wisata 3

presiden Roosevelt 
mendorong perkembangan ilmu kebijakan termasuk 
di dalamnya analisis kebijakan. Pada abad ke-20, 
Amerika memiliki sebuah lembaga riset keb ijakan 
Rand Corporation. Pada masa kini, analisis kebijakan 
menempati posisi khas dalam administrasi negara.58
Kebijakan publik memiliki beberapa tahapan, 
diantaranya tahap isu kebijakan, perumusan kebijakan, 
implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan.59
Selanjutnya, Nugroho berpendapat bahwa isu 
kebijakan terdiri atas masalah dan tujuan, yang berarti 
kebijakan publik dapat berorientasi pada kehidupan 
publik, dan dapat pula berorientasi pada tujuan yang 
hendak dicapai pada kehidupan publik60. Isu kebijakan 
menggerakan pemerintah untuk merumuskan 
kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan 
masalah.61 Setelah dirumuskan, kebijakan publik 
ini dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun 
warga .62 Setelah itu, proses perumusan, 
pelaksanaan dievaluasi untuk menilai apakah telah 
dirumuskan dan diimplemetasikan dengan baik sesuai 
dengan tujuan yang ditentukan sebagai pertimbangan 
dilakukannya revisi kebijakan atau diberhentikan.63
Pandangan Nugroho memberikan gambaran tentang 
kompleksitas dalam setiap proses yang mana 
membutuhkan kerjasama pelbagai aktor dalam setiap 
tahapan baik perumusan, implementasi dan evaluasi 
kebijakan untuk menyelesaikan masalah publik melalui 
kebijakan yang tepat.64
Perumusan kebijakan yaitu  yaitu  
salah satu tahap yang penting dalam pembentukan 
kebijakan publik.65 Formulasi kebijakan akan berkaitan 
dengan beberapa hal yaitu cara bagaimana suatu 
masalah, terutama masalah publik memperoleh 
perhatian dari para pembuat kebijakan, cara bagaimana 
merumuskan usulan-usulan untuk menganggapi 
masalah tertentu yang timbul, cara bagaimana memilih 
salah satu alternatif untuk mengatasi masalah publik.66b. Praksis Pariwisata dan Efek Terdampak
Pariwisata yaitu  produk kompleks di mana faktor 
ekonomi dan politik bergabung dengan alam geografis 
dan rekreasi.67 Dengan demikian, kebijakan pariwisata 
dapat didefinisikan sebagai bidang multidisiplin.68
Dalam konteks ini, definisi kebijakan pariwisata 
bervariasi, meskipun perlu diperhatikan pandangan 
Hall dan Jenkins, yang mengatakan bahwa kebijakan 
pariwisata yaitu  apa pun yang dipilih atau dilakukan 
oleh pemerintah untuk pariwisata, sebuah interpretasi 
yang menyediakan peneliti pariwisata dengan ruang 
lingkup investigasi yang luas. Bagaimanapun, penelitian 
dalam kebijakan pariwisata harus fokus pada langkahlangkah pemerintah yang diambil dengan tujuan 
mempengaruhi pariwisata.69 Tidak ada konsensus yang 
jelas mengenai cara di mana studi tentang kebijakan 
pariwisata harus didekati, atau bidang minat yang harus 
dimasukkan.70 Ada sudut ekonomi yang menganggap 
kebijakan pariwisata sebagai cabang ekonomi yang 
dicirikan oleh serangkaian keunikan.71
Banyak penelitian yang berfokus pada hubungan 
antara pengembangan pariwisata dan pertumbuhan ekonomi.72 Hasilnya juga menunjukkan bahwa faktor 
ekonomi memiliki dampak yang signifikan terhadap 
pengembangan pariwisata di suatu negara; khususnya, 
di mana, di beberapa negara, pengembangan 
pariwisata memiliki efek positif pada pertumbuhan 
ekonomi.73 Di negara-negara Eropa dan Amerika 
Latin di mana pariwisata telah menjadi sector yang 
terkelola, ada korelasi negatif antara pengembangan 
pariwisata dan pertumbuhan ekonomi.74 Selain itu, 
telah ditunjukkan di beberapa negara atau area  
yang faktor-faktor seperti tingkat profesionalisme 
pariwisata (diukur sebagai proporsi pendapatan 
pariwisata dalam produk domestik bruto negara itu 
[PDB]) bersama dengan bentuk negara (kepuauan 
atau tidak), kekayaan, ukuran, dan lokasi geografis, 
mempengaruhi hubungan antara pengembangan 
pariwisata dan pertumbuhan ekonomi.75 Dalam studi 
empiris yang dilakukan di Taiwan, Kim, Chen, dan Jang 
menyelidiki interaksi antara jumlah wisatawan yang mengunjungi Taiwan dan PDB dan berpendapat bahwa 
ada hubungan kausal antara pengembangan pariwisata 
dan pertumbuhan ekonomi.76 Chen dan Chiou-Wei 
berpendapat bahwa pengembangan pariwisata dapat 
mendorong pertumbuhan ekonomi.77
Di antara studi tentang pengaruh faktor ekonomi 
pada pengembangan pariwisata, Ramesh dan Thea 
Sinclair menunjukkan bahwa nilai tukar dan faktorfaktor yang mempengaruhinya mempengaruhi pilihan 
wisatawan yang masuk.78 Yap (2012) menguji pengaruh 
nilai tukar terhadap jumlah wisatawan dan menemukan 
bahwa fluktuasi mata uang mempengaruhi pariwisata 
di beberapa negara, seperti Malaysia dan Selandia 
Baru.79 Naidoo, Ramseook-Munhurrun, dan Seetaram 
menguraikan hubungan antara siklus bisnis dan industri 
hotel dan merancang strategi operasi berdasarkan 
hubungan ini.80 Lettau dan Ludvigson menunjukkan 
bahwa hubungan kecenderungan jangka panjang 
yang sama antara aset pasar saham dan konsumsi dan 
menunjukkan efek penjelas dari nilai keamanan pada 
konsumsi.81Para peneliti kini telah memeriksa dampak 
krisis besar terhadap pengembangan pariwisata 
dalam jangka pendek, mengakui sebagai faktor yang 
signifikan. Cheron dan Ritchie mengemukakan bahwa 
bencana alam memiliki dampak signifikan pada rencana 
perjalanan turis dari Eropa, Amerika Serikat, Selandia 
Baru, dan Australia.82 Lee dan Strazicich berpendapat 
bahwa krisis besar akan mempengaruhi wisatawan 
yang berkunjung ke Taiwan dalam jangka pendek; 
khususnya, ketika terjadi penurunan yang cukup besar 
dalam jumlah wisatawan yang mengunjungi Taiwan 
saat serangan wabah sindrom pernafasan akut (SARS) 
menyapu seluruh dunia pada paruh pertama tahun 
2003.83 Wang juga menunjukkan bahwa keamanan 
dan kesehatan yaitu  dua faktor yang mempengaruhi 
aktivitas wisatawan.84 Avraham meneliti pariwisata di 
Mesir, menjelajahi krisis yang dihadapi oleh industri 
pariwisata karena perang, serangan teroris, kekacauan 
politik internal, dan banyak peristiwa negatif lainnya 
dalam beberapa dekade terakhir.85
Pariwisata yaitu  kepergian orang-orang 
sementara dalam jangka waktu pendek ke tempattempat tujuan di luar tempat tinggal dan bekerja 
sehari-hari serta kegiatan-kegiatan mereka selama 
berada di tempat tujuan tersebut.86 A.J. Burkart dan 
S. Malik mengatakan pariwisata yaitu  perpindahan 
orang untuk sementara dan dalam jangka waktu 
pendek ke tujuan-tujuan di luar tempat di mana mereka 
biasanya hidup dan bekerja, dan kegiatan-kegiatan 
mereka selama di tempat tujuan itu.87 Sementara itu, 
Salah Wahab mengatakan bahwa pariwisata yaitu  
suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar 
yang mendapat pelayanan secara bergantian diantara 
orang-orang dalam suatu daerah lain untuk sementara 
waktu dalam mencari kepuasan yang beraneka ragam 
dan berbeda dengan apa yang dialaminya di mana ia 
bertempat tinggal.88
Dengan demikian, ada beberapa  elemen sebagai 
pendukung pengertian pariwisata yaitu (1) Perjalanan 
di lakukan untuk sementara waktu; (2) Perjalanan itu 
dilakukan antara satu tempat ke tempat yang lain; (3) 
Perjalanan itu dikaitkan dengan pertamasyaan atau 
rekreasi; dan (4) orang yang melakukan perjalanan itu 
tidak mencari nafkah di tempat yang dikunjungi dan 
semata-mata sebagai konsumen di tempat tersebut.89
Pariwisata yaitu  kegiatan dinamis yang 
melibatkan banyak manusia serta menghidupkan 
berbagai bidang usaha. Pariwisata mengandung 
kepentingan yang bersifat kompleks: kepentingan pribadi menyangkut gaya hidup90, prestise91
kesenangan (hiburan)92, kepuasan93, kebebasan94 dan 
kepentingan publik seperti kepentingan politik95
kepentingan ekonomi96, kepentingan budaya, 
bahkan kepentingan ideologi.97 Spilani menjelaskan 
bahwa pariwisata yaitu  gejala insani yang 
bersifat semesta, teratur, dan ajek, kerap muncul 
tanpa ruang dan waktu.98 Selama beberapa dekade, 
warga  mulai dari daerah metropolitan utama 
hingga kota-kota kecil dan desa-desa telah berusaha 
untuk membangun merek mereka dan menarik pengunjung dengan mengadakan acara-acara yang 
direncanakan dari semua jenis dan ukuran, mulai dari 
acara besar (misalnya World Expos, Olympic Games 
atau FIFA WorldCup) hingga festival musik regional 
dan turnamen olahraga pemuda. Hari ini, penawaran, 
pementasan, dan pengelolaan acara telah menjadi 
bagian dari pengembangan warga  yang sehat 
di banyak tempat di seluruh dunia.99 Yang pasti, acara 
yang direncanakan biasanya memainkan peran penting 
bagi warga  di mana mereka berlangsung.100 Selain 
harapan yang dirasakan dari manfaat ekonomi101 , nilai 
sosial maupun budaya tidak hanya bagi penonton acara 
namun juga warga warga .102 Munculnya pariwisata 
massal pada pertengahan tahun 1900 secara dramatis 
meningkatkan potensi peristiwa untuk memengaruhi 
perkembangan sosial dan ekonomi di sebagian besar 
area .103 Thomas dan Wood (2003) mencatat bahwa pemerintah dan Destination Management Organizations
(DMO) di tingkat lokal, regional dan nasional semakin 
beralih ke perencanaan kegiatan strategis sebagai 
sarana untuk memaksimalkan dampak positif untuk 
tujuan pengembangan destinasi. Untuk melakukan 
perencanaan acara strategis, perlu mengakses informasi 
mendalam mengenai berbagai acara dan dampaknya 
terhadap warga  setempat.104 Sampai hari ini, 
penilaian ekonomi ex-post telah mendominasi wacana 
evaluasi even-even kepariwisataan. Selanjutnya, 
kerangka kerja yang dipakai untuk memutuskan 
manfaat peristiwa dalam konteks kebijakan memiliki 
parameter ekonomi yang ditargetkan secara 
berlainan.105 Namun demikian, ada pengakuan 
yang berkembang mengenai perlunya memahami 
dampak sosial yang terkait dengan even-even 
tersebut.106 Memang, dimasukkannya nilai-nilai sosial ke 
dalam pembuatan kebijakan tercermin dari perubahan 
sikap pada tahun 1990-an ketika otoritas lokal mulai menerima sesuatu yang positif sebagai tujuan formal 
dalam intervensi sektor publik107 ini tidak kurang 
penting mengingat peran komunitas itu sendiri dalam 
keseluruhan produk tujuan pariwisata.108
B. Kebijakan Pariwisata dan Relasi Pusat-Daerah
1. Konteks Kewenangan dan Permasalahan
Berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 dapat 
diketahui bahwa secara konstitusional pemerintahan 
daerah memiliki hak untuk menetapkan Peraturan 
Daerah (Perda) dan peraturan-peraturan lainnya dalam 
rangka melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. 
Peraturan-peraturan lain yang dimaksudkan dapat berupa 
peraturan Gubernur atau Bupati atau Walikota, dan 
keputusan Gubernur atau Bupati atau Walikota. Ketentuan 
Pasal 18 ayat (6) UUD 1945, Pemerintahan Daerah yang 
memiliki hak otonom memiliki kewenangan untuk 
mengatur dan mengurus kepentingan warga  
setempat menurut prakarsa sendiri. Mengatur yaitu  
perbuatan menciptakan norma hukum yang dituangkan 
dalam peraturan daerah. Pelimpahan wewenang dari 
Pemerintahan Pusat kepada Pemerintahan Daerah 
meliputi kewenangan dibidang pemerintahan. Fungsi 
pembentukan kebijakan dilaksanakan oleh DPRD, 
sedang fungsi pelaksana kebijakan dilaksanakan oleh 
Gubernur /Bupati/Walikota. 
Dasar hukum mengenai kepariwisataan di negara kita  
diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 
tentang Kepariwisataan (selanjutnya disebut UU Kepariwisataan). Menurut ketentuan yang diatur dalam 
Pasal 1 angka 3 UU Kepariwisataan bahwa “Pariwisata 
yaitu  berbagai macam kegiatan wisata dan didukung 
berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh 
warga , pengusaha, pemerintah, dan Pemerintah 
Daerah.” Untuk sektor pariwisata, Kementerian Pariwisata 
memberikan dukungan terkait kegiatan dekonsentrasi dan 
tugas pembantuan untuk mempercepat pengembangan 
daya tarik wisata di daerah. Dalam implementasinya, 
kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan tidak 
selalu berjalan dengan baik di daerah. Pemilihan lokasi 
hingga pada bentuk fasilitas yang akan dikembangkan 
perlu diidentifikasi lebih lanjut terlebih dahulu sebelum 
kegiatan dilaksanakan. Oleh karenanya diperlukan peran 
serta pemerintah untuk mendukung pengembangan 
daya tarik wisata, susaha  pelaksanaan kegiatan terkait 
dekonsentrasi dan tugas pembantuan dapat berjalan 
dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan di daerah dan 
selaras dengan strategi pembangunan pariwisata nasional.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2011 
tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan 
Nasional (RIPPARNAS) ditetapkan 50 Destinasi Pariwisata 
Nasional (DPN) dan 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional 
(KSPN). KSPN yaitu  kawasan yang memiliki fungsi utama 
pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan 
pariwisata nasional yang memiliki pengaruh penting 
dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan 
ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya 
alam, daya dukung lingkungan hidup serta pertahanan 
dan keamanan. Pembagian perarea an ini dibagi 
kembali kedalam 222 Kawasan Pengembangan Pariwisata 
Nasional (KPPN). Pengembangan KPPN kemudian difokuskan pada pengembangan daya tarik yang dimiliki 
oleh KPPN ini yang memiliki nilai strategis baik 
secara potensi wisata, pasar, sosial, ekonomi, budaya dan 
terutama memberikan dampak pada perbaikan kualitas 
warga  di sekitar destinasi. ada 16 Kawasan 
Strategi Pariwisata Nasional (Flagship 2012-2014) yang 
menjadi fokus dari Kementerian Pariwisata, 16 kawasan 
ini berada dalam kawasan prioritas yang terbagi 
dalam beberapa area  di negara kita , yakni Sumatera, 
Jawa, Kalimantan, BaliNusa Tenggara, Sulawesi dan 
PapuaKepulauan Maluku.
Kondisi 16 KSPN sampai pada akhir tahun 2014 
ada 3 KSPN berada pada tahapan perintisan yaitu 
KSPN Menjangan-Pemuteran dsk, KSPN EndeKelimutu 
dsk dan KSPN Tanjung Puting dsk. KSPN yang berada 
pada tahapan pembangunan sebanyak 4 KSPN yaitu 
KSPN Kintamani-Danau Batur dsk, KSPN Rinjani dsk, KSPN 
Komodo dsk dan KSPN Raja Ampat dsk. Sebanyak 3 KSPN 
berada pada tahapan pemantapan yaitu KSPN Kepulauan 
Seribu dsk, KSPN Bromo-Tengger-Semeru dsk dan KSPN 
Wakatobi dsk. Untuk tahapan revitalisasi ada 6 
KSPN yaitu KSPN Toba dsk, KSPN Kota Tua-Sunda Kelapa 
dsk, KSPN Bromo-Tengger-Semeru dsk, KSPN KutaSanurNusa Dua dsk KSPN Toraja dsk dan KSPN Bunaken dsk. 
sedang fokus pengembangan KSPN pada tahun 2015-
2019 bertambah menjadi 25 KSPN. Pada tahun 2015-
2019, pengembangan KSPN mencapai 20 provinsi dan 45 
kabupaten/kota.
Beberapa permasalahan yang dihadapi saat ini dalam 
pengembangan kepariwisataan dapat diidentifikasi 
ke dalam faktor sebagai berikut. Pertama, Lemahnya 
perintisan untuk membuka dan membangun daya tarik wisata baru di destinasi pariwisata sesuai dengan 
kecenderungan minat pasar. Kedua, Lemahnya manajemen 
potensi daya tarik wisata di destinasi pariwisata dalam 
bersaing dengan destinasi lain untuk menarik minat dan 
loyalitas segmen pasar wisatawan yang ada. Ketiga, Belum 
berkembangnya inovasi manajemen produk dan kapasitas 
daya tarik wisata terutama yang berorientasi pada usaha  
konservasi lingkungan. Keempat, Kurangnya keragaman 
nilai daya tarik wisata dalam berbagai tema dengan 
memanfaatkan dan mengangkat keunikan serta kekhasan 
lokal area . Kelima, Belum adanya usaha  terpadu untuk 
menangani revitalisasi daya tarik wisata di destinasi yang 
mengalami degradasi, baik degradasi lingkungan, sosial 
budaya dan ekonomi. Keenam, Lemahnya kualitas sumber 
daya manusia dan dukungan prasarana umum dan fasilitas 
pariwisata.
2. Pelaksanaan Urusan Kepariwisataan Pemerintah dan 
Pemerintah Daerah
Tidak dapat dipungkiri sektor kepariwisataan di negara 
kita diharapkan dapat menjadi salah satu sektor penting 
penghasil devisa negara. Tahun kunjungan wisatawan 
yang dicanangkan pemerintah diharapkan kunjungan 
wisatawan asing terus meningkat. Dengan meningkatnya 
kunjungan wisatawan asing ini diharapkan akan 
dapat menghasilkan devisa negara. Pada dekade sebelum 
tahu 1990 an sumber devisa negara dari minyak dan gas 
bumi, maka untuk saat ini dan lebih-lebih untuk masa 
yang akan datang sumber devisa yang bersumber dari 
minyak dan gas bumi tidak lagi menjadi andalan. Hal 
ini dipicu karena cadangan minyak dan gas bumi 
yang kita miliki terus berkurang. Bahkan pada suatu saat cadangan minyak dan gas bumi akan habis. Untuk itu perlu 
dicari jalan keluar untuk mengatasi makin menipisnya 
cadangan minyak dan gas bumi yang kita miliki. Salah 
satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut, sektor 
pariwisata diharapkan dapat menggantikan minyak dan 
gas bumi ini sebagai sumber devisa negara. Untuk 
itu pembangunan sektor pariwisata perlu mendapat 
perhatian untuk terus dikembangkan baik kuantitas 
maupun kualitasnya. Pengembangan sektor pariwisata, 
selain menghasilkan devisa bagi negara, juga dapat 
menjadi sumber pendapatan daerah, menyediakan 
lapangan kerja, menambah pendapatan warga  
terutama warga  yang berdomisili di sekitar obyek 
wisata, dapat meningkatkan pembangunan daerah 
dan pada akhirnya tingkat kesejakteraan warga  
meningakat.
Dengan Otonomi Daerah, sesuai dengan 
kewenangannya Pemerintah Kabupaten/Kota dituntut 
untuk bekerja keras dalam melaksanakan pembangunan 
termasuk pembangunan dalam sektor kepariwisataan 
di daerahnya masing-masing untuk dapat mening 
katkan kesejarteraan bagi masya rakatnya. Pemerintah 
Daerah harus mengetahui benar kondisi fisik/alam 
maupun kondisi manusia yang merupa kan karakter 
area nya, sehingga pemanfaatan ruang tepat sasaran. 
Dalam mengembangkan sektor pariwisata harus ada 
komintmen/ kesungguhan dari Pemerintah Daerah 
mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan 
pengendalian dan pengawasan. Tanpa adanya komitmen 
dari pemerintah daerah mustahil pembangunan sektor 
pariwisata ini berkembang sesuai dengan harapan.
Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan daya tarik wisata, Kementerian Pariwisata 
memberikan dukungan pendanaan dekonsentrasi 
dan tugas pembantuan. Arah kebijakan dan strategi 
yang terkait dengan pengembangan daya tarik wisata 
melalui dekonsentrasi dan tugas pengembangan ke 
daerah yaitu  pengembangan daya tarik wisata dengan 
melakukan peningkatan kualitas dan kuantitas penataan 
daya tarik pariwisata melalui revitalisasi daya tarik wisata, 
pemeliharaan daya tarik wisata, perintisan daya tarik 
wisata, pembangunan daya tarik wisata, dan fasilitasi/
pendukungan koordinasi pengembangan daya tarik wisata 
yang dapat berupa fasilitasi/pendukungan amenitas/
fasilitas pariwisata serta bimbingan teknis pengembangan 
daya tarik wisata.
Pelaksanaan asas dan dana dekonsentrasi dan tugas 
pembantuan dilaksanakan untuk peningkatan daya saing 
kepariwisataan negara kita  dengan sasaran utama yaitu  
terciptanya diversifikasi destinasi pariwisata dengan 
indikator yaitu  jumlah lokasi daya tarik wisata di DPN 
yang dikembangkan menjadi destinasi pariwisata. Fokus 
pengembangan untuk tahun 2014 yaitu  di 16 Kawasan 
Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Pelaksanaan kegiatan 
tugas pembantuan di tahun 2014 sesuai dengan target 
indikator kinerja kegiatan yang telah ditentukan. Indikator 
kinerja kegiatan yaitu  jumlah lokasi daya tarik wisata di 
DPN yang dikembangkan menjadi destinasi pariwisata 
melalui pendukungan pembangunan daya tarik wisata 
dengan kegiatan dekon pemantauan dan evaluasi dana 
tugas pembantuan di lokasi-lokasi daya tarik wisata yang 
dilaksanakan oleh kabupaten/kota.
Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada 
area  provinsi dalam kedudukannya sebagai area  administratif untuk melaksanakan kewenangan 
pemerintah yang dilimpahkan kepada gubernur 
sebagai wakil pemerintah di area  provinsi. Gubernur 
sebagai kepala daerah provinsi berlaku pula selaku 
wakil pemerintah di daerah, dalam pengertian untuk 
menjembatani dan memperpendek rentang kendali 
pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah termasuk dalam 
pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan 
urusan pemerintahan di daerah kabupaten dan kota. 
Penyelenggaraan asas tugas pembantuan yaitu  cerminan 
dari sistem dan prosedur penugasan pemerintah kepada 
daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada 
kabupaten/kota dan/atau desa, serta dari pemerintah 
kabupaten/kota kepada desa untuk menyelenggarakan 
urusan pemerintahan dan pembangunan yang disertai 
dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan 
mempertanggungjawabkannya kepada yang memberi 
penugasan. Tugas pembantuan diselenggarakan karena 
tidak semua wewenang dan tugas pemerintahan dapat 
dilakukan dengan memakai asas desentralisasi 
dan asas dekonsentrasi. Pemberian tugas pembantuan 
dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan 
efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, pengelolaan 
pembangunan, dan layanan umum. Tujuan pemberian 
tugas pembantuan yaitu  memperlancar pelaksanaan 
tugas dan penyelesaian permasalahan, serta membantu 
penyelenggaraan pemerintahan, dan pengembangan 
pembangunan bagi daerah dan desa. Terkait dengan 
penyelenggaran dekonsentrasi dan tugas pembantuan, 
Kementerian Pariwisata sebagai institusi yang 
memberikan bantuan untuk pengembangan daya tarik 
wisata belum memiliki konsep daya tarik wisata (DTW) yang baku, sehingga masih banyak kendala dalam 
penyaluran dana. Selain itu pemerintah provinsi sebagai 
wakil dari pemerintah pusat belum memiliki data yang 
akurat mengenai potensi daya tarik wisata yang berada 
di kawasannya. Ini dipicu karena pemerintah 
kabupaten/kota tidak melaporkan potensi yang dimiliki 
ke pemerintah provinsi. Masalah koordinasi antara 
pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota masih 
menjadi isu dalam implementasi bantuan. Kurangnya 
koordinasi ini memicu ketidaksesuaian antara 
dana yang diberikan untuk pembangunan fisik tugas 
pembantuan oleh pemerintah pusat dengan yang 
dibangun oleh pemerintah daerah. Selain itu, ketidaksiapan 
materi sebagaimana dipicu oleh kurangnya 
data dasar potensi dan daya tarik wisata di beberapa 
daerah memiculemahnya atau terhambatnya 
implementasi penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas 
pembantuan di daerah. Idealnya daerah memiliki rencana 
pengembangan pariwisata yang tertuang dalam Rencana 
Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPARDA) 
atau lebih diturunkan lagi dalam Rancangan Induk 
Pengembangan Obyek Wisata (RIPOW) atau siteplan daya 
tarik wisata yang ada di daerah, akan namun belum semua 
daerah memiliki kebijakan pembangunan pariwisata 
dan belum semua daya tarik yang ada dipetakan secara 
lebih terperinci. Kriteria pengajuan dekonsentrasi dan 
tugas pembantuan salah satunya yaitu  asas prioritas 
pembangunan, dimana pengajuan dekonsentrasi dan 
tugas pembantuan dialamatkan kepada fasilitas atau 
dukungan pengembangan daya tarik yang sudah memiliki 
desain situs berikut kebutuhan fasilitas penunjang yang 
daerah tidak mampu untuk membangunnya dalam posisi prioritas pembangunan tertentu, sehingga membutuhkan 
dukungan pemerintah pusat. Hal yang kemudian ditemui 
dalam kegiatan koordinasi regional yang diselenggarakan 
oleh Kementerian Pariwisata dalam usaha  menampung dan 
menginventarisasi kebutuhan pengajuan dekonsentrasi 
dan tugas pembantuan dari daerah dirasakan kurang 
efektif. ini dikarenakan mekanisme yang tidak berjalan 
beriringan antara perencanaan yang dipersiapkan oleh 
pemerintah daerah dengan target dari pemerintah pusat. 
Akibatnya kedatangan pemerintah daerah yang diwakili 
oleh pemerintah provinsi dalam menuangkan kebutuhan 
dari hanya satu daya tarik yang kemudian dapat diajukan 
menjadi kegiatan yang spontan, dimana banyak daerah 
yang tidak atau belum memegang dokumen prioritas 
pembangunan di deaerahnya. ini kemudian berpotensi 
memicu ketidaktepatan sasaran dari dekonsentrasi 
dan tugas pembantuan dari pusat tersebut. Prosedur 
sebagaimana diatur dalam pengajuan dekonsentrasi dan 
tugas pembantuan tidak sepenuhnya terikuti dengan 
prosedur spontanitas yang dihadapi. Kendala lain yang 
kemudian dihadapi yaitu  tumpang tindih kewenangan 
dan program atas pembangunan fasilitas sebagaimana 
diajukan dalam dekonsetrasi dan tugas pembantuan. Hal 
ini dikarenakan ego sektoral yang tidak mengkoordinasikan 
secara holistik terkait pembangunan sebuah daerah dari 
setiap sektor yang terlibat. Akibatnya ada pendanaan 
ganda yang berujung kepada ketidaktepatan sasaran 
pembangunan. Berdasarkan hal tersebut, dukungan yang 
kemudian dibutuhkan dalam rangka mengefektifkan 
dekonsentrasi dan tugas pembantuan yaitu  terletak pada 
mekanisme komunikasi, koordinasi, sinkronisasi terkait 
program pembangunan daerah dan kaitannya dengan semua sektor. Untuk memaksimalkan pengembangan 
daya tarik wisata dapat dilakukan inventarisasi kebutuhan 
fisik dan non fisik yang dapat dikembangkan berdasarkan 
tahapan pengembangan pariwisata yaitu perintisan, 
pembangunan, pemantapan dan revitalisasi. Pendanaan 
dalam rangka dekonsentrasi pemantauan dan evaluasi 
tugas pembantuan bidang pengembangan destinasi 
pariwisata dialokasikan untuk kegiatan bersifat non fisik, 
yaitu kegiatan yang menghasilkan luaran yang tidak 
menambah aset tetap. sedang pelaksanaan tugas 
pembantuan pengembangan destinasi pariwisata berupa 
kegiatan yang menghasilkan luaran yang menambah aset 
tetap atau bersifat fisik, antara lain berupa bangunan, 
peralatan, dan jalan.
Ada sebagaian kewenangan pemerintah kabupaten/
kota yang diserahkan kewenangannya kepada pemerintah 
desa. Desa yaitu  Self Community yaitu komunitas 
yang mengatur dirinya sendiri. Dengan pemahaman 
bahwa Desa memiliki kewenangan untuk mengurus dan 
mengatur kepentingan warga nya sesuai dengan 
kondisi dan sosial budaya setempat, maka posisi Desa 
yang memiliki otonomi asli sangat strategis. Salah satu 
kewenangan pemerintah kabupaten/kotamadya yang 
diserahkan ke desa yaitu  bidang pariwisata. Sampai saat 
ini, tidak dapat dipungkiri pariwasata memiliki peranan 
yang sangat besar sebagai lokomotif pembangunan 
ekonomi. Pariwisata memberikan kontribusi yang cukup 
besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun 
pendapatan perkapita penduduk.
Pada dasarnya, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 
2014 tentang Pemerintahan Daerah hanya memberikan 
dasar hukum secara tidak langsung bagi penyelenggaraan urusan kepariwisataan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. 
Pemberian kewenangan secara tidak langsung itu sejalan 
dengan konsep otonomi daerah, asas-asas maupun prinsipprinsip penyelenggaraan pemerintah di daerah yang diatur 
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang 
Pemerintahan Daerah. Konsep otonomi daerah yang 
dianut dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 yaitu  
otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab. Adapun yang 
dimaksudkan dengan kewenangan otonomi luas yaitu  
kekuasaan daerah yang bersifat utuh dan bulat baik dalam 
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian 
dan evaluasi terhadap penyelenggaraan semua bidang 
pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik 
luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, 
dan fiskal, agama serta kewenangan lainnya yang akan 
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Selanjutnya 
yang dimaksudkan dengan otonomi nyata yaitu  
kekuasaan daerah untuk menyelenggarakan wewenang 
pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada 
dan diperlukan secara tumbuh, hidup, dan berkembang 
di daerah. sedang yang dimaksud dengan otonomi 
daerah yang bertanggungjawab ialah keleluasaan daerah 
yang disertai pertanggung jawaban sebagai konsekuensi 
adanya pemberian hak dan kewenangan kepada daerah 
dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikulnya 
dalam mencapai tujuan pemberian otonomi. Adapun 
tujuan pemberian otonomi berupa adanya peningkatan 
pelayanan dan kesejahteraan warga  yang semakin 
baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan 
pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi 
antara pusat dan daerah maupun antar daerah dalam 
rangka menunjang keutuhan Negara Kesatuan Republik negara kita .
Desentralisasi yaitu  penyerahan wewenang 
pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom 
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan 
dalam system Negara Kesatuan Republik negara kita . 
Selain asas Desentralisasi di daerah juga dilaksanakan 
asas Dekonsentrasi dan asas Tugas Pembantuan dimana 
ketiga jenis asas dimaksud terkandung dalam Pasal 
18 Undang-Undang Dasar Negara Republik negara kita  
1945 beserta Penjelasanya, yang seyogyanya diterapkan 
secara konsisten dalam penyelenggaraan pemerintahan 
di daerah dengan ditetapkannya melalui ketentuan 
perundang-undangan.Adanya otonomi daerah yang 
yaitu  akibat dari adanya penyerahan dan 
pelimpahan urusan pemerintahan kepada suatu tingkat 
daerah tertentu untuk diatur dan diurus sebagai urusan 
pemerintahan kepada suatu tingkat daerah tertentu untuk 
diatur dan diurus sebagai urusan rumah tangga sendiri. 
Dalam rangka melaksanakan cara cara pembagian urusan 
dikenal adanya system otonomi yang dikenal sejak dulu, 
yakni cara pengisian rumah tangga daerah atau sistem 
otonomi rumah tangga daerah. Urusan pariwisata masuk 
ke dalam otonomi nyata, bertanggungjawab, dan dinamis. 
Urusan pariwisata termasuk kedalam urusan pilihan yang 
diserahkan kepada pemerintahan daerah dimana urusan 
pariwisata disesuaikan dengan factor-faktor objektif di 
daerah, misalnya, Provinsi Bali yang kaya akan potensi 
pariwisata. Sehingga Pemerintah daerah dapat menjamin 
akan mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya 
sendiri dengan adanya potensi pariwisata yang dimiliki. 
Tanggung jawab pemerintah daerah yaitu  mengolah 
potensi pariwisata ini dengan meningkatkan pemasukan daerah dari bidang kepariwisataan sehingga 
diharapkan akan dapat menjamin perkembangan dan 
pembangunan antardaerah yang serasi sehingga laju 
pertumbuhan antar daerah dapat seimbang. Urusan 
pemerintah provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan 
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi 
untuk meningkatkan kesejahteraan warga  sesuai 
dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah 
yang bersangkutan. Ketentuan lebih lanjut mengenai 
pengaturan teknis untuk masingmasing bidang atau 
sub bidang urusan pemerintahan diatur dengan 
Peraturan Menteri atau Kepala Lembaga Pemerintahan 
Nonkementerian yang membidangi urusan pemerintahan 
yang bersangkutan setelah berkoordinasi dengan Menteri 
Dalam Negeri.
Dalam penelitian ini dilakukan pengkajian 
terhadap Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang 
Kepariwisataan . Undang-Undang No. 10 tahun 2009 
tentang Kepariwisataan ini dikaji karena secara normatif 
ada permasalahan hukum yang timbul yaitu 
norma kabur. Kekaburan norma ini dapat dilihat 
pada Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang 
Kepariwisataan pada BAB X Bagian Kedua tentang Badan 
Promosi Pariwisata Daerah pada ayat (2) nya menyebutkan 
bahwa “Badan Promosi Pariwisata Daerah sebagaimana 
disebutkan dalam ayat (1) yaitu  lembaga swasta 
dan bersifat mandiri”. sedang dalam ayat (4) 
Pasal 43 UndangUndang No. 10 Tahun 2009 tentang 
Kepariwisataan menyebutkan juga bahwa “Pembentukan 
Badan Promosi Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud 
pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur/
Bupati/Walikota.” Dalam bunyi pasal ini ada pengaturan yang tidak jelas mengenai wewenang 
pemerintah daerah sehingga menimbulkan banyak 
penafsiran. Kekaburan ini juga karena tidak ada kejelasan 
apakah dalam memfasilitasi pembentukan Badan Promosi 
Pariwisata Daerah ini pemerintah daerah hanya bersifat 
menganjurkan, sampai pada pembentukannya ataukah 
sampai kepada pengawasannya.
Penelitian lapangan menghasilkan data menarik. 
Selain dinas pariwisata, di Provinsi Bali ada satu 
organisasi yang juga mengurusi pariwisata yaitu Badan 
Pariwisata Bali (Bali Tourism Board) yang selanjutnya 
disebut dengan BTB. BTB yaitu  organisasi yang 
berstatus mandiri agar dapat secara aktif berpartisipasi 
meningkatkan pembangunan kepariwisataan Bali yang 
berlandaskan pariwisata budaya.BTB sebagai gabungan 
dari beberapa  organisasi kepariwisataan di Bali bertujuan 
untuk meningkatkan kualitas hidup warga  dengan 
memfasilitasi industri dan pemerintah dalam meningkatkan 
mutu objek wisata dan segenap faktor pendukungnya. 
Visi BTB yaitu  menjadi organisasi yang mengelola daerah 
tujuan wisata secara professional dan memiliki daya saing 
dengan negara lain. Misi BTB juga untuk mempromosikan, 
membangun dan mengelola Bali sebagai daerah tujuan 
wisata unggulan. BTB sudah mengambil langkah-langkah 
strategis bersama Dinas Pariwisata Derah Provinsi 
Bali dengan menyusun rancangan aksi pemasaran, 
promosi Bali, merangsang kedatangan wisatawan secara 
berkesinambungan, meningkatkan ksadaran warga  
Bali akan kepariwisataan, menjembatani dan mengaktifkan 
komunikasi dua arah serta pertukaran ide antara 
pemerintah dan sektor swasta. BTB sebagai kumpulan 
organisasi kepariwisataan memiliki tanggungjawab menjaga pariwisata Bali karena berhubungan dengan 
bisnis atau usaha yang dimiiki anggotannya.Bahkan BTB 
Bali berbeda dengan organisasi serupa di seluruh negara kita .
BTB di Bali bersifat mandiri tidak mendapatkan bantuan 
dari pemerintah dalam menjalankan organisasinya. 
Sementara di daerah lain organisasi semacam BTB 
mendapatkan alokasi dana untuk melakukan berbagai 
kegiatan promosi. Baik dinas pariwisata maupun BTB 
memiliki tugas yang sama yaitu memajukan pariwisata 
Bali. Disamping itu dengan dikeluarkannya UU No. 10 
tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang menggantikan 
Undang-Undang Kepariwisataan sebelumnya yaitu UU 
No. 9 Tahun 1990 pemerintah memberikan kewenangan 
kepada Pemerintah Daerah dalam Pembentukan Badan 
Promosi Pariwisata Daerah. Badan Promosi Pariwisata 
Daerah Ini yaitu  lembaga swasta dan bersifat 
mandiri. Khususnya di Provinsi Bali, kalau kita lihat sudah 
ada dinas pariwisata dan BTB yang memiliki tujuan 
yang sama yaitu untuk mempromosikan pariwisata di Bali. 
Dengan adanya bunyi Pasal 43 ayat (1) UU No. 10 Tahun 
2009, maka untuk urusan pariwisata sendiri Bali akan 
memiliki tiga badan yang memiliki tujuan yang sama 
dalam bidang kepariwisataan.
Berdasarkan uraian di atas, Dinas Pariwisata, Badan 
Pariwisata Bali (Bali Tourism Board /BTB) dan Badan 
Promosi Pariwisata Daerah memiliki kesamaan. Meskipun 
memiliki kesamaan, ini tidak akan memicu
tumpang tindihnya tugas diantara ketiga badan tersebut, 
mengingat BTB dan Badan Promosi Pariwisata Daerah 
memiliki bidang kerja sendiri-sendiri. Disamping itu 
BTB dan Badan Promosi Pariwisata Daerah yaitu  
badan swasta yang bersifat mandiri. ini tidak akanmempengaruhi kinerja dari Dinas Pariwisata. usaha  
promosi yang dilakukan Dinas Pariwisata Provinsi Bali 
memang harus dikoordinasikan bersama Pemerintah Pusat 
dan stakeholder karena Pemerintah Pusat memegang 
dana yang akan digunakan, stakeholder yang paham dan 
memiliki pengalaman sebagai praktisi pariwisata serta 
warga  yang dapat diajak utuk berperan serta dalam 
usaha  promosi tersebut. Birokrasi kaku, sulitnya Organisasi 
Perangkat Daerah Kepariwisataan mengambil langkah 
cepat, efisien dan efektif bertentangan dengan sistem 
kerja stakeholder yang responsif dan profesional dalam 
mengambil keputusan. Sementara warga  dalam 
ini hanya mampu menunggu reaksi dari Organisasi 
Perangkat Daerah Kepariwisataan dan stakeholder
dalam mengambil langkah-langkah promosi. Unsur 
politisi dan lobbying juga menjadi syarat utama dalam 
mengembangkan urusan promosi termasuk sistem 
promosi serta cara atau strategi promosi yang digunakan. 
Dengan demikian, tugas, fungsi, keanggotaan dan sumber 
pembiayaan dari Badan Pariwisata Bali (Bali Tourism 
Board/BTB) dengan Badan Promosi Pariwisata Bali (BPPD) 
ini memiliki kesamaan. Sehingga untuk dapat lebih 
cepat terbentuknya Badan Promosi Pariwisata Daerah di 
Provinsi Bali, Badan Pariwisata Bali (Bali Tourism Board/BTB) 
dapat dijadikan embrio. Mengingat banyaknya persamaan 
diantar kedua badan tersebut. Akan namun harus diadakan 
penyempurnaan terhadap BTB untuk dapat dijadikan 
sebagai Badan Promosi Pariwisata Daerah mengingat 
pembentukannya masih berdasarkan Undang-Undang 
Kepariwisataan yang lama yaitu UU No. 9 Tahun 1990 
sehingga memerlukan beberapa penyesuaian dengan UU 
No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
C. Pluralisme Lokal dalam Kebijakan Kepariwisataan
1. Keragaman Hayati dan Kebhinekaan Budaya
Latar belakang penelitian ini berdasarkan adanya fenomena 
menarik tentang keragaman budaya di negara kita . 
Menurut sensus penduduk tahun 2010, perkembangan 
penduduk negara kita  saat ini mencapai jumlah 237.556.363 
jiwa, yang menempatkan negara kita  pada urutan 
keempat dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat. 
Penduduk negara kita  tersebar dari ujung Barat hingga 
Timur, mulai dari Sumatra sampai Papua dengan kondisi 
geografis yang berbeda-beda seperti area  pesisir, 
tepian hutan, pedesaan, perkotaan, dataran rendah dan 
pegunungan/dataran tinggi. Beragam suku bangsa hidup 
berdampingan dengan latar belakang kehidupan yang 
berbeda, Kondisi geografis tempat tinggal yang berbeda 
ini menjadikan warga  di negara kita  memiliki 
kehidupan beraneka ragam yang dipengaruhi oleh 
budaya masing-masing sebagai warisan dari tiap generasi 
sebelumnya. Selain itu faktor kebudayaan dari luar yang 
masuk ke negara kita  dan penyebaran agama-agama besar 
di pelosok area  negara kita  membuat terjadinya proses 
akulturasi dan asimilasi serta menambah keragaman 
budaya yang ada. ini dapat dilihat dalam kehidupan 
keseharian seperti agama, kebiasaan, tradisi, adat istiadat, 
mata pencaharian, kesenian yang sesuai dengan ciri khas 
suku-suku tersebut.
Negara negara kita  yaitu  salah satu negara yang 
unik di dunia. Mengingat negara kita  memiliki jumlah pulau 
yang banyak, serta memiliki keragaman hayati dan 
kebinekaan budaya tinggi. Ditilik dari keragaman pulau, 
kini paling tidak telah tercatat tidak kurang dari 18.110 
buah pulau dengan ukuran kecil dan besar di negara kita . Namun, dari beberapa  pulau-pulau ini baru sekitar 
5.707 pula yang telah diberi nama.109 Di antara pulaupulau di negara kita , 5 pulau di antaranya dikenal sebagai 
pulau besar, yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi 
dan Papua. Kawasan Negara Kesatuan Republik negara kita  
(NKRI) sebagai negara maritim, memiliki luas lautan 
mencapai 2/3 (75%) dari seluruh kawasan negara kita . 
Panjang pantai negara kita mencapai 81.000 km. Karena 
itu, jika peta kawasan NKRI ditumpang tindihkan 
di atas peta Amerika Serikat. Maka, tampak bahwa luas 
kawasan NKRI hampir sama dengan luas Amerika Serikat, 
hanya perbedaannya negara kita  yaitu  sebuah pulau, 
sedang Amerika Serikat yaitu  sebuah daratan.110
Ditilik dari kategori tersebut, paling tidak di 
negara kita  memiliki 47 tipe ekosistem alami terestrial yang 
membentang dari pesisir hingga area  pegunungan 
tinggi. Misalnya, ekosistem alami terestrial dapat dibedakan 
atas tiga macam kelompok vegetasi, yaitu vegetasi pamah/
dataran rendah (0-1.000 m dpl); vegetasi pegunungan, 
terdiri pegunungan bawah (1.000-1.500 m dpl) dan 
pegunungan atas (1.500-2.400 m dpl) dan vegetasi subalpin (2.400-5.000 m dpl); serta vegetasi monsun di daerah 
kering dengan curah hujan rendah (kurang dari 1.500 
mm/tahun, dengan nilai evapotransipirasinya melebihi 
curah hujannya). sedang keragaman ekosistem bahari 
di antaranya terdiri dari ekosistem pesisir, ekosistem 
pantai, ekosistem mangrove, padang lamun, estuaria, dan 
ekosistem laut terbuka. Sementara itu, ekosistem binaan 
di negara kita sangat beragam, di antaranya hutan tanam; macam-macam agroekosistem seperti ladang berpindah, 
sawah tadah hujan, sawah irigasi, sawah surjan, sawah 
rawa, sawah pasang surut, kolam, tambak, perkebunan, 
kebun, talum, dan pekarangan.111
negara kita , selain memiliki keanekaan ekosistem dan 
keanekaragaman hayati, juga memiliki keanekaan atau 
kebinekaan suku bangsa dan bahasa. negara kita  telah 
tercatat memiliki lebih dari 300 kelompok etnik. Aneka 
ragam kelompok etnik ini bermukim di berbagai 
lokasi/geografis dan ekosistem, seperti lingkungan 
pesisir dan pedalam atau perairan daratan. Sementara 
itu, berdasarkan bentuk mata pencahariannya berbagai 
etnik ini dapat dibedakan menjadi lingkungan 
sosial pemburuperamu, nelayan, berladang berpindah 
atau berladang berotasi, petani menetap, serta industri 
dan jasa.112 Misalnya, berbagai kelompok pemburu dan 
peramu yang hidup di perairan, seperti Orang Laut di 
perairan sekitar Batam, Irang Sekak di perairan utara Pulau 
Bangka, dan Orang Bajau di sepanjang perairan sebelah 
timur Pulau Sulawesi. Berbagai kelompok warga  
nelayan di negara kita  dicatat di berbagai kawasan pesisir. 
Contohnya, warga  nelayan di Bagan Siapi-api dari 
suku Cina, nelayan Marunda, Muara Karang dan Cilincing 
dari suku bangsa Betawi; nelayan Pelabuhan Ratu masih 
bagian dari suku Sunda, nelayan Cilacap di pantai Selatan 
Jawa, nelayan Cirebon dan Gresik di pantai utara Jawa; 
warga  pesisir Pulau Seram, pesisir utara Irian Jaya, 
pesisir Sulawesi, pesisir Kepulauan Kei. 
Berbagai warga  pemburu dan peramu di 
kawasan hutan di negara kita , tercatat di antaranya Anak Dalam di Jambi, Orang Sakai di pedalaman Riau, Orang 
Punan di Kalimantan Timur, Orang Asmat di Pedalaman 
Irian Jaya bagian selatan; orang Nualu di Pedalaman Pulau 
Seram, Maluku. Berbagai kelompok masya-rakat peladang 
berpindah di negara kita , dikenal di antaranya warga  
Baduy di Banten Selatan, warga  Kasepuhan di 
Sukabumi Selatan bagian dari suku bangsa Sunda; 
peladang Talang Mamak di pedalaman Riau, bagian suku 
bangsa Malayu, warga  Kantu di Kalimantan Barat, 
bagian dari kelompok suku bangsa Dayak. Sementara 
itu, para petani penetap terutama para petani sawah di 
berbagai suku bangsa di negara kita . 
Pada umumnya tiap suku di negara kita  memiliki 
bahasa lokal atau bahasa ibu yang berbeda-beda. 
Mengingat negara kita  memiliki lebih dari 30 suku bangsa, 
maka tak heran di negara kita  memiliki sekurangnya 655 
bahasa lokal atau bahasa ibu. Jumlah bahasa lokal di 
negara kita  menempati peringkat ke dua dari 25 negara 
di dunia yang memiliki bahasa lokal di dunia yang 
memiliki keanekaan bahasa lokal endemik setelah Papua 
Guinea (847 bahasa).113 Dengan adanya berbahasa lokal 
telah memicuberbagai kelompok etnik memiliki 
kemampuan untuk berfikir secara sistimatis dan teratur 
serta berkembangnya aneka ragam pengetahuan lokal 
di negara kita . Misalnya, pengetahuan penduduk lokal 
tentang botani, seperti pengenalan jenis-jenis tumbuhan, 
pemanfaatan dan pengelolaannya. Pengetahuan 
penduduk tentang ekologi pertanian atau agroekosistem, 
seperti pengelolaan berbagai agroforestri tradisional, 
seperti pekarangan dan sistem talun-kebun di Jawa Barat; sistem dukuh lembur atau leuweung lembur di 
Baduy, Banten Selatan; kaliwo atau kalego di Sumba 
Barat; repong damar di Krui, Lampung; kaleka di Bangka 
dan Belitung, Sumatera; pelak di Kerinci Jambi, Sumatera; 
parak di Maninjau, Sumatera Barat; lembo atau simpukng 
atau lepu atau pun pulung bue di Kalimantan Timur, dan 
tembawang di Kalimantan Barat.114
Selain itu, beberapa kelompok etnik di negara kita  
juga telah memiliki pengetahuan lokal untuk mengelola 
kawasan hutan secara berkelanjutan, misalnya dikenal 
sistem pengelolaan hutan dengan sistem tanah ulen di 
warga  Dayak Kalimantan Timur (sistem zonasi hutan 
keramat pada warga  Baduy115 dan sistem zonasi 
tradisional pada warga  Toro, di kawasan enclave 
Taman Nasional Lore, Sulawesi Tengah.116 Tidak hanya itu, 
beberapa kelompok warga  lokal dengan berbekal 
pengetahuan lokalnya telah mampu mengelola sumber 
daya air secara berkelanjutan, seperti sistem sasi di 
Maluku, Sulawesi dan Papua, dan sistem lubuk larangan di 
Sumatera.Pada masa kini dengan kemajuan komunikasi global 
dan meningkatnya hubungan antar budaya, menimbulkan 
pemikiran dan kesadaran bahwa di balik keragaman 
ini timbul berbagai kekuatan dan kekayaan budaya 
hingga timbulnya berbagai permasalahan sosial. Hal 
ini berdasarkan adanya perbedaan pendapat yang 
memandang keragaman budaya berupa kekayaan 
yang dikandung tiap budaya di dunia sebagai sesuatu 
yang positif, sementara ada pula yang menganggap 
perbedaan budaya ini memicu hilangnya 
rasa kemanusiaan dan menjadi akar berbagai konflik.
2. Relasi dengan Kepariwisataan
Dikaitkan dengan kepariwisataan, maka keragaman atau 
pluralism lokal menampakkan basis pada kebudayaan. 
Tedi Sutardi berpendapat bahwa kebudayaan berdasarkan 
antropologi, yaitu  keseluruhan sistem gagasan, tindakan 
dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan 
warga  yang dijadikan milik manusia dengan belajar.118
ini mengisyaratkan bahwa hampir seluruh tindakan 
manusia yaitu  kebudayaan. Dari uraian tersebut, 
dapat disimpulkan bahwa budaya yaitu  bagian 
yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia karena 
meliputi seluruh aspek hidup yang ada dalam diri individu 
berupa kemampuan berpikir, bertindak dan berperilaku, 
serta dilaksanakan guna kelangsungan kehidupan 
berwarga . Kebudayaan di negara kita  yaitu  
entitas yang tak berhenti mengalami perubahan, dan 
kecepatan transformasi sosio-kultural ini bervariasi. Dinamika kebudayaan yang seperti ini di negara kita  tidak 
pernah serupa antara daerah satu dengan daerah yang 
lain, antara kelompok budaya satu dengan yang lainnya, 
serta antara kurun waktu yang satu dengan kurun waktu 
yang lain. Proses pembentukan dan perubahan terus 
berlangsung karena adanya (a) dinamika internal, sebagai 
hasil dari interaksi antarunsur kebudayaan dan antara 
unsur-unsur kebudayaan ini dengan lingkungan 
alam, dan (b) adanya pengaruh-pengaruh eksternal, yang 
terjadi karena semakin meningkatnya kemajuan teknologi 
komunikasi dan transportasi global.
Didalam pasal 32 ayat (1) Undang Undang Dasar 
Negara Republik negara kita  Tahun 1945, mengamanatkan 
bahwa Negara berkuajiban memajukan kebudayaan 
Nasional negara kita  ditengah peradaban dunia dengan 
menjamin kebebasan warga  dalam memelihara 
dan mengembangkan nilai nilai budayanya, sehingga 
kebudayaan negara kita  perlu dihayati oleh oleh seluruh 
warga Negara. Oleh karena itu kebudayaan negara kita  yang 
mencerminkan nilai nilai luhur bangsa harus dilestarikan 
guna memperkokoh jati diri bangsa, mempertinggi 
harkat dan martabat bangsa serta memperkuat ikatan 
rasa kesatuan dan persatuan bagi terwujudnya cita 
cita bangsapada masa depan. Kebudayaan negara kita  
yang memiliki nilai nilai luhur harus dilestarikan guna 
memperkuat pengamalan Pancasila, meningkatkan 
kualitas hidup, memperkuat kepribadian bangsa dan 
kebanggaan Nasional, memperkukuh kesatuan bangsa 
serta meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagai arah 
kemajuan kehidupan bangsa. Berdasarkan pada amanat 
Undang Undang Dasar Negara Republik negara kita  
Tahun 1945 itu, Pemerintah memiliki kewajiban melaksanakan kebijakan untuk memajukan kebudayaan. 
Sehubungan dengan itu, keseluruhan kistalisasi nilainilai bangsa negara kita  yang meliputi; gagasan, perilaku 
dan hasil karya manusia dan/atau kelompok manusia 
negara kita  yang dikembangkan melalui proses belajar dan 
adaptasi terhadap lingkunganya yang berfungsi sebagai 
pedoman untuk kehidupan berwarga , berbangsa 
dan bernegara perlu untuk terus dilestarikan dan dikelola 
sebagai dasar dan jiwa dalam membangun bangsa.
Dengan melandaskan kepada pluralisme lokal 
tersebut, maka kebijakan kepariwisataan diharapkan 
membawa akibat terhadap pelindungan terhadap hakhak berkebudayaan, kebhineka tunggalikaan, sejarah dan 
warisan kebudayaan, serta pembentukan karakter bangsa. 
Berikut ini ditinjau secara singkat akibat-akibat tersebut.
3. Perlindungan terhadap Hak-Hak Kebudayaan
Sebagai tindak lanjut dari Universal Declaration of Human 
Rights oleh PBB sebagaimana telah dibahas di atas, 
kemudian Komisi PBB tentang HAM telah menyusuli dengan 
International Bill of Right pada Tahun 1966 yang berisi dua 
dokumen, yaitu: The International Covenant on Civil and 
Political Right dan The International Covenant on Economic 
Social and Cultural Right. Dengan dikeluarkanya kedua 
perjanjian ini maka memberikan implikasi kepada semua 
negara anggota PBB dengan ketentuan ketentuan sebagai 
berikut: (1) ketentuan-ketentuan deklarasi universal HAM 
menjadi mengikat secara hukum; (2) hak-hak asasi manusia 
termasuk di dalamnya hak-hak berkebudayaan yang harus 
dilindungi menjadi lebih rinci, detail, dan jelas; dan (3) 
tata cara pelindungan terhadap hak-hak tadi yang harus 
diikuti oleh semua negara anggota menjadi lebih jelas. Mendasarkan kepada semangat penyepakatan terhadap 
realisasi dan pelindungan nilai-nilai dasar sebagai standar 
perilku manusia secara universal sebagaimana telah 
dibuktikan dalam sejarah perjuanganya, dan dengan 
diakselerasikan oleh proses globalisasi yang begitu cepat, 
maka keseluruhan pelindungan terhadap hak-hak tadi 
bukanlah lagi menjadi monopoli Barat, akan namun sudah 
yaitu  kesepakatan mondial yang bukan saja perlu 
diratifikasi oleh semua negara di bumi yang satu ini, akan 
namun lebih dari itu wajib direalisasikan secara universal, 
meskipun pelaksanaanya dapat secara khusus disesuaikan 
dengan pembangunan sosial ekonomi dan kebudayaan di 
masing-masing negara. 
Sebagaimana yang terjadi di banyak negara 
berkembang, persoalan perjuangan menegakan nilai nilai 
universal sebagai standar perilaku manusia negara kita  
terbukti telah mendapatkan perhatian mendasar mulai dari 
para founding fathers negara negara kita  dalam menyusun 
dan meletakan dasar-dasar negara sampai dengan para 
penerus dalam menyusun Peraturan Perundangan baru 
dan meratifikasi segenap konvensi mengenai penegaan 
nilai-nilai universal tadi. Secara historis usaha  tadi telah 
dimulai sejak menjelang dirumuskanya Undang-undang 
Dasar 1945, 1949, serta 1950, kemudian pada sidang 
Konstituante (1956 – 1959) dan pada penegaan Orde 
Baru menjelang sidang MPRS 1968 sampai dengan akhir 
dasawarsa 1980an. Namun demikian, kalau kita amati, 
hak-hak asasi termasuk di bidang kebudayaan di dalam 
UUD 1945 yang menjadi dasar kehidupan bernegara kita, 
ternyata tidak termuat secara eksplisit dalam suatu piagam 
tersendiri, melainkan tersebar dan beberapa hanya 
bersifat implisit dalam berbagai pasal, terutama pada Pasal 27 sampai dengan Pasal 31. Bahkan dapat dikatakan, 
hak-hak yang mencakup bidang politik, ekonomi, 
sosial, dan budaya, jumlahnya relatif terbatas dan telah 
dirumuskan secara singkat. ini sangat bisa dipahami 
mengingat bahwa keseluruhan naskah tadi disusun di 
akhir pendudukan Jepang dan dalam situasi yang tidak 
kondusif dan mendesak. Di samping itu, kehadiran tentara 
Jepang di negara kita  juga tidak menciptakan iklim yang 
kondusif untuk menegakkan dan merumuskan hakhak tadi 
secara lengkap. Lagi pula, pada waktu UUD 45 dirumuskan 
Deklarasi Universal Hak Asasi juga belum lahir. Namun 
demikian, sebetulnya jika rumusanrumusan yang implisit 
tadi dianalisis secara teliti, ternyata kita akan menemukan 
kandungan-kandungan nilai-nilai dasar universal hak-hak 
asasi manusia tadi, termasuk hak berkebudayaan jauh 
lebih banyak dari yang semula kita duga. 
Alinea pertama Pembukaan UUD 1945 kita telah 
diawali dengan pengakuan dan deklarasi tentang 
“freedom to be free”, bahwa kemerdekaan itu yaitu  hak 
segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas 
dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri 
keadilan. Secara implisit, pernyataan ini yaitu  sebuah 
pengakuan terhadap hak-hak asasi kolektif suatu bangsa 
untuk hidup bebas dari segala penindasan oleh bangsa lain 
dan sekaligus menegaskan kedudukan yang sejajar dari 
semua bangsa di dunia. Pengakuan akan hak-hak kolektif 
suatu bangsa ini sebetulnya jauh lebih maju dari Deklarasi 
Universal HAM yang hanya mengakui setiap orang yaitu  
merdeka dantidak boleh diperbudak olehorang lain. 
Selanjutnya, dalam alinea kedua menyebutkan bahwa 
negara kita  diharapkan menjadi negara yang adil dan 
makmur. Konstruk adil di sini sekali lagi menegaskan negara kita  sebagai negara hukum. Kekuasaan hendaklah 
dijalankan secara adil dan amanah, artinya negara tidak 
boleh bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya. 
Penyebutan negara kita  sebagai negara yang 
“makmur” mengandung maksud yang berhubungan 
erat dengan hak-hak rakyat di bidang ekonomi. Artinya, 
negara berkwajiban menjamin kesejahteraan warga  
secara material sesuai dengan harkatdan martabatnya 
sebagai manusia. Alinea ketiga yang menegaskan hasrat 
bangsa negara kita  untuk “berkehidupan berkebangsaan 
yang bebas”, di samping menegaskan sekali lagi pada 
hak-hak kolektif manusia yang dimiliki sebuah bangsa, 
juga dalam perspektif individual telah sejalan dengan 
pasal 27 Deklarasi Universal HAM, bahwa negara kita  
telah menyatakan “setiap orang berhak untuk turut serta 
dengan bebas dalam hidup berkebudayaan warga ”. 
sedang pada alinea keempat, menegaskan tujuan 
pembentukan pemerintah negara kita  untuk “melindungi 
segenap bangsa negara kita  dan seluruh tumpah darah 
negara kita  dan untuk memajukan kesejahteraan umum, 
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan 
ketertiban dunia ”telah menegaskan kewajiban 
pemerintah negara negara kita  untuk “melindungi segenap 
bangsa” dalam makna yang luas termasuk dari berbagai 
ancaman dan perlakuan sewenang wenang”. Memajukan 
kesejahteraan umum juga mengandung arti yang sangat 
luas, termasuk kesejahteraan lahir dan batin. Sedang 
konstruk hak “mencerdaskan kehidupan bangsa” dalam 
alinea ini juga berarti berhubungan dengan hak-hak sosial 
dan pendidikan. sedang pada bagian akhir alinea 
keempat, yang mengandung nilai dasar inti Pancasila; 
yaitu ”Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan negara kita , dan Kerakyatan 
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam 
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan 
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat negara kita ” 
sesungguhnya telah menegaskan doktrin hak-hak asasi 
manusia dalam bidang politik, sosial, dan budaya yang 
menjadi tekananutama dari Deklarasi Universal HAM. 
Memasuki ruang analisis batang tubuh UUD 1945, 
khususnya yang tercantum secara eksplisit pada pasal 
28, konstitusi kita juga mengamanahkan penjaminan 
dan pelindungan terhadap hak bangsa negara kita  
untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran 
dengan lisan dan tulisan “dan sebagainya”. Konstruk “dan 
sebagainya” telah mengacu pada sifat tidak terbatas dari 
jaminan hak yang dikandung dalam Pasal 28 itu. Jaminan 
dan pelindungan hak-hak asasi manusia sebagaimana 
tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945 ternyata selaras 
dengan Pasal 19 Deklarasi Universal HAM yang telah 
menetapkan “Setiap orang berhak atas kebebasan 
memiliki pendapat dengan tidak mendapat gangguan, 
dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan 
keterangan keterangan dan pendapat pendapat dengan 
cara apapun dan tidak memandang batas-batas. 
Kandungan Pasal 28 UUD 1945 juga sangat gayut dengan 
Pasal 20 dalam Deklarasi Universal yang menegaskan: (1) 
setiap orang memiliki hak atas kebebasan berkumpul 
dan mengadakan rapat dengan tidak mendapat gangguan 
dan (2) tidak seorangpun dapat dipaksa memasuki salah 
satu perkumpulan.
4. Kebhinekatunggalikaan
Dalam Pasal 18B Undang-Undang Dasar 1945 
Amandemen (4) sebagai landasanfilosofis dan yuridis 
tertinggi mengamatkan bahwa: “Negara mengakui dan 
menghormati kesatuan-kesatuan warga  hukum adat 
serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan 
sesuai dengan perkembangan warga  dan prinsip 
Negara Kesatuan Republik negara kita , yang diatur dalam 
undang-undang.”
sedang pada Pasal 32 Undang-Undang 
Dasar 1945 Amandemen (4) sebagai landasanyuridis 
mengamanatkan bahwa: (1) Negara memajukan 
kebudayaan nasional negara kita  di tengah peradaban 
dunia dengan menjamin kebebasan warga  dalam 
memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. 
(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah 
sebagai kekayaan budaya nasional. Dalam memajukan 
kebudayaan negara kita  perlu disadari bahwa bangsa 
negara kita  terdiri dari berbagai suku bangsa dan beraneka 
ragam budaya yang akan terus tumbuh dan berkembang 
sesuai dengan dinamika kehidupan warga  yang 
terus berubah. Penghargaan terhadap keragaman budaya 
menjadi harmoni melalui pemahaman terhadap suku 
bangsa yang lain. 
Pengakuan dan pemahaman yang bersandar pada 
keberagaman multietnik dan budaya akan melahirkan 
sikap toleransi, harmoni, dan demokratis yang menjadi ciri 
warga  multikultural dan membuat semakin kukuhnya 
jati diri bangsa. Kesadaran akan jati diri dipengaruhi oleh 
pemahaman kebudayaan secara kontinyu yang diperoleh 
dari proses belajar, penyesuaian diri dari satu generasi 
ke generasi berikutnya, sehingga keberadaan bangsa itu
dalam masa kini dan dalam proyeksi ke masa depan tetap 
bertahan pada ciri khasnya sebagai bangsa dan tetap 
berpijak pada landasan falsafah dan budaya sendiri. 
Kebudayaan dalam bentuk keragaman ras dan suku 
bangsa yaitu  kekayaan bangsa negara kita  yang perlu 
ditumbuhkembangkan tidak hanya untuk memperkukuh 
jati diri, melainkan juga memperkokoh citra bangsa dan 
situasi keberagaman suku bangsa yang berkembang dapat 
bertahan dan sekaligus menjadi dasar kehidupan bangsa 
yang maju seiring dengan perkembangan peradaban saat 
ini. Kebudayaan negara kita  yang lama di sini diharapkan 
dapat bertahan dan semakin kuat, dan dapat turut berperan 
di tengah dinamika peradaban dunia, ketetapan untuk 
memajukan kebudayaan menjamin kebebasan warga  
untuk berekspresi dan mengembangkan kreatifitas yang 
sekaligus juga memelihara dan mengembangkan nilainilai budaya baru.
5. Sejarah dan Warisan Budaya
Praktek kebudayaan negara kita  tidak terlepas dari 
kondisi historis dan sosialbudaya di negara kita  secara 
umum. Berkaitan dengan konteks kesejarahan bangsa 
negara kita  beserta kebudayaannya, Muchlis PaEni (2008), 
mendefinisikan sejarah sebagai peristiwa yang terjadi 
pada masa lampau (past events, res gestae). Sejarah 
sebagai suatu peristiwa yang dianggap penting dan 
dituliskan oleh penulis sejarah untuk mencari kebenaran 
dengan cara mencari hal yang pasti, tegas, dan mendasar 
tentang masa lampau manusia beserta segala aspek yang 
melingkupinya, termasuk dalam ini yaitu  sejarah 
peradaban (kebudayaan). usaha  penulisan sejarah untuk 
mengungkap masa lalu kebudayaan kita dilandasi pada fakta-fakta yang menggambarkan interaksi antara manusia 
dengan berbagai dinamikanya. Dinamika perkembangan 
penulisan sejarah sebagai sebuah disiplin setidaknya 
dalam teori atau filsafat sejarah didasarkan pada filsafat 
positivisme, yaitu sejarah sebagai sebuah wacana 
narative. Sementara itu, di dalam historiografi tradisional 
Nusantara, kita mengenal beberapa istilah seperti babad, 
serat, sajarah, carita, wawacan, hikayat, tutur, tambo, 
silsilah, cerita-cerita manurung, dongen, mitos, maupun 
himpunan pengalaman yang diriwayatkan secara lisan 
yang di dalamnya memuat (baik simbolis maupun tidak) 
fakta-fakta sejarah kebudayaan Nusantara di masa lampau. 
Dalam konteks ini penulisan sejarah tidak harus dibingkai 
dalam romantisasi tertentu ataupun dibebani oleh suatu 
misi dari suatu rezim kekuasaan tertentu. warga  kita 
memerlukan pemahaman sejarah beserta nilainya yang 
didasarkan atas fakta secara alamiah, kritis, obyektif, dan 
tentu saja ilmiah. Dengan demikian, sejarah kebudayaan 
dapat diartikan sebagai hasil kajian yang yaitu

Share:

TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Postingan Populer

viewer

ABOUT US

Foto saya
saya mahluk lain asli cuma hanya sekedar asal asalan berpura pura menjadi penulis kecil kecilan saja tanpa tujuan tanpa arti ini tulisan sederhana yang tidak menarik tidak bisa dipahami terlalu berbelit Belit

SEARCH

Translate