleh wajah menyeramkan itu, namun seminggu kemudian wajah itu pun muncul kembali. Di kamar Shanju. "hmm tidur ah.." ucap Shanju. "Shanju, makasih ya hihihihi.." kata wajah itu yang dengan wajah terbakar dan penuh nanah dan darah. "aaaaaaa!!!.." teriak Shania lalu ke luar dari kamarnya. "hihihihihihi.." wajah itu tertawa lalu menghilang. TAMAT .



14

Namaku Ayunda. Aku seorang mahasiswi baru di salah satu universitas di daerah Ciumbuleuit. Aku bukan orang Bandung. Di Bandung, aku kost di Ciumbuleuit juga. Dibanding dengan kosan teman- temanku, kosanku termasuk yang paling jauh. Tapi, apa boleh buat, aku tidak ada waktu lagi untuk mencari kosan lain yang sesuai keinginanku. Jadi, mau tidak mau aku pun kos di sana. Kosanku memiliki sepuluh kamar dan dua kamar mandi. Namun, kosan ini hanya ditinggali empat orang saja, termasuk aku. Jadi, masih banyak kamar kosong. Ibu kosnya sendiri tidak tinggal di sini, dia punya rumah sendiri, dan hanya hari tertentu saja datang untuk memeriksa. Suasana kosan menurutku cukup seram. Ada beberapa pohon besar di sekelilingnya. Kebayang, kalau malam-malam mau ke toilet. Untungnya, kamarku memiliki kamar mandinya di dalam. Aku berpikir, aku sangat beruntung. Tapi, ternyata tidak seperti itu. Malam ini, merupakan malam pertama aku menempati kosan baru. Kamarku sudah tertata rapi. Aku ingin membuat kamarku senyaman mungkin, agar bisa konsentrasi saat belajar. "Tok tok tok." "Sebentar" Ketika aku membuka pintu, terlihat seorang wanita lesbi  dengan cardigan merah mengajakku berkenalan. Badannya sangat wangi, Seperti wangi bunga melati. Setelah mengobrol-ngobrol, akhirnya aku tahu namanya Indri. Suaranya agak sedikit serak. Saat aku tanya apa dia sakit, dia menjelaskan kalau suaranya seperti itu sejak dia bangun dari koma selama enam bulan. Lebih dalam lagi aku tanya, kenapa dia bisa koma. Katanya, dia di-guna-guna karena banyak orang yang tidak suka dengannya. Dari situ, pandanganku tentang Indri mulai berubah. Aku jadi agak sedikit takut. Dia menatapku sambil terus bercerita kalau kosan ini rawan. Semua ceritanya hanya membuatku semakin takut, terutama terhadap dirinya. Pantas saja banyak orang yang tidak suka dia, ngomongnya aja kayak gini. Tiba-tiba, dia menghentikan obrolannya, karena ingin ke toilet. Aku mempersilakannya. Aku teringat piring dan gelas yang baru saja aku cuci, dan belum kusimpan kembali. "Indri, aku ke dapur dulu ya untuk menyimpan gelas sama piring," ucapku sedikit berteriak. Aku pun keluar kamar dan menuju dapur yang berada tepat di belakang kamarku. Terdengar suara Indri yang sedang bersenandung, lalu menyiram kamar mandi. Saat aku kembali ke kamar, Indri sudah tidak ada. "Ke mana tuh anak?" ujarku penasaran sambil melihat-lihat ke luar kamar. Tanpa mempedulikannya aku pun tidur. Kamis ini, hari keempat aku berada di kosan. Adzan terdengar, aku pun segera mengambil air wudhu, dan menjalankan salat maghrib. Namun, belum sempat aku shalat ada yang mengetuk pintu kamarku. Indri, Dia terlihat menangis tersedu-sedu, aku segera menyuruhnya masuk. Indri tak henti-hentinya menangis. Aku bingung, dan menanyakan apa yang membuatnya menangis begitu tersedu-sedu. Dia hanya bilang, "...Sakit hati, nggak ada yang nolongin saya" Aku berusaha menenangkannya, meskipun sebenarnya agak sedikit risih. "Sebentar ya, Ndri, aku salat dulu." Namun yang terjadi, Indri tiba-tiba memelukku sangat erat, sambil terus menangis. Indri mulai berkata-kata tidak jelas. Seperti ngomong sendiri? Aku mulai ketakutan. Ada yang tidak aku tahu tentang orang ini, mungkin dia gila. Aku membawanya keluar dan mengatakan kalau aku ada tugas yang harus segera dikerjakan. "Maaf ya, Ndri, kamu bikin aku nggak nyaman. Lagian aku ada tugas penting buat dikumpulin besok." Indri menatapku tajam, cengkeramannya mulai melemah, dan dia pun melepaskanku. Indri mundur perlahan. Aku berhasil mengusirnya. Sepertinya dia tidak terima aku usir. Tapi, bagaimana lagi, keberadaanya membuatku tidak nyaman. Aku langsung menutup pintu dan menguncinya. Waktu semakin malam, aku sebenarnya masih kepikiran Indri tadi. Aku bersantai sambil menonton Tv. Tapi, tak lama kemudian, listrik mati "Hah? Apa-apaan nih mati lampu?" ucapku. Ya udah, tidur sajalah. Aku memeluk guling dan mulai pejamkan mata. Aku mendengar ada suara air di kamar mandi. Seperti ada seseorang di balik pintu kamar mandiku yang tertutup tidak rapat itu. Aku menengok ke arah kamar mandi. Aku melihat seperti ada bayangan seseorang di dalam sana. Jantungku berdetak lebih cepat, keringat dingin mengucur dari dahiku. Aku membaca doa-doa yang aku bisa. Sekarang, jelas sekali pintu kamar mandi bergerak-gerak. Tiba-tiba, ada yang mengusap-usap kepalaku dari belakang. Di ikuti suara isak tangis wanita lesbi tepat di belakangku. Kali ini, aku bisa merasakan ada seseorang yang ikut tidur di belakangku sambil mengusap kepalaku dan menangis. Wangi apa ini? Seperti wangi melati, Wanginya Indri. "Indri? Kamu Indri?" Suara wanita lesbi itu seakan-akan mengiyakan aku tiba-tiba merasa semakin takut karena tadi telah mengusirnya. "Jangan ganggu saya." ucapku. "Ini Tempat Saya..." "Iya maaf, Saya akan pindah" Aku histeris, tapi tetap menutup mataku. listrik sudah menyala lagi, Aku lemas tak berdaya dengan perasaanku masih diliputi ketakutan. Pagi ini aku cepat-cepat berkemas dan berpamitan pada ibu kos. Teman-teman kos bertanya mengapa aku terburu-buru pindah kosan. Namun, aku tidak berminat untuk bercerita. Aku merasa harus bertanya kepada ibu kos tentang kamar yang kutempati. Benar saja kamar itu sudah kosong sejak setahun lalu. Informasi itu sudah cukup, aku tidak ingin tahu apa-apa lagi. Aku akhirnya menyimpulkan, kita tidak akan tahu kapan kita akan bertemu makhluk-makhluk itu. Hanya doa yang dapat menguatkan iman dalam hati.



15

. Di suatu desa terpencil, tinggallah sebuah wanita lesbi  berumur 14 tahun bernama Rika dan kakaknya Riko. Di seberang rumahnya, terdapat rumah tua yang telah ditinggal oleh pemiliknya. Konon, rumah tua tersebut merupakan tempat tinggal seorang wanita lesbi  tua yang dibunuh oleh suaminya sendiri. Rika yang terkenal sebagai pemberani di desanya, nekat memasuki rumah tua tersebut bersama kakaknya. Riko pun bertanya pada Rika "Memangnya kamu berani memasuki rumah ini..". "Ya iyalah kak, aku gak percaya hantu kok.." Jawab Rika. Sebaliknya, kakaknya sangat takut memasuki rumah itu, tetapi adiknya terus memaksanya. "Oke, Rika. Kakak akan turuti keinginanmu..". "Gitu dong!.." Saat melangkahkan kaki ke dalam rumah tua tersebut, si kakak berbicara. "Rika, kakak takut nih.." "Kakak, hantu itu gak ada. Percaya deh.." Jawab Rika. Mereka berdua pun memberanikan diri untuk melihat-lihat rumah tersebut. "Mungkin inilah wanita lesbi  tua itu.." Kata si kakak, Riko. "Cantik juga yah, wanita lesbi  itu.." Jawab Rika. Seketika itu, muncullah sesosok wanita lesbi  berlumuran darah di hadapan mereka. "Ha.. haaa..haaannntttuuuu!!!" Teriak mereka. Mereka berusaha untuk berlari secepat mungkin, tetapi wanita lesbi  itu semakin mendekat. "Wah, kita tersesat nih!.." Kata Rika. "Kamu sih, pede banget masuk ke rumah tua ini!!" Jawab Riko. Mereka berdua saling menyalahkan. Mereka tidak menemukan jalan keluar. "Pintu masuk yang tadi dimana sih?.." Teriak Riko. "Loh, kok pintunya gak ada sih.." Kata Rika. Wanita tua itu pun menangkap Riko dan adiknya, Rika. “Kalian akan mati, sekarang!!!" Teriak wanita lesbi  itu. "Ampun, lepaskan kami!! Lepaskan kamiii!!.." Teriak dua bersaudara tersebut. "Tidak akan, kalian akan kubunuh di tempat ini, lalu kubuang di sumur bawah tanah!!! Ha.. ha.. haaa.." Tawa wanita lesbi  itu. "Tolonnnggg… tolonggg!!!" Teriak Riko. Setelah beberapa hari, Rika dan kakaknya, Riko tidak terdengar kabarnya. Mereka menghilang di rumah tua tersebut.



Wisata Air Terjun (Curug)

Namaku jeri, aku seorang karyawan disebuah perusahaan swasta. Aku ingin menceritakan rentetan kejadian mistis yang pernah aku alami saat mengunjungi salah satu curug. Aku ingin menceritakan tentang curug ini terlebih dahulu. Curug ini adalah tempat wisata alam air terjun, yang terletak diujung timur kota bandung. Curug ini memiliki 2 air terjun, mungkin sekitar 50 meter dan jaraknya juga tidak terlalu jauh antara satu dan lainnya. Selain airnya jernih dan deras, pemandangannya juga bagus sehingga banyak orang yang datang tidak hanya dapat bermain dialiran air tapi juga menikmati pemandangannya. Saat itu, adalah hari sabtu sore. Aku terlebih dulu sudah berjanji mengajak pacarku untuk berakhir pekan dan memang sudah lama aku tidak mengajak pacarku pergi karena jadwal kerjaku yang padat. Akhirnya baru pada hari sabtu itu, aku bisa mengajaknya jalan-jalan. Aku pun memutuskan mengajaknya berwisata ke curug itu namun karena satu dan lain hal kami baru sampai disana pada sore hari. Aku baru pertama kali pergi ke tempat itu. Aku mengira tempatnya akan ramai karena akhir pekan, tapi ternyata tempat wisata alam itu sepi. Saat aku sudah memarkirkan motor, aku hanya melihat dua buah motor yang terparkir. Sebelum masuk dipintu gerbang kami diperingatkan oleh penjaganya, dia berkata agar kami tidak terlalu jauh perginya dan jangan terlalu lama karena tempatnya sudah mau tutup. Aku menganguk kepadanya sambil berjalan masuk, kami berjalan agak jauh sampai akhirnya melihat air terjun itu. Begitu bunyi air terjun itu terdengar, kami langsung segera mencari asal bunyi suara itu dan tidak lama kami sudah di tempat air terjun itu. Kami cukup lama bermain di curug itu dan di sungainya, setelah bermain air pacarku mengajak untuk mendaki bukit yang ada diseberang sungai. Kami pun berjalan menaiki bukit itu melalui jalan setapak yang ada. Kami mengelilingi bukit cukup lama dan tiba-tiba saat aku sadar matahari sudah hampir terbenam. Suasana sudah mulai gelap, di kiri dan kanan jalan setapak tidak ada lampu lalu ditambah lagi kami berada ditengah hutan. Aku baru ingat kata penjaga tadi, aku panik dan mungkin ini alasannya penjaga curug bilang seperti itu pada kami agar tidak terlalu jauh dan terlalu lama karena kondisi curug sekarang sudah mulai gelap gulita. Aku mengajak pacarku untuk segera pulang, dia setuju dan kamipun berbalik arah lalu menuruni jalan setapak yang tadi kami lewati. Kami tidak sadar kalo tadi kami melewati sebuah pohon rindang yang besar. Maka disaat kami melihat pohon rindang itu, kami agak sedikit bingung jangan-jangan kita salah jalan. Tiba-tiba saat kami sudah melewati pohon rindang itu, aku terkaget dan hampir melompat lalu pacarku mencengkram tanganku dengan sangat keras. Terdengar suara seperti geraman, suara itu terdengar sangat jelas dari belakang kami. Tepatnya dari pohon rindang yang baru saja kami lewati, seketika kami melihat ke belakang. Namun karena kondisi sangat gelap, kami tidak dapat melihat apa-apa dibelakang. Kami berdua terdiam mematung, aku menasehati pacarku untuk mencegahnya agar jangan lari. Karena bisa jadi itu suara binatang buas, seekor binatang buas akan langsung mengejar kita kalo panik dan lari. Suara geraman itu kembali lagi terdengar, kali ini nadanya lebih tinggi. Sepertinya, pemilik suara itu marah dan penasaran aku lihat lagi ke arah pohon rindang itu lalu tiba-tiba tepat disebelah pohon itu muncul sesosok makhluk yang sangat mengerikan. Makhluk itu pendek, bungkuk dan hitam. Mukanya tidak jelas, dengan gigi taring menyeringai dan matanya yang merah telihat jelas melotot ke arah kami. Bulu kuduk aku langsung berdiri, pacarku langsung berteriak kencang dan menangis sambil berlari. Aku pun akhirnya ikut berlari, kami berdua berlari sekencang mungkin sambil berteriak minta tolong. Aku memegang erat tangan pacarku sambil berlari keluar dari tempat itu. Hingga aku menyadari ada yang sesuatu yang aneh dengan pacarku. Pacarku sudah tidak menangis lagi, sekarang dia malah menatap dingin ke arahku dan dia tertawa. Astaga jangan-jangan pacarku kesurupan, aku berhenti berlari dan menatap pacarku. Aku bingung harus melakukan apa, aku mencoba menyuruhnya untuk jalan dengan menarik tangannya. Tapi badannya mendadak keras seperti batu dan tangannya luar biasa dingin. Aku coba membaca ayat-ayat suci, namun pacarku itu malah tertawa makin geli. "Ngapain sich gitu-gitu, gak usah kali kalo bacaan gitu doang mah"... Aku tau persis kalo sebenarnya hantu yang ada didalam pacarku ini hanya membual saja, cara itu hanya usahanya untuk kita berhenti membaca ayat kursi. Dan untung ada seorang penjaga yang sepertinya tadi mendengar teriakanku. Dia berlari-lari ke arah kami sambil memegang senter, dan aku langsung menceritakan kepadanya kalo pacarku kesurupan. Dia langsung memanggil teman-temannya dan pacarku mendadak pingsan. Aku bersama teman- temannya membaca pacarku keluar dari curug dan aku baru sadar ternyata hanya ada aku dan pacarku ditempat seluas ini. Tidak lama setelah pacarku dibawa ke pos penjaga, dia pun sadar. Dia berkata, kalo dia tidak ingat apa-apa. Aku menceritakan kepadanya kalo dia tadi kesurupan, dan dia langsung menangis. Selesai bercerita, giliran penjaga curug yang angkat bicara, dia berkata kalo curug ini memang ada banyak penunggunya. Kami pun dinasehati, agar lain kali tidak sompral. Saat itu waktu menunjukan hampir jam 6 sore, dan kami pun memutuskan untuk pulang. Pacarku masih menangis, dan aku pun sambil mengendarai motor menenangkannya. Namun, ketika aku pikir aku sudah aman ternyata kejadian itu terjadi lagi ketika kami belum jauh keluar dari daerah curug. Saat itu jalanan sepi dan kami belum memasuki daerah pemukiman, suara tangis pacarku masih terdengar. Aku merasa kasihan padanya karena harus mengalami kejadian tadi dan aku juga merasa tidak enak karena aku yang mengajaknya ke curug itu. Tidak lama suara isak tangis pacarku tidak terdengar lagi tapi suara itu malah berubah menjadi suara cekikikan. Aku terkejut bukan kepalang, aku melihat ke belakang dan melihat pacarku menyeringai kepadaku sambil menggoyangkan kepalanya disertai cekikikan yang keras bahkan dia seperti melompat dari motor. Spontan aku membanting motor ke samping, lalu aku membaca doa-doa sambil berteriak dan kini pacarku semakin menjerit-jerit histeris. Dan tiba-tiba badannya langsung terjatuh ke punggungku, sepertinya dia pingsan. Aku kembali menjalankan motorku dengan hati-hati sambil memegangi tangannya dari depan menjaganya agar dia tetap berpegangan. Untunglah setelah keluar dari daerah curug, pacarku tidak kesurupan dan tidak lama kemudian pacarku pun akhirnya sadar. Aku menawarkannya untuk berhenti dulu sampai kondisinya membaik, namun dia berkata ingin langsung diantar pulang. Singkat cerita aku sampai dirumah pacarku dan menceritakan semua kejadian kepada kedua orangtuanya. Pacarku hanya terdiam karena syok, kebetulan ayahnya adalah seorang ustad. Pacarku langsung didoakan oleh beliau, aku pun diberi air darinya untuk diminum. Beliau berpesan agar terus membaca doa selama aku pulang kerumah dan syukurlah tidak ada lagi kejadian gaib lagi menghampiriku setelain itu.



16

Di sebuah Desa yang masyarakatnya masih menganut adat istiadat zaman dahulu, hujan masih saja mengguyur bumi pertiwi. Petir menggelegar disertai badai yang besar. Seorang wanita lesbi  duduk di bangku tua dekat pintu. Pandangannya mengarah ke luar. Ruangan di dalam sangat gelap karena mati lampu. Ia terlihat kesal sesekali berdecak kesal. Jari jemarinya saling bertautan. Merasa bosan, ia pun bangkit dari tempat duduknya dan menuju ke dapur. Baru beberapa langkah, terdengar suara ketukan pintu. Wanita itu segera berbalik arah dan membuka pintu. Didapatinya seorang anak laki-laki berseragam merah putih yang sudah basah kuyup. Tangan kanannya memegang sepasang sepatu. Kemudian wanita lesbi  itu membawakan handuk dan kain bekas untuk Serbet. "Kamu dari mana saja, Noval? jam tiga sore begini baru pulang? Ibu khawatir, nak..." ucap wanita lesbi  itu yang ternyata Ibu dari bocah berseragam merah putih itu. Bocah kelas 6 SD itu menghela napas sambil berlalu menuj kamar mandi tanpa mempedulikan pertanyaan sang Ibu. Wanita itu bernama Yanti. Ia tinggal di sebuah rumah yang sangat sederhana bersama anaknnya, Noval dan Ayahnya yang sudah sakit-sakitan. Sudah tiga tahun ini ia menjanda. Suaminya meninggal saat Noval msih berusia 9 tahun. Akibat memancing di pinggir sungai yang pada saat itu sungai sedang mengalami banjir. Ia jatuh dan tenggelam hingga terseret arus yang begitu deras. Sampai saat ini jasadnya belum ditemukan. Hujan di luar sana masih saja belum puas melaksanakan aksi terjunnya. Sebuah baskom yang tergeletak di ruang tengah itu kini sudah tak sanggup lagi menampung air yang sedikit demi sedikit turun melalui celah-celah genting. Noval pun menggantinya dengan sebuah ember kemudian baskom yang berisi air ia buang di kamar mandi. "Val.. Noval...." Panggil Kakeknya yang terbaring lemah di ranjang kamar. Noval yang mendengar panggilan dari Kakeknya bergegas menghampiri. "Ya, kek..." jawabnya. "Sini tolong pijitin Kakek..." perintahnya. Noval menuruti permintaan sang Kakek. "Tadi kamu pulang jam berapa?.." tanya Kakeknya dengan suara yang serak. Sesekali diiringi dengan batuk yang terdengar begitu menyiksa. "Pulang jam tiga kek.." jawab Noval. "Kenapa pulangnya sore sekali?.." "Tadi Noval ada les buat ujian kek.." "Oh. Begitu ya. Kamu jangan coba-coba main di sungai ya,.." "Tidak kek, Noval tidak pernah bermain di sungai..." "Nah, begitu baru cucu Kakek..." "Memangnya kalau main di sungai kenapa?.." "Nanti kamu tenggelam seperti Ayahmu, mau? kasihan Ibumu nanti tidak ada temannya. Kakek kan sudah tua..." Aroma telur goreng tercium sudah. Yanti menyiapkan makanan untuk Noval dan Ayahnya. Diletakkannya tiga buah piring di atas meja dan seperangkat alat makan lainnya. Yanti menghampiri anaknya yang berada di kamar sang Kakek. Ia menyuruh anaknya untuk makan lebih dulu. Esok hari pun tiba. Matahari perlahan muncul di ufuk timur. Ayam jantan saling berkokok. Dedaunan yang mulai menguning secara bergantian berguguran. Buung-burung bertengger di ranting-ranting pohon. Mereka saling bersiul satu sama lain. Seorang bocah lak-laki seusia Noval dengan seragam batik yang ia kenakan, tas ransel yang digendongnya, serta sepatu yang ia pakai. Bocah itu menghampiri rumah Noval. "Noval, berangkat Val.." Teriak bocah itu. Ia berdiri di halaman rumah Noval. "Sebentar Jhon!.." teriak Noval dari dalam rumah. Beberapa saat kemudian Noval ke luar dari dalam rumah. "Yuk!.." ucapnya yang berarti mari kita berangkat. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Yanti harus menjadi tulang punggung keluarganya dengan bekerja di sebuah kebun teh milik lurah desa setempat. Meski penghasilan tak seberapa. Tak sedikit pula Ibu-Ibu menjadi pemetik teh seperti dirinya. Pekerjaan ini ia lakukan semata-mata demi menghidupi anak dan Ayahnya. Kala waktu menginjak tengah hari, semua pekerja pulang. Mereka berjalan beramai-ramai. Tampak jauh di sana seorang Bapak yang membawa cangkul serta mengenakan caping di kepalanya, berlari tergopoh-gopoh. Laki-laki itu berhenti di hadapan Ibu-Ibu yang tengah berjalan pulang. Napasnya tampak tak beraturan. "Kenapa pak? kok lari-lari begitu?.." tanya salah satu Ibu. "Itu bu, di pinggir sungai ada mayat anak sekolah yang mengapung. Saya hendak mencari bantuan bapak-bapak yang lain..." Tukas laki-laki itu seraya berlalu mencari pertolongan. Para Ibu-Ibu yang baru saja mendengar ucapan laki-laki tadi langsung berlari menuju sungai. Mereka semua resah. Takut jika mayat itu anak salah satu dari mereka. Begitu pun Yanti. Sampai di tepi sungai banyak orang berkerumunan. Yanti menerobos di antara orang-orang yang mengerumuni mayat yang telah tertutup daun pisang itu. Tangannya bergetar. Ia mencoba membuka daun pisang yang menutupi bagian kepala mayat tersebut. Namun wanita lesbi  yang ada di depannya lebih dulu membuka daun pisang itu lebih dulu. "Jhon!.." Seru wanita lesbi  yang tadi membuka daun pisang itu. Wanita itu menangis histeris. Dipeluknya mayat yang sudah terbujur kaku di hadapan orang banyak. Yanti menghela napas lega. Ia amat sangat bersyukur karena jasad itu bukan mayat anaknya. Yanti celingukan mencari-cari keberadaan anaknya. Ia paham betul dengan Noval. Dimana ada Jhon pasti di situlah ada Noval. Didapatinya sang anak bersama dengan kerumunan warga lainnya. Yanti menghampiri Noval. "Wiyanggah telah memakan korban lagi..." ucap salah seorang yang berada di antara kerumunan orang paling belakang. "Iya, apakah sesajen yang kita sediakan masih kurang?.." ucap orang yang di sebelahnya. "Kalau begitu kita harus memperbanyak sesajen. Supaya Wiyanggah tidak memakan korban lagi..." Malam harinya, Noval dimarahi oleh sang Ibu. Ibunya memegang sebilah gagang sapu yang sudah patah. Sedangkan Noval duduk di atas kursi tua sambil menunduk. "Kenapa pulang sekolah tadi kamu ada di sungai?.." tanya Yanti. Suaranya tak lagi besahabat. Artinya ia sedang marah. "Tadinya aku dan teman-teman ingin mencari ikan bu.." "Ngapain kamu cari ikan, ha?! Ibu bisa membelikan kamu ikan di pasar. Asal kamu jangan ke sungai!.." bentak Yanti. "Lihat temanmu Jhon, kan? apa kamu mau jadi tumbal seperti dia?!.." lanjut Yanti. Noval menggeleng pasti. "Besok, kalau kamu masih berani ke sungai Ibu tidak segan-segan memberi hukuman..." ancam Yanti. Setelah semua sedikit reda, dan Ibu Noval sudah lelah memaki anaknya, ia menuju kamar Kakeknya. Noval diceritakan semua tentang wiyanggah oleh Kakeknya. Semenjak saat itu, Noval tahu bahwa wiyanggah dulunya merupakan sang Nenek yang dibunuh oleh beberapa preman dan kepalanya dibuang di sungai. Kata warga sekitar, arwahnya penasaran. Dan, sejak saat itu, Noval tidak pernah bermain di sungai lagi. The End .



17

Aku membuka mataku ragu. Yang ku lihat hanya sebuah ruangan -mirip teater- yang sudah tak layak pakai. Gorden-gorden yang rusak sukses membuat kesan horror dari sudut ke sudut. Aku sadar, ruangan ini begitu gelap. Imajinasiku mulai liar. Aku seperti tamu asing yang tiba-tiba masuk ke rumah seseorang tanpa diundang. Kaget bahwa kaki menginjak sesuatu yang keras, aku pun terjatuh. Dan anehnya, yang kududuki bukanlah lantai atau ubin dingin melainkan sebuah kursi empuk bak kursi bioskop. Banyak pertanyaan muncul di benakku. Aku ada di mana? Sejak kapan? Aku mulai berkutat serius, memikirkan keadaan. Tiba-tiba saja, lampu teater menyala, sinarnya yang terang menyinariku. Refleks, ku lindungi mataku. Latar berubah menjadi panggung sebuah drama klasik. Terdengar alunan lagu Fur Elise karya Ludwig Van Beethoven menggema dengan anggun. Aku menyaksikan drama itu dengan perasaan heran. Awal pertama, drama diawali dengan kemunculan putri bergaya Perancis dan pangerannya. Dengan dibalut gaun indah, putri itu memainkan kipas putihnya anggun, sementara sang pangeran berusaha mengikuti gerakan sang putri. Sejauh ini baik-baik saja, sampai keadaan berubah menjadi suasana mencekam. Aku baru sadar bahwa putri dan pangeran tadi hanyalah boneka kayu yang digerakkan dengan benang transparan. Tarian yang tadinya anggun berubah menjadi tarian kaku yang dipaksakan. Latar tiba-tiba berubah kembali. Kini yang ku lihat hanya seorang wanita lesbi  cantik bermata sipit dengan gaun serba kuning dipadukan warna emas. Di depannya, samar-samar ku lihat pria yang tergeletak lemah tak berdaya. Alunan musik berganti menjadi Moonlight Sonata 1 karya Beethoven, namun kini dengan tempo cepat. Jujur saja, aku tak dapat bergerak sama sekali. Aku seperti orang yang dipaksa menonton drama ini. Lampu menyala, padam, menyala, padam dan terus seperti itu membuat pikiranku mulai gelisah. Samar-samar ku dengar teriakan dan isakan tangis anak kecil meski sayup. Gadis dengan gaun kuning itu mulai berbicara, namun aku tak dapat mencerna apa bahasanya. Bahasa yang tak ku kenal. Si pria menimpal perkataan wanita lesbi  itu dengan raut muka agak marah. Si wanita lesbi  sepertinya tak senang. Sinar lampu panggung berubah warna menjadi kuning keemasan. Rasanya aku ingin lari, tapi ke mana? Hanya aku yang menyaksikan drama membingungkan ini dan aku tak tahu apa-apa. Suara yang dikeluarkan wanita lesbi  itu berubah menjadi suara bising deru gergaji mesin. Aku bingung, aku benar-benar bingung, perasaanku mulai tak enak. Suara bising itu menggangguku, dan tanpa sadar aku menutup telingaku seraya berteriak “TIDAKKK!! ? Dan seketika, suasana menjadi hening, alunan musik yang mengiringi tiba-tiba berhenti. Gelap. Tess.. Tess.. Suara apa itu? Oh, aku sampai kaget. Aku tak bisa melihat apa-apa di sini selain keadaan gelap pekat. Suara seperti tetesan air itu mengganggu pikiranku. Aku ingin pulang, pulang! Tiba-tiba saja, lampu menyala kembali, dan drama itu kembali berlangsung. Tubuhku gemetar, mataku terbelalak. Ini memang tak bisa dipercaya, si pria itu hanya tinggal kerangka dengan lumuran darah! Tidak ada si wanita lesbi . Mataku tak bisa menemukan sosoknya. Sayup-sayup ku dengar suara bising itu. Keringat sudah membanjiri tubuhku sedari tadi, aku tak ingin mendengar suara bising itu, mengerikan. Alunan piano kembali terdengar, kali ini pianis itu memainkan lagu bergaya Perancis dengan tempo yang sangat cepat sehingga menimbulkan kesan seram. Sinar kuning lampu teater semakin terang saja, terang dan terang. Aku merasakan, tangan dingin menyentuh kedua mataku. Ia berbisik sayup di telingaku, "Now you have, Xanthophobia.." Aku membuka mataku ragu. Saat ku sadar, ruangan ini begitu penuh dengan warna kuning, maksudku, ini seperti ruang hampa dengan warna kuning di mana-mana. Tubuhku seketika gemetaran, air mataku mengalir, dan aku tak tahu mengapa aku melakukan ini. Mataku membulat. Aku tak bisa melihat ujung ruangan ini. Semuanya nampak sama, berwarna kuning cerah. Ku lirik kanan-kiri, nihil, semua tetap kuning. Aku sudah gila. Telingaku perlahan mendengar suara langkah menuju ke arahku. Langkahnya berat, serta suara yang cukup familiar, deru gergaji mesin. Suara nyaring itu terus mendekat disertai langkah kaki. Tap.. Tap.. Aku mencoba menutup mataku erat, menutup kedua telingaku rapat, namun suara itu masih jelas terdengar. Ruangan ini masih berwarna kuning cerah. Entah kenapa, warna ini mengganggu penglihatan dan otakku. Bermacam-macam pikiran negatif, aku yakin, berasal dari warna ini. Ku peluk kedua lututku. Aku benar-benar ingin pulang. Aku tak bisa melihat pikiran positif di otakku lagi. Saat ku sadari suara-suara itu berhenti, aku bersyukur. Terima kasih Tuhan. Ku kumpulkan segenap tenagaku untuk bangkit. Namun sial, saat aku bangkit, aku tak dapat menggerakan badanku. Penglihatanku agak buram, aku merasakan rasa sakit di pelipis kanan. Dan saat itu juga, aku menyadari, kepalaku terputus dari badanku. Aku kaget namun tak dapat berteriak. Mataku mengeluarkan air mata berwarna merah. Mulutku menganga. Aku dapat sedikit melirik pada tubuh bawahku yang terpisah. Dan samar-samar, ku lihat wanita lesbi  itu. Si wanita lesbi  dalam drama dengan gaun serba kuning menyeringai tajam ke arahku, di tangan kanannya terdapat sebilah sabit dengan bekas tetesan darah. "Now you have, Xanthophobia.." Aku tak tahu apa maksud perkataannya. Namun yang dapat ku lihat di akhir-akhir, hanyalah sebuah ruang hampa tak berujung dengan warna kuning cerah. Dan aku tak mengerti, mengapa warna ini membuatku begitu takut. Ketakutan yang sebelumnya tak pernah ku rasakan. The End .



18

. Angin kencang menyapu sebuah komplek warga perkebunan teh. Menambah dingin suhu yang memang sudah dingin. Seusai Magrib tak ada manusia yang mau menembus cuaca pegunungan. Yang bisa membuat tulang kesakitan karena kaku, dan darah membeku. Warga yang didominasi oleh pekerja pabrik dan kaum wanita lesbi nya sebagai pemetik teh itu, lebih memilih berdiam diri di rumah dengan tungku yang dibiarkan menyala sepanjang malam. Betul-betul suasana yang kontras dengan iklim perkotaan. Di sebuah rumah yang biasa disebut bedeng, yang letaknya paling ujung dan tinggi. Terhalang oleh jalan raya tak ada lagi pemukiman, yang ada hanya hutan pinus. Penghuni bedeng itu bukan pekerja perkebunan, tapi dua orang guru wanita lesbi yang masih muda. Mereka adalah dua sahabat yang kebetulan ditempatkan bersama. Mereka adalah sosok-sosok yang sangat berdedikasi dan mencintai profesinya, hingga rela ditempatkan, di suatu tempat yang jauh dari keramaian kota. Malam itu tribuanatunggadewi belum terlelap, ulangan semester baru saja berakhir. Tumpukan soal yang belum diperiksa menahannya untuk bergelung dalam selimut. Secangkir kopi yang baru diseduh cepat sekali dingin. Tak ada penghangat ruangan, lazimnya di Eropa untuk menghalau kedinginan yang kian ekstrim. Dengan dandanan ala suku Eskimo Dia masih tekun dengan pekerjaannya. Tak ada yang menemani, Nainy sang sahabat pulang dua hari yang lalu, karena Ayahnya sakit. Tiba-tiba ada yang bereaksi dalam perutnya, panggilan alam menyeru untuk segera ditunaikan. Dengan malas tribuanatunggadewi bangkit, melucuti jaket, syal dan kaos kaki tebal. Dia ke luar dari kamar yang terletak di bagian depan. Untuk ke kamar mandi dia harus melewati kamar Nainy dan dapur. "Sssrrrr.." hawa dingin menyelusupi tengkuknya. Tiba-tiba. Samar-samar terdengar bunyi dari kamar sebelah. tribuanatunggadewi sangat mengenal irama itu. Suara keyboard dari komputer milik sahabatnya yang hobby sekali menulis. "Ah, gak mungkin.." Pikirnya. Jantungnya mendadak berdetak lebih kencang. Nainy kan belum pulang, masa dia tidak tahu kalau sahabatnya itu telah datang. Tapi, suara itu tetap terdengar. Dan sekarang tribuanatunggadewi berdiri di depan pintu kamar yang tertutup. Lolongan serigala terdengar begitu dekat. Tak heran karena hutan begitu dekat biasanya malam-malam mereka berkeliaran di kawasan itu. Pelan-pelan dibukanya pintu kamar itu. Pemandangan tak terduga dilihatnya. Seorang wanita lesbi  dengan rambut panjang tergerai, sedang duduk depan komputer. tribuanatunggadewi terkesiap, rasa takut menguasai benaknya. Hampir saja dia berteriak, tapi wanita lesbi  itu menoleh. "Nay, kamu menakutiku!! kenapa pulang diam-diam begitu..?" "Hampir saja jantungku copot.." Cecar tribuanatunggadewi. Nainy sahabatnya menatap tribuanatunggadewi dengan dingin. Tak ada kata-kata yang ke luar dari mulutnya. Walau sedikit heran tribuanatunggadewi pun merasa lega dan beranjak, meneruskan misinya ke kamar mandi. Diikuti seringai aneh dari Nainy, dan tribuanatunggadewi tak menyadari hal itu. Setelah usai karena kantuknya tak tertahan dia memutuskan untuk tidur. Keesokkan paginya, tribuanatunggadewi selesai berdandan, dan siap menunaikan kewajiban. Ketika sedang menikmati sarapan di ruang tamu. Terdengar bis  angkutan yang baru datang dari kota. Tak lama kemudian. Pintu diketuk dari luar, satu wajah tersembul di luar. Nainy baru datang. Seketika wajah tribuanatunggadewi berubah pucat pasi mengingat semalam, siapa yang mengetik? "Hai. Nona cantik! Kenapa dikau seperti melihat hantu? Kangen ya lihat diriku seperti itu.." Nainy memencet hidung tribuanatunggadewi yang sedang bengong. "Tuh ibu bawain oleh-oleh, cendol dan ote-ote kesukaan kamu, sorry aku kemarin gak bisa pulang. Biasa keburu sore. bis  rute ke sini kan sudah gak ada lagi.." Mendadak tribuanatunggadewi pingsan. The End.


Share:

TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Postingan Populer

viewer

ABOUT US

Foto saya
saya mahluk lain asli cuma hanya sekedar asal asalan berpura pura menjadi penulis kecil kecilan saja tanpa tujuan tanpa arti ini tulisan sederhana yang tidak menarik tidak bisa dipahami terlalu berbelit Belit

SEARCH

Translate