wisata 3
mendorong perkembangan ilmu kebijakan termasuk
di dalamnya analisis kebijakan. Pada abad ke-20,
Amerika memiliki sebuah lembaga riset keb ijakan
Rand Corporation. Pada masa kini, analisis kebijakan
menempati posisi khas dalam administrasi negara.58
Kebijakan publik memiliki beberapa tahapan,
diantaranya tahap isu kebijakan, perumusan kebijakan,
implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan.59
Selanjutnya, Nugroho berpendapat bahwa isu
kebijakan terdiri atas masalah dan tujuan, yang berarti
kebijakan publik dapat berorientasi pada kehidupan
publik, dan dapat pula berorientasi pada tujuan yang
hendak dicapai pada kehidupan publik60. Isu kebijakan
menggerakan pemerintah untuk merumuskan
kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan
masalah.61 Setelah dirumuskan, kebijakan publik
ini dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun
warga .62 Setelah itu, proses perumusan,
pelaksanaan dievaluasi untuk menilai apakah telah
dirumuskan dan diimplemetasikan dengan baik sesuai
dengan tujuan yang ditentukan sebagai pertimbangan
dilakukannya revisi kebijakan atau diberhentikan.63
Pandangan Nugroho memberikan gambaran tentang
kompleksitas dalam setiap proses yang mana
membutuhkan kerjasama pelbagai aktor dalam setiap
tahapan baik perumusan, implementasi dan evaluasi
kebijakan untuk menyelesaikan masalah publik melalui
kebijakan yang tepat.64
Perumusan kebijakan yaitu yaitu
salah satu tahap yang penting dalam pembentukan
kebijakan publik.65 Formulasi kebijakan akan berkaitan
dengan beberapa hal yaitu cara bagaimana suatu
masalah, terutama masalah publik memperoleh
perhatian dari para pembuat kebijakan, cara bagaimana
merumuskan usulan-usulan untuk menganggapi
masalah tertentu yang timbul, cara bagaimana memilih
salah satu alternatif untuk mengatasi masalah publik.66b. Praksis Pariwisata dan Efek Terdampak
Pariwisata yaitu produk kompleks di mana faktor
ekonomi dan politik bergabung dengan alam geografis
dan rekreasi.67 Dengan demikian, kebijakan pariwisata
dapat didefinisikan sebagai bidang multidisiplin.68
Dalam konteks ini, definisi kebijakan pariwisata
bervariasi, meskipun perlu diperhatikan pandangan
Hall dan Jenkins, yang mengatakan bahwa kebijakan
pariwisata yaitu apa pun yang dipilih atau dilakukan
oleh pemerintah untuk pariwisata, sebuah interpretasi
yang menyediakan peneliti pariwisata dengan ruang
lingkup investigasi yang luas. Bagaimanapun, penelitian
dalam kebijakan pariwisata harus fokus pada langkahlangkah pemerintah yang diambil dengan tujuan
mempengaruhi pariwisata.69 Tidak ada konsensus yang
jelas mengenai cara di mana studi tentang kebijakan
pariwisata harus didekati, atau bidang minat yang harus
dimasukkan.70 Ada sudut ekonomi yang menganggap
kebijakan pariwisata sebagai cabang ekonomi yang
dicirikan oleh serangkaian keunikan.71
Banyak penelitian yang berfokus pada hubungan
antara pengembangan pariwisata dan pertumbuhan ekonomi.72 Hasilnya juga menunjukkan bahwa faktor
ekonomi memiliki dampak yang signifikan terhadap
pengembangan pariwisata di suatu negara; khususnya,
di mana, di beberapa negara, pengembangan
pariwisata memiliki efek positif pada pertumbuhan
ekonomi.73 Di negara-negara Eropa dan Amerika
Latin di mana pariwisata telah menjadi sector yang
terkelola, ada korelasi negatif antara pengembangan
pariwisata dan pertumbuhan ekonomi.74 Selain itu,
telah ditunjukkan di beberapa negara atau area
yang faktor-faktor seperti tingkat profesionalisme
pariwisata (diukur sebagai proporsi pendapatan
pariwisata dalam produk domestik bruto negara itu
[PDB]) bersama dengan bentuk negara (kepuauan
atau tidak), kekayaan, ukuran, dan lokasi geografis,
mempengaruhi hubungan antara pengembangan
pariwisata dan pertumbuhan ekonomi.75 Dalam studi
empiris yang dilakukan di Taiwan, Kim, Chen, dan Jang
menyelidiki interaksi antara jumlah wisatawan yang mengunjungi Taiwan dan PDB dan berpendapat bahwa
ada hubungan kausal antara pengembangan pariwisata
dan pertumbuhan ekonomi.76 Chen dan Chiou-Wei
berpendapat bahwa pengembangan pariwisata dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi.77
Di antara studi tentang pengaruh faktor ekonomi
pada pengembangan pariwisata, Ramesh dan Thea
Sinclair menunjukkan bahwa nilai tukar dan faktorfaktor yang mempengaruhinya mempengaruhi pilihan
wisatawan yang masuk.78 Yap (2012) menguji pengaruh
nilai tukar terhadap jumlah wisatawan dan menemukan
bahwa fluktuasi mata uang mempengaruhi pariwisata
di beberapa negara, seperti Malaysia dan Selandia
Baru.79 Naidoo, Ramseook-Munhurrun, dan Seetaram
menguraikan hubungan antara siklus bisnis dan industri
hotel dan merancang strategi operasi berdasarkan
hubungan ini.80 Lettau dan Ludvigson menunjukkan
bahwa hubungan kecenderungan jangka panjang
yang sama antara aset pasar saham dan konsumsi dan
menunjukkan efek penjelas dari nilai keamanan pada
konsumsi.81Para peneliti kini telah memeriksa dampak
krisis besar terhadap pengembangan pariwisata
dalam jangka pendek, mengakui sebagai faktor yang
signifikan. Cheron dan Ritchie mengemukakan bahwa
bencana alam memiliki dampak signifikan pada rencana
perjalanan turis dari Eropa, Amerika Serikat, Selandia
Baru, dan Australia.82 Lee dan Strazicich berpendapat
bahwa krisis besar akan mempengaruhi wisatawan
yang berkunjung ke Taiwan dalam jangka pendek;
khususnya, ketika terjadi penurunan yang cukup besar
dalam jumlah wisatawan yang mengunjungi Taiwan
saat serangan wabah sindrom pernafasan akut (SARS)
menyapu seluruh dunia pada paruh pertama tahun
2003.83 Wang juga menunjukkan bahwa keamanan
dan kesehatan yaitu dua faktor yang mempengaruhi
aktivitas wisatawan.84 Avraham meneliti pariwisata di
Mesir, menjelajahi krisis yang dihadapi oleh industri
pariwisata karena perang, serangan teroris, kekacauan
politik internal, dan banyak peristiwa negatif lainnya
dalam beberapa dekade terakhir.85
Pariwisata yaitu kepergian orang-orang
sementara dalam jangka waktu pendek ke tempattempat tujuan di luar tempat tinggal dan bekerja
sehari-hari serta kegiatan-kegiatan mereka selama
berada di tempat tujuan tersebut.86 A.J. Burkart dan
S. Malik mengatakan pariwisata yaitu perpindahan
orang untuk sementara dan dalam jangka waktu
pendek ke tujuan-tujuan di luar tempat di mana mereka
biasanya hidup dan bekerja, dan kegiatan-kegiatan
mereka selama di tempat tujuan itu.87 Sementara itu,
Salah Wahab mengatakan bahwa pariwisata yaitu
suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar
yang mendapat pelayanan secara bergantian diantara
orang-orang dalam suatu daerah lain untuk sementara
waktu dalam mencari kepuasan yang beraneka ragam
dan berbeda dengan apa yang dialaminya di mana ia
bertempat tinggal.88
Dengan demikian, ada beberapa elemen sebagai
pendukung pengertian pariwisata yaitu (1) Perjalanan
di lakukan untuk sementara waktu; (2) Perjalanan itu
dilakukan antara satu tempat ke tempat yang lain; (3)
Perjalanan itu dikaitkan dengan pertamasyaan atau
rekreasi; dan (4) orang yang melakukan perjalanan itu
tidak mencari nafkah di tempat yang dikunjungi dan
semata-mata sebagai konsumen di tempat tersebut.89
Pariwisata yaitu kegiatan dinamis yang
melibatkan banyak manusia serta menghidupkan
berbagai bidang usaha. Pariwisata mengandung
kepentingan yang bersifat kompleks: kepentingan pribadi menyangkut gaya hidup90, prestise91
,
kesenangan (hiburan)92, kepuasan93, kebebasan94 dan
kepentingan publik seperti kepentingan politik95
,
kepentingan ekonomi96, kepentingan budaya,
bahkan kepentingan ideologi.97 Spilani menjelaskan
bahwa pariwisata yaitu gejala insani yang
bersifat semesta, teratur, dan ajek, kerap muncul
tanpa ruang dan waktu.98 Selama beberapa dekade,
warga mulai dari daerah metropolitan utama
hingga kota-kota kecil dan desa-desa telah berusaha
untuk membangun merek mereka dan menarik pengunjung dengan mengadakan acara-acara yang
direncanakan dari semua jenis dan ukuran, mulai dari
acara besar (misalnya World Expos, Olympic Games
atau FIFA WorldCup) hingga festival musik regional
dan turnamen olahraga pemuda. Hari ini, penawaran,
pementasan, dan pengelolaan acara telah menjadi
bagian dari pengembangan warga yang sehat
di banyak tempat di seluruh dunia.99 Yang pasti, acara
yang direncanakan biasanya memainkan peran penting
bagi warga di mana mereka berlangsung.100 Selain
harapan yang dirasakan dari manfaat ekonomi101 , nilai
sosial maupun budaya tidak hanya bagi penonton acara
namun juga warga warga .102 Munculnya pariwisata
massal pada pertengahan tahun 1900 secara dramatis
meningkatkan potensi peristiwa untuk memengaruhi
perkembangan sosial dan ekonomi di sebagian besar
area .103 Thomas dan Wood (2003) mencatat bahwa pemerintah dan Destination Management Organizations
(DMO) di tingkat lokal, regional dan nasional semakin
beralih ke perencanaan kegiatan strategis sebagai
sarana untuk memaksimalkan dampak positif untuk
tujuan pengembangan destinasi. Untuk melakukan
perencanaan acara strategis, perlu mengakses informasi
mendalam mengenai berbagai acara dan dampaknya
terhadap warga setempat.104 Sampai hari ini,
penilaian ekonomi ex-post telah mendominasi wacana
evaluasi even-even kepariwisataan. Selanjutnya,
kerangka kerja yang dipakai untuk memutuskan
manfaat peristiwa dalam konteks kebijakan memiliki
parameter ekonomi yang ditargetkan secara
berlainan.105 Namun demikian, ada pengakuan
yang berkembang mengenai perlunya memahami
dampak sosial yang terkait dengan even-even
tersebut.106 Memang, dimasukkannya nilai-nilai sosial ke
dalam pembuatan kebijakan tercermin dari perubahan
sikap pada tahun 1990-an ketika otoritas lokal mulai menerima sesuatu yang positif sebagai tujuan formal
dalam intervensi sektor publik107 ini tidak kurang
penting mengingat peran komunitas itu sendiri dalam
keseluruhan produk tujuan pariwisata.108
B. Kebijakan Pariwisata dan Relasi Pusat-Daerah
1. Konteks Kewenangan dan Permasalahan
Berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 dapat
diketahui bahwa secara konstitusional pemerintahan
daerah memiliki hak untuk menetapkan Peraturan
Daerah (Perda) dan peraturan-peraturan lainnya dalam
rangka melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
Peraturan-peraturan lain yang dimaksudkan dapat berupa
peraturan Gubernur atau Bupati atau Walikota, dan
keputusan Gubernur atau Bupati atau Walikota. Ketentuan
Pasal 18 ayat (6) UUD 1945, Pemerintahan Daerah yang
memiliki hak otonom memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan warga
setempat menurut prakarsa sendiri. Mengatur yaitu
perbuatan menciptakan norma hukum yang dituangkan
dalam peraturan daerah. Pelimpahan wewenang dari
Pemerintahan Pusat kepada Pemerintahan Daerah
meliputi kewenangan dibidang pemerintahan. Fungsi
pembentukan kebijakan dilaksanakan oleh DPRD,
sedang fungsi pelaksana kebijakan dilaksanakan oleh
Gubernur /Bupati/Walikota.
Dasar hukum mengenai kepariwisataan di negara kita
diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan (selanjutnya disebut UU Kepariwisataan). Menurut ketentuan yang diatur dalam
Pasal 1 angka 3 UU Kepariwisataan bahwa “Pariwisata
yaitu berbagai macam kegiatan wisata dan didukung
berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
warga , pengusaha, pemerintah, dan Pemerintah
Daerah.” Untuk sektor pariwisata, Kementerian Pariwisata
memberikan dukungan terkait kegiatan dekonsentrasi dan
tugas pembantuan untuk mempercepat pengembangan
daya tarik wisata di daerah. Dalam implementasinya,
kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan tidak
selalu berjalan dengan baik di daerah. Pemilihan lokasi
hingga pada bentuk fasilitas yang akan dikembangkan
perlu diidentifikasi lebih lanjut terlebih dahulu sebelum
kegiatan dilaksanakan. Oleh karenanya diperlukan peran
serta pemerintah untuk mendukung pengembangan
daya tarik wisata, susaha pelaksanaan kegiatan terkait
dekonsentrasi dan tugas pembantuan dapat berjalan
dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan di daerah dan
selaras dengan strategi pembangunan pariwisata nasional.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2011
tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Nasional (RIPPARNAS) ditetapkan 50 Destinasi Pariwisata
Nasional (DPN) dan 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional
(KSPN). KSPN yaitu kawasan yang memiliki fungsi utama
pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan
pariwisata nasional yang memiliki pengaruh penting
dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan
ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya
alam, daya dukung lingkungan hidup serta pertahanan
dan keamanan. Pembagian perarea an ini dibagi
kembali kedalam 222 Kawasan Pengembangan Pariwisata
Nasional (KPPN). Pengembangan KPPN kemudian difokuskan pada pengembangan daya tarik yang dimiliki
oleh KPPN ini yang memiliki nilai strategis baik
secara potensi wisata, pasar, sosial, ekonomi, budaya dan
terutama memberikan dampak pada perbaikan kualitas
warga di sekitar destinasi. ada 16 Kawasan
Strategi Pariwisata Nasional (Flagship 2012-2014) yang
menjadi fokus dari Kementerian Pariwisata, 16 kawasan
ini berada dalam kawasan prioritas yang terbagi
dalam beberapa area di negara kita , yakni Sumatera,
Jawa, Kalimantan, BaliNusa Tenggara, Sulawesi dan
PapuaKepulauan Maluku.
Kondisi 16 KSPN sampai pada akhir tahun 2014
ada 3 KSPN berada pada tahapan perintisan yaitu
KSPN Menjangan-Pemuteran dsk, KSPN EndeKelimutu
dsk dan KSPN Tanjung Puting dsk. KSPN yang berada
pada tahapan pembangunan sebanyak 4 KSPN yaitu
KSPN Kintamani-Danau Batur dsk, KSPN Rinjani dsk, KSPN
Komodo dsk dan KSPN Raja Ampat dsk. Sebanyak 3 KSPN
berada pada tahapan pemantapan yaitu KSPN Kepulauan
Seribu dsk, KSPN Bromo-Tengger-Semeru dsk dan KSPN
Wakatobi dsk. Untuk tahapan revitalisasi ada 6
KSPN yaitu KSPN Toba dsk, KSPN Kota Tua-Sunda Kelapa
dsk, KSPN Bromo-Tengger-Semeru dsk, KSPN KutaSanurNusa Dua dsk KSPN Toraja dsk dan KSPN Bunaken dsk.
sedang fokus pengembangan KSPN pada tahun 2015-
2019 bertambah menjadi 25 KSPN. Pada tahun 2015-
2019, pengembangan KSPN mencapai 20 provinsi dan 45
kabupaten/kota.
Beberapa permasalahan yang dihadapi saat ini dalam
pengembangan kepariwisataan dapat diidentifikasi
ke dalam faktor sebagai berikut. Pertama, Lemahnya
perintisan untuk membuka dan membangun daya tarik wisata baru di destinasi pariwisata sesuai dengan
kecenderungan minat pasar. Kedua, Lemahnya manajemen
potensi daya tarik wisata di destinasi pariwisata dalam
bersaing dengan destinasi lain untuk menarik minat dan
loyalitas segmen pasar wisatawan yang ada. Ketiga, Belum
berkembangnya inovasi manajemen produk dan kapasitas
daya tarik wisata terutama yang berorientasi pada usaha
konservasi lingkungan. Keempat, Kurangnya keragaman
nilai daya tarik wisata dalam berbagai tema dengan
memanfaatkan dan mengangkat keunikan serta kekhasan
lokal area . Kelima, Belum adanya usaha terpadu untuk
menangani revitalisasi daya tarik wisata di destinasi yang
mengalami degradasi, baik degradasi lingkungan, sosial
budaya dan ekonomi. Keenam, Lemahnya kualitas sumber
daya manusia dan dukungan prasarana umum dan fasilitas
pariwisata.
2. Pelaksanaan Urusan Kepariwisataan Pemerintah dan
Pemerintah Daerah
Tidak dapat dipungkiri sektor kepariwisataan di negara
kita diharapkan dapat menjadi salah satu sektor penting
penghasil devisa negara. Tahun kunjungan wisatawan
yang dicanangkan pemerintah diharapkan kunjungan
wisatawan asing terus meningkat. Dengan meningkatnya
kunjungan wisatawan asing ini diharapkan akan
dapat menghasilkan devisa negara. Pada dekade sebelum
tahu 1990 an sumber devisa negara dari minyak dan gas
bumi, maka untuk saat ini dan lebih-lebih untuk masa
yang akan datang sumber devisa yang bersumber dari
minyak dan gas bumi tidak lagi menjadi andalan. Hal
ini dipicu karena cadangan minyak dan gas bumi
yang kita miliki terus berkurang. Bahkan pada suatu saat cadangan minyak dan gas bumi akan habis. Untuk itu perlu
dicari jalan keluar untuk mengatasi makin menipisnya
cadangan minyak dan gas bumi yang kita miliki. Salah
satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut, sektor
pariwisata diharapkan dapat menggantikan minyak dan
gas bumi ini sebagai sumber devisa negara. Untuk
itu pembangunan sektor pariwisata perlu mendapat
perhatian untuk terus dikembangkan baik kuantitas
maupun kualitasnya. Pengembangan sektor pariwisata,
selain menghasilkan devisa bagi negara, juga dapat
menjadi sumber pendapatan daerah, menyediakan
lapangan kerja, menambah pendapatan warga
terutama warga yang berdomisili di sekitar obyek
wisata, dapat meningkatkan pembangunan daerah
dan pada akhirnya tingkat kesejakteraan warga
meningakat.
Dengan Otonomi Daerah, sesuai dengan
kewenangannya Pemerintah Kabupaten/Kota dituntut
untuk bekerja keras dalam melaksanakan pembangunan
termasuk pembangunan dalam sektor kepariwisataan
di daerahnya masing-masing untuk dapat mening
katkan kesejarteraan bagi masya rakatnya. Pemerintah
Daerah harus mengetahui benar kondisi fisik/alam
maupun kondisi manusia yang merupa kan karakter
area nya, sehingga pemanfaatan ruang tepat sasaran.
Dalam mengembangkan sektor pariwisata harus ada
komintmen/ kesungguhan dari Pemerintah Daerah
mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan
pengendalian dan pengawasan. Tanpa adanya komitmen
dari pemerintah daerah mustahil pembangunan sektor
pariwisata ini berkembang sesuai dengan harapan.
Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan daya tarik wisata, Kementerian Pariwisata
memberikan dukungan pendanaan dekonsentrasi
dan tugas pembantuan. Arah kebijakan dan strategi
yang terkait dengan pengembangan daya tarik wisata
melalui dekonsentrasi dan tugas pengembangan ke
daerah yaitu pengembangan daya tarik wisata dengan
melakukan peningkatan kualitas dan kuantitas penataan
daya tarik pariwisata melalui revitalisasi daya tarik wisata,
pemeliharaan daya tarik wisata, perintisan daya tarik
wisata, pembangunan daya tarik wisata, dan fasilitasi/
pendukungan koordinasi pengembangan daya tarik wisata
yang dapat berupa fasilitasi/pendukungan amenitas/
fasilitas pariwisata serta bimbingan teknis pengembangan
daya tarik wisata.
Pelaksanaan asas dan dana dekonsentrasi dan tugas
pembantuan dilaksanakan untuk peningkatan daya saing
kepariwisataan negara kita dengan sasaran utama yaitu
terciptanya diversifikasi destinasi pariwisata dengan
indikator yaitu jumlah lokasi daya tarik wisata di DPN
yang dikembangkan menjadi destinasi pariwisata. Fokus
pengembangan untuk tahun 2014 yaitu di 16 Kawasan
Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Pelaksanaan kegiatan
tugas pembantuan di tahun 2014 sesuai dengan target
indikator kinerja kegiatan yang telah ditentukan. Indikator
kinerja kegiatan yaitu jumlah lokasi daya tarik wisata di
DPN yang dikembangkan menjadi destinasi pariwisata
melalui pendukungan pembangunan daya tarik wisata
dengan kegiatan dekon pemantauan dan evaluasi dana
tugas pembantuan di lokasi-lokasi daya tarik wisata yang
dilaksanakan oleh kabupaten/kota.
Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada
area provinsi dalam kedudukannya sebagai area administratif untuk melaksanakan kewenangan
pemerintah yang dilimpahkan kepada gubernur
sebagai wakil pemerintah di area provinsi. Gubernur
sebagai kepala daerah provinsi berlaku pula selaku
wakil pemerintah di daerah, dalam pengertian untuk
menjembatani dan memperpendek rentang kendali
pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah termasuk dalam
pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan
urusan pemerintahan di daerah kabupaten dan kota.
Penyelenggaraan asas tugas pembantuan yaitu cerminan
dari sistem dan prosedur penugasan pemerintah kepada
daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada
kabupaten/kota dan/atau desa, serta dari pemerintah
kabupaten/kota kepada desa untuk menyelenggarakan
urusan pemerintahan dan pembangunan yang disertai
dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan
mempertanggungjawabkannya kepada yang memberi
penugasan. Tugas pembantuan diselenggarakan karena
tidak semua wewenang dan tugas pemerintahan dapat
dilakukan dengan memakai asas desentralisasi
dan asas dekonsentrasi. Pemberian tugas pembantuan
dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, pengelolaan
pembangunan, dan layanan umum. Tujuan pemberian
tugas pembantuan yaitu memperlancar pelaksanaan
tugas dan penyelesaian permasalahan, serta membantu
penyelenggaraan pemerintahan, dan pengembangan
pembangunan bagi daerah dan desa. Terkait dengan
penyelenggaran dekonsentrasi dan tugas pembantuan,
Kementerian Pariwisata sebagai institusi yang
memberikan bantuan untuk pengembangan daya tarik
wisata belum memiliki konsep daya tarik wisata (DTW) yang baku, sehingga masih banyak kendala dalam
penyaluran dana. Selain itu pemerintah provinsi sebagai
wakil dari pemerintah pusat belum memiliki data yang
akurat mengenai potensi daya tarik wisata yang berada
di kawasannya. Ini dipicu karena pemerintah
kabupaten/kota tidak melaporkan potensi yang dimiliki
ke pemerintah provinsi. Masalah koordinasi antara
pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota masih
menjadi isu dalam implementasi bantuan. Kurangnya
koordinasi ini memicu ketidaksesuaian antara
dana yang diberikan untuk pembangunan fisik tugas
pembantuan oleh pemerintah pusat dengan yang
dibangun oleh pemerintah daerah. Selain itu, ketidaksiapan
materi sebagaimana dipicu oleh kurangnya
data dasar potensi dan daya tarik wisata di beberapa
daerah memiculemahnya atau terhambatnya
implementasi penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas
pembantuan di daerah. Idealnya daerah memiliki rencana
pengembangan pariwisata yang tertuang dalam Rencana
Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPARDA)
atau lebih diturunkan lagi dalam Rancangan Induk
Pengembangan Obyek Wisata (RIPOW) atau siteplan daya
tarik wisata yang ada di daerah, akan namun belum semua
daerah memiliki kebijakan pembangunan pariwisata
dan belum semua daya tarik yang ada dipetakan secara
lebih terperinci. Kriteria pengajuan dekonsentrasi dan
tugas pembantuan salah satunya yaitu asas prioritas
pembangunan, dimana pengajuan dekonsentrasi dan
tugas pembantuan dialamatkan kepada fasilitas atau
dukungan pengembangan daya tarik yang sudah memiliki
desain situs berikut kebutuhan fasilitas penunjang yang
daerah tidak mampu untuk membangunnya dalam posisi prioritas pembangunan tertentu, sehingga membutuhkan
dukungan pemerintah pusat. Hal yang kemudian ditemui
dalam kegiatan koordinasi regional yang diselenggarakan
oleh Kementerian Pariwisata dalam usaha menampung dan
menginventarisasi kebutuhan pengajuan dekonsentrasi
dan tugas pembantuan dari daerah dirasakan kurang
efektif. ini dikarenakan mekanisme yang tidak berjalan
beriringan antara perencanaan yang dipersiapkan oleh
pemerintah daerah dengan target dari pemerintah pusat.
Akibatnya kedatangan pemerintah daerah yang diwakili
oleh pemerintah provinsi dalam menuangkan kebutuhan
dari hanya satu daya tarik yang kemudian dapat diajukan
menjadi kegiatan yang spontan, dimana banyak daerah
yang tidak atau belum memegang dokumen prioritas
pembangunan di deaerahnya. ini kemudian berpotensi
memicu ketidaktepatan sasaran dari dekonsentrasi
dan tugas pembantuan dari pusat tersebut. Prosedur
sebagaimana diatur dalam pengajuan dekonsentrasi dan
tugas pembantuan tidak sepenuhnya terikuti dengan
prosedur spontanitas yang dihadapi. Kendala lain yang
kemudian dihadapi yaitu tumpang tindih kewenangan
dan program atas pembangunan fasilitas sebagaimana
diajukan dalam dekonsetrasi dan tugas pembantuan. Hal
ini dikarenakan ego sektoral yang tidak mengkoordinasikan
secara holistik terkait pembangunan sebuah daerah dari
setiap sektor yang terlibat. Akibatnya ada pendanaan
ganda yang berujung kepada ketidaktepatan sasaran
pembangunan. Berdasarkan hal tersebut, dukungan yang
kemudian dibutuhkan dalam rangka mengefektifkan
dekonsentrasi dan tugas pembantuan yaitu terletak pada
mekanisme komunikasi, koordinasi, sinkronisasi terkait
program pembangunan daerah dan kaitannya dengan semua sektor. Untuk memaksimalkan pengembangan
daya tarik wisata dapat dilakukan inventarisasi kebutuhan
fisik dan non fisik yang dapat dikembangkan berdasarkan
tahapan pengembangan pariwisata yaitu perintisan,
pembangunan, pemantapan dan revitalisasi. Pendanaan
dalam rangka dekonsentrasi pemantauan dan evaluasi
tugas pembantuan bidang pengembangan destinasi
pariwisata dialokasikan untuk kegiatan bersifat non fisik,
yaitu kegiatan yang menghasilkan luaran yang tidak
menambah aset tetap. sedang pelaksanaan tugas
pembantuan pengembangan destinasi pariwisata berupa
kegiatan yang menghasilkan luaran yang menambah aset
tetap atau bersifat fisik, antara lain berupa bangunan,
peralatan, dan jalan.
Ada sebagaian kewenangan pemerintah kabupaten/
kota yang diserahkan kewenangannya kepada pemerintah
desa. Desa yaitu Self Community yaitu komunitas
yang mengatur dirinya sendiri. Dengan pemahaman
bahwa Desa memiliki kewenangan untuk mengurus dan
mengatur kepentingan warga nya sesuai dengan
kondisi dan sosial budaya setempat, maka posisi Desa
yang memiliki otonomi asli sangat strategis. Salah satu
kewenangan pemerintah kabupaten/kotamadya yang
diserahkan ke desa yaitu bidang pariwisata. Sampai saat
ini, tidak dapat dipungkiri pariwasata memiliki peranan
yang sangat besar sebagai lokomotif pembangunan
ekonomi. Pariwisata memberikan kontribusi yang cukup
besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun
pendapatan perkapita penduduk.
Pada dasarnya, Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah hanya memberikan
dasar hukum secara tidak langsung bagi penyelenggaraan urusan kepariwisataan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
Pemberian kewenangan secara tidak langsung itu sejalan
dengan konsep otonomi daerah, asas-asas maupun prinsipprinsip penyelenggaraan pemerintah di daerah yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. Konsep otonomi daerah yang
dianut dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 yaitu
otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab. Adapun yang
dimaksudkan dengan kewenangan otonomi luas yaitu
kekuasaan daerah yang bersifat utuh dan bulat baik dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian
dan evaluasi terhadap penyelenggaraan semua bidang
pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik
luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter,
dan fiskal, agama serta kewenangan lainnya yang akan
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Selanjutnya
yang dimaksudkan dengan otonomi nyata yaitu
kekuasaan daerah untuk menyelenggarakan wewenang
pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada
dan diperlukan secara tumbuh, hidup, dan berkembang
di daerah. sedang yang dimaksud dengan otonomi
daerah yang bertanggungjawab ialah keleluasaan daerah
yang disertai pertanggung jawaban sebagai konsekuensi
adanya pemberian hak dan kewenangan kepada daerah
dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikulnya
dalam mencapai tujuan pemberian otonomi. Adapun
tujuan pemberian otonomi berupa adanya peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan warga yang semakin
baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan
pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi
antara pusat dan daerah maupun antar daerah dalam
rangka menunjang keutuhan Negara Kesatuan Republik negara kita .
Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dalam system Negara Kesatuan Republik negara kita .
Selain asas Desentralisasi di daerah juga dilaksanakan
asas Dekonsentrasi dan asas Tugas Pembantuan dimana
ketiga jenis asas dimaksud terkandung dalam Pasal
18 Undang-Undang Dasar Negara Republik negara kita
1945 beserta Penjelasanya, yang seyogyanya diterapkan
secara konsisten dalam penyelenggaraan pemerintahan
di daerah dengan ditetapkannya melalui ketentuan
perundang-undangan.Adanya otonomi daerah yang
yaitu akibat dari adanya penyerahan dan
pelimpahan urusan pemerintahan kepada suatu tingkat
daerah tertentu untuk diatur dan diurus sebagai urusan
pemerintahan kepada suatu tingkat daerah tertentu untuk
diatur dan diurus sebagai urusan rumah tangga sendiri.
Dalam rangka melaksanakan cara cara pembagian urusan
dikenal adanya system otonomi yang dikenal sejak dulu,
yakni cara pengisian rumah tangga daerah atau sistem
otonomi rumah tangga daerah. Urusan pariwisata masuk
ke dalam otonomi nyata, bertanggungjawab, dan dinamis.
Urusan pariwisata termasuk kedalam urusan pilihan yang
diserahkan kepada pemerintahan daerah dimana urusan
pariwisata disesuaikan dengan factor-faktor objektif di
daerah, misalnya, Provinsi Bali yang kaya akan potensi
pariwisata. Sehingga Pemerintah daerah dapat menjamin
akan mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri dengan adanya potensi pariwisata yang dimiliki.
Tanggung jawab pemerintah daerah yaitu mengolah
potensi pariwisata ini dengan meningkatkan pemasukan daerah dari bidang kepariwisataan sehingga
diharapkan akan dapat menjamin perkembangan dan
pembangunan antardaerah yang serasi sehingga laju
pertumbuhan antar daerah dapat seimbang. Urusan
pemerintah provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi
untuk meningkatkan kesejahteraan warga sesuai
dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah
yang bersangkutan. Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengaturan teknis untuk masingmasing bidang atau
sub bidang urusan pemerintahan diatur dengan
Peraturan Menteri atau Kepala Lembaga Pemerintahan
Nonkementerian yang membidangi urusan pemerintahan
yang bersangkutan setelah berkoordinasi dengan Menteri
Dalam Negeri.
Dalam penelitian ini dilakukan pengkajian
terhadap Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan . Undang-Undang No. 10 tahun 2009
tentang Kepariwisataan ini dikaji karena secara normatif
ada permasalahan hukum yang timbul yaitu
norma kabur. Kekaburan norma ini dapat dilihat
pada Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan pada BAB X Bagian Kedua tentang Badan
Promosi Pariwisata Daerah pada ayat (2) nya menyebutkan
bahwa “Badan Promosi Pariwisata Daerah sebagaimana
disebutkan dalam ayat (1) yaitu lembaga swasta
dan bersifat mandiri”. sedang dalam ayat (4)
Pasal 43 UndangUndang No. 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan menyebutkan juga bahwa “Pembentukan
Badan Promosi Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur/
Bupati/Walikota.” Dalam bunyi pasal ini ada pengaturan yang tidak jelas mengenai wewenang
pemerintah daerah sehingga menimbulkan banyak
penafsiran. Kekaburan ini juga karena tidak ada kejelasan
apakah dalam memfasilitasi pembentukan Badan Promosi
Pariwisata Daerah ini pemerintah daerah hanya bersifat
menganjurkan, sampai pada pembentukannya ataukah
sampai kepada pengawasannya.
Penelitian lapangan menghasilkan data menarik.
Selain dinas pariwisata, di Provinsi Bali ada satu
organisasi yang juga mengurusi pariwisata yaitu Badan
Pariwisata Bali (Bali Tourism Board) yang selanjutnya
disebut dengan BTB. BTB yaitu organisasi yang
berstatus mandiri agar dapat secara aktif berpartisipasi
meningkatkan pembangunan kepariwisataan Bali yang
berlandaskan pariwisata budaya.BTB sebagai gabungan
dari beberapa organisasi kepariwisataan di Bali bertujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup warga dengan
memfasilitasi industri dan pemerintah dalam meningkatkan
mutu objek wisata dan segenap faktor pendukungnya.
Visi BTB yaitu menjadi organisasi yang mengelola daerah
tujuan wisata secara professional dan memiliki daya saing
dengan negara lain. Misi BTB juga untuk mempromosikan,
membangun dan mengelola Bali sebagai daerah tujuan
wisata unggulan. BTB sudah mengambil langkah-langkah
strategis bersama Dinas Pariwisata Derah Provinsi
Bali dengan menyusun rancangan aksi pemasaran,
promosi Bali, merangsang kedatangan wisatawan secara
berkesinambungan, meningkatkan ksadaran warga
Bali akan kepariwisataan, menjembatani dan mengaktifkan
komunikasi dua arah serta pertukaran ide antara
pemerintah dan sektor swasta. BTB sebagai kumpulan
organisasi kepariwisataan memiliki tanggungjawab menjaga pariwisata Bali karena berhubungan dengan
bisnis atau usaha yang dimiiki anggotannya.Bahkan BTB
Bali berbeda dengan organisasi serupa di seluruh negara kita .
BTB di Bali bersifat mandiri tidak mendapatkan bantuan
dari pemerintah dalam menjalankan organisasinya.
Sementara di daerah lain organisasi semacam BTB
mendapatkan alokasi dana untuk melakukan berbagai
kegiatan promosi. Baik dinas pariwisata maupun BTB
memiliki tugas yang sama yaitu memajukan pariwisata
Bali. Disamping itu dengan dikeluarkannya UU No. 10
tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang menggantikan
Undang-Undang Kepariwisataan sebelumnya yaitu UU
No. 9 Tahun 1990 pemerintah memberikan kewenangan
kepada Pemerintah Daerah dalam Pembentukan Badan
Promosi Pariwisata Daerah. Badan Promosi Pariwisata
Daerah Ini yaitu lembaga swasta dan bersifat
mandiri. Khususnya di Provinsi Bali, kalau kita lihat sudah
ada dinas pariwisata dan BTB yang memiliki tujuan
yang sama yaitu untuk mempromosikan pariwisata di Bali.
Dengan adanya bunyi Pasal 43 ayat (1) UU No. 10 Tahun
2009, maka untuk urusan pariwisata sendiri Bali akan
memiliki tiga badan yang memiliki tujuan yang sama
dalam bidang kepariwisataan.
Berdasarkan uraian di atas, Dinas Pariwisata, Badan
Pariwisata Bali (Bali Tourism Board /BTB) dan Badan
Promosi Pariwisata Daerah memiliki kesamaan. Meskipun
memiliki kesamaan, ini tidak akan memicu
tumpang tindihnya tugas diantara ketiga badan tersebut,
mengingat BTB dan Badan Promosi Pariwisata Daerah
memiliki bidang kerja sendiri-sendiri. Disamping itu
BTB dan Badan Promosi Pariwisata Daerah yaitu
badan swasta yang bersifat mandiri. ini tidak akanmempengaruhi kinerja dari Dinas Pariwisata. usaha
promosi yang dilakukan Dinas Pariwisata Provinsi Bali
memang harus dikoordinasikan bersama Pemerintah Pusat
dan stakeholder karena Pemerintah Pusat memegang
dana yang akan digunakan, stakeholder yang paham dan
memiliki pengalaman sebagai praktisi pariwisata serta
warga yang dapat diajak utuk berperan serta dalam
usaha promosi tersebut. Birokrasi kaku, sulitnya Organisasi
Perangkat Daerah Kepariwisataan mengambil langkah
cepat, efisien dan efektif bertentangan dengan sistem
kerja stakeholder yang responsif dan profesional dalam
mengambil keputusan. Sementara warga dalam
ini hanya mampu menunggu reaksi dari Organisasi
Perangkat Daerah Kepariwisataan dan stakeholder
dalam mengambil langkah-langkah promosi. Unsur
politisi dan lobbying juga menjadi syarat utama dalam
mengembangkan urusan promosi termasuk sistem
promosi serta cara atau strategi promosi yang digunakan.
Dengan demikian, tugas, fungsi, keanggotaan dan sumber
pembiayaan dari Badan Pariwisata Bali (Bali Tourism
Board/BTB) dengan Badan Promosi Pariwisata Bali (BPPD)
ini memiliki kesamaan. Sehingga untuk dapat lebih
cepat terbentuknya Badan Promosi Pariwisata Daerah di
Provinsi Bali, Badan Pariwisata Bali (Bali Tourism Board/BTB)
dapat dijadikan embrio. Mengingat banyaknya persamaan
diantar kedua badan tersebut. Akan namun harus diadakan
penyempurnaan terhadap BTB untuk dapat dijadikan
sebagai Badan Promosi Pariwisata Daerah mengingat
pembentukannya masih berdasarkan Undang-Undang
Kepariwisataan yang lama yaitu UU No. 9 Tahun 1990
sehingga memerlukan beberapa penyesuaian dengan UU
No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
C. Pluralisme Lokal dalam Kebijakan Kepariwisataan
1. Keragaman Hayati dan Kebhinekaan Budaya
Latar belakang penelitian ini berdasarkan adanya fenomena
menarik tentang keragaman budaya di negara kita .
Menurut sensus penduduk tahun 2010, perkembangan
penduduk negara kita saat ini mencapai jumlah 237.556.363
jiwa, yang menempatkan negara kita pada urutan
keempat dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat.
Penduduk negara kita tersebar dari ujung Barat hingga
Timur, mulai dari Sumatra sampai Papua dengan kondisi
geografis yang berbeda-beda seperti area pesisir,
tepian hutan, pedesaan, perkotaan, dataran rendah dan
pegunungan/dataran tinggi. Beragam suku bangsa hidup
berdampingan dengan latar belakang kehidupan yang
berbeda, Kondisi geografis tempat tinggal yang berbeda
ini menjadikan warga di negara kita memiliki
kehidupan beraneka ragam yang dipengaruhi oleh
budaya masing-masing sebagai warisan dari tiap generasi
sebelumnya. Selain itu faktor kebudayaan dari luar yang
masuk ke negara kita dan penyebaran agama-agama besar
di pelosok area negara kita membuat terjadinya proses
akulturasi dan asimilasi serta menambah keragaman
budaya yang ada. ini dapat dilihat dalam kehidupan
keseharian seperti agama, kebiasaan, tradisi, adat istiadat,
mata pencaharian, kesenian yang sesuai dengan ciri khas
suku-suku tersebut.
Negara negara kita yaitu salah satu negara yang
unik di dunia. Mengingat negara kita memiliki jumlah pulau
yang banyak, serta memiliki keragaman hayati dan
kebinekaan budaya tinggi. Ditilik dari keragaman pulau,
kini paling tidak telah tercatat tidak kurang dari 18.110
buah pulau dengan ukuran kecil dan besar di negara kita . Namun, dari beberapa pulau-pulau ini baru sekitar
5.707 pula yang telah diberi nama.109 Di antara pulaupulau di negara kita , 5 pulau di antaranya dikenal sebagai
pulau besar, yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi
dan Papua. Kawasan Negara Kesatuan Republik negara kita
(NKRI) sebagai negara maritim, memiliki luas lautan
mencapai 2/3 (75%) dari seluruh kawasan negara kita .
Panjang pantai negara kita mencapai 81.000 km. Karena
itu, jika peta kawasan NKRI ditumpang tindihkan
di atas peta Amerika Serikat. Maka, tampak bahwa luas
kawasan NKRI hampir sama dengan luas Amerika Serikat,
hanya perbedaannya negara kita yaitu sebuah pulau,
sedang Amerika Serikat yaitu sebuah daratan.110
Ditilik dari kategori tersebut, paling tidak di
negara kita memiliki 47 tipe ekosistem alami terestrial yang
membentang dari pesisir hingga area pegunungan
tinggi. Misalnya, ekosistem alami terestrial dapat dibedakan
atas tiga macam kelompok vegetasi, yaitu vegetasi pamah/
dataran rendah (0-1.000 m dpl); vegetasi pegunungan,
terdiri pegunungan bawah (1.000-1.500 m dpl) dan
pegunungan atas (1.500-2.400 m dpl) dan vegetasi subalpin (2.400-5.000 m dpl); serta vegetasi monsun di daerah
kering dengan curah hujan rendah (kurang dari 1.500
mm/tahun, dengan nilai evapotransipirasinya melebihi
curah hujannya). sedang keragaman ekosistem bahari
di antaranya terdiri dari ekosistem pesisir, ekosistem
pantai, ekosistem mangrove, padang lamun, estuaria, dan
ekosistem laut terbuka. Sementara itu, ekosistem binaan
di negara kita sangat beragam, di antaranya hutan tanam; macam-macam agroekosistem seperti ladang berpindah,
sawah tadah hujan, sawah irigasi, sawah surjan, sawah
rawa, sawah pasang surut, kolam, tambak, perkebunan,
kebun, talum, dan pekarangan.111
negara kita , selain memiliki keanekaan ekosistem dan
keanekaragaman hayati, juga memiliki keanekaan atau
kebinekaan suku bangsa dan bahasa. negara kita telah
tercatat memiliki lebih dari 300 kelompok etnik. Aneka
ragam kelompok etnik ini bermukim di berbagai
lokasi/geografis dan ekosistem, seperti lingkungan
pesisir dan pedalam atau perairan daratan. Sementara
itu, berdasarkan bentuk mata pencahariannya berbagai
etnik ini dapat dibedakan menjadi lingkungan
sosial pemburuperamu, nelayan, berladang berpindah
atau berladang berotasi, petani menetap, serta industri
dan jasa.112 Misalnya, berbagai kelompok pemburu dan
peramu yang hidup di perairan, seperti Orang Laut di
perairan sekitar Batam, Irang Sekak di perairan utara Pulau
Bangka, dan Orang Bajau di sepanjang perairan sebelah
timur Pulau Sulawesi. Berbagai kelompok warga
nelayan di negara kita dicatat di berbagai kawasan pesisir.
Contohnya, warga nelayan di Bagan Siapi-api dari
suku Cina, nelayan Marunda, Muara Karang dan Cilincing
dari suku bangsa Betawi; nelayan Pelabuhan Ratu masih
bagian dari suku Sunda, nelayan Cilacap di pantai Selatan
Jawa, nelayan Cirebon dan Gresik di pantai utara Jawa;
warga pesisir Pulau Seram, pesisir utara Irian Jaya,
pesisir Sulawesi, pesisir Kepulauan Kei.
Berbagai warga pemburu dan peramu di
kawasan hutan di negara kita , tercatat di antaranya Anak Dalam di Jambi, Orang Sakai di pedalaman Riau, Orang
Punan di Kalimantan Timur, Orang Asmat di Pedalaman
Irian Jaya bagian selatan; orang Nualu di Pedalaman Pulau
Seram, Maluku. Berbagai kelompok masya-rakat peladang
berpindah di negara kita , dikenal di antaranya warga
Baduy di Banten Selatan, warga Kasepuhan di
Sukabumi Selatan bagian dari suku bangsa Sunda;
peladang Talang Mamak di pedalaman Riau, bagian suku
bangsa Malayu, warga Kantu di Kalimantan Barat,
bagian dari kelompok suku bangsa Dayak. Sementara
itu, para petani penetap terutama para petani sawah di
berbagai suku bangsa di negara kita .
Pada umumnya tiap suku di negara kita memiliki
bahasa lokal atau bahasa ibu yang berbeda-beda.
Mengingat negara kita memiliki lebih dari 30 suku bangsa,
maka tak heran di negara kita memiliki sekurangnya 655
bahasa lokal atau bahasa ibu. Jumlah bahasa lokal di
negara kita menempati peringkat ke dua dari 25 negara
di dunia yang memiliki bahasa lokal di dunia yang
memiliki keanekaan bahasa lokal endemik setelah Papua
Guinea (847 bahasa).113 Dengan adanya berbahasa lokal
telah memicuberbagai kelompok etnik memiliki
kemampuan untuk berfikir secara sistimatis dan teratur
serta berkembangnya aneka ragam pengetahuan lokal
di negara kita . Misalnya, pengetahuan penduduk lokal
tentang botani, seperti pengenalan jenis-jenis tumbuhan,
pemanfaatan dan pengelolaannya. Pengetahuan
penduduk tentang ekologi pertanian atau agroekosistem,
seperti pengelolaan berbagai agroforestri tradisional,
seperti pekarangan dan sistem talun-kebun di Jawa Barat; sistem dukuh lembur atau leuweung lembur di
Baduy, Banten Selatan; kaliwo atau kalego di Sumba
Barat; repong damar di Krui, Lampung; kaleka di Bangka
dan Belitung, Sumatera; pelak di Kerinci Jambi, Sumatera;
parak di Maninjau, Sumatera Barat; lembo atau simpukng
atau lepu atau pun pulung bue di Kalimantan Timur, dan
tembawang di Kalimantan Barat.114
Selain itu, beberapa kelompok etnik di negara kita
juga telah memiliki pengetahuan lokal untuk mengelola
kawasan hutan secara berkelanjutan, misalnya dikenal
sistem pengelolaan hutan dengan sistem tanah ulen di
warga Dayak Kalimantan Timur (sistem zonasi hutan
keramat pada warga Baduy115 dan sistem zonasi
tradisional pada warga Toro, di kawasan enclave
Taman Nasional Lore, Sulawesi Tengah.116 Tidak hanya itu,
beberapa kelompok warga lokal dengan berbekal
pengetahuan lokalnya telah mampu mengelola sumber
daya air secara berkelanjutan, seperti sistem sasi di
Maluku, Sulawesi dan Papua, dan sistem lubuk larangan di
Sumatera.Pada masa kini dengan kemajuan komunikasi global
dan meningkatnya hubungan antar budaya, menimbulkan
pemikiran dan kesadaran bahwa di balik keragaman
ini timbul berbagai kekuatan dan kekayaan budaya
hingga timbulnya berbagai permasalahan sosial. Hal
ini berdasarkan adanya perbedaan pendapat yang
memandang keragaman budaya berupa kekayaan
yang dikandung tiap budaya di dunia sebagai sesuatu
yang positif, sementara ada pula yang menganggap
perbedaan budaya ini memicu hilangnya
rasa kemanusiaan dan menjadi akar berbagai konflik.
2. Relasi dengan Kepariwisataan
Dikaitkan dengan kepariwisataan, maka keragaman atau
pluralism lokal menampakkan basis pada kebudayaan.
Tedi Sutardi berpendapat bahwa kebudayaan berdasarkan
antropologi, yaitu keseluruhan sistem gagasan, tindakan
dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
warga yang dijadikan milik manusia dengan belajar.118
ini mengisyaratkan bahwa hampir seluruh tindakan
manusia yaitu kebudayaan. Dari uraian tersebut,
dapat disimpulkan bahwa budaya yaitu bagian
yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia karena
meliputi seluruh aspek hidup yang ada dalam diri individu
berupa kemampuan berpikir, bertindak dan berperilaku,
serta dilaksanakan guna kelangsungan kehidupan
berwarga . Kebudayaan di negara kita yaitu
entitas yang tak berhenti mengalami perubahan, dan
kecepatan transformasi sosio-kultural ini bervariasi. Dinamika kebudayaan yang seperti ini di negara kita tidak
pernah serupa antara daerah satu dengan daerah yang
lain, antara kelompok budaya satu dengan yang lainnya,
serta antara kurun waktu yang satu dengan kurun waktu
yang lain. Proses pembentukan dan perubahan terus
berlangsung karena adanya (a) dinamika internal, sebagai
hasil dari interaksi antarunsur kebudayaan dan antara
unsur-unsur kebudayaan ini dengan lingkungan
alam, dan (b) adanya pengaruh-pengaruh eksternal, yang
terjadi karena semakin meningkatnya kemajuan teknologi
komunikasi dan transportasi global.
Didalam pasal 32 ayat (1) Undang Undang Dasar
Negara Republik negara kita Tahun 1945, mengamanatkan
bahwa Negara berkuajiban memajukan kebudayaan
Nasional negara kita ditengah peradaban dunia dengan
menjamin kebebasan warga dalam memelihara
dan mengembangkan nilai nilai budayanya, sehingga
kebudayaan negara kita perlu dihayati oleh oleh seluruh
warga Negara. Oleh karena itu kebudayaan negara kita yang
mencerminkan nilai nilai luhur bangsa harus dilestarikan
guna memperkokoh jati diri bangsa, mempertinggi
harkat dan martabat bangsa serta memperkuat ikatan
rasa kesatuan dan persatuan bagi terwujudnya cita
cita bangsapada masa depan. Kebudayaan negara kita
yang memiliki nilai nilai luhur harus dilestarikan guna
memperkuat pengamalan Pancasila, meningkatkan
kualitas hidup, memperkuat kepribadian bangsa dan
kebanggaan Nasional, memperkukuh kesatuan bangsa
serta meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagai arah
kemajuan kehidupan bangsa. Berdasarkan pada amanat
Undang Undang Dasar Negara Republik negara kita
Tahun 1945 itu, Pemerintah memiliki kewajiban melaksanakan kebijakan untuk memajukan kebudayaan.
Sehubungan dengan itu, keseluruhan kistalisasi nilainilai bangsa negara kita yang meliputi; gagasan, perilaku
dan hasil karya manusia dan/atau kelompok manusia
negara kita yang dikembangkan melalui proses belajar dan
adaptasi terhadap lingkunganya yang berfungsi sebagai
pedoman untuk kehidupan berwarga , berbangsa
dan bernegara perlu untuk terus dilestarikan dan dikelola
sebagai dasar dan jiwa dalam membangun bangsa.
Dengan melandaskan kepada pluralisme lokal
tersebut, maka kebijakan kepariwisataan diharapkan
membawa akibat terhadap pelindungan terhadap hakhak berkebudayaan, kebhineka tunggalikaan, sejarah dan
warisan kebudayaan, serta pembentukan karakter bangsa.
Berikut ini ditinjau secara singkat akibat-akibat tersebut.
3. Perlindungan terhadap Hak-Hak Kebudayaan
Sebagai tindak lanjut dari Universal Declaration of Human
Rights oleh PBB sebagaimana telah dibahas di atas,
kemudian Komisi PBB tentang HAM telah menyusuli dengan
International Bill of Right pada Tahun 1966 yang berisi dua
dokumen, yaitu: The International Covenant on Civil and
Political Right dan The International Covenant on Economic
Social and Cultural Right. Dengan dikeluarkanya kedua
perjanjian ini maka memberikan implikasi kepada semua
negara anggota PBB dengan ketentuan ketentuan sebagai
berikut: (1) ketentuan-ketentuan deklarasi universal HAM
menjadi mengikat secara hukum; (2) hak-hak asasi manusia
termasuk di dalamnya hak-hak berkebudayaan yang harus
dilindungi menjadi lebih rinci, detail, dan jelas; dan (3)
tata cara pelindungan terhadap hak-hak tadi yang harus
diikuti oleh semua negara anggota menjadi lebih jelas. Mendasarkan kepada semangat penyepakatan terhadap
realisasi dan pelindungan nilai-nilai dasar sebagai standar
perilku manusia secara universal sebagaimana telah
dibuktikan dalam sejarah perjuanganya, dan dengan
diakselerasikan oleh proses globalisasi yang begitu cepat,
maka keseluruhan pelindungan terhadap hak-hak tadi
bukanlah lagi menjadi monopoli Barat, akan namun sudah
yaitu kesepakatan mondial yang bukan saja perlu
diratifikasi oleh semua negara di bumi yang satu ini, akan
namun lebih dari itu wajib direalisasikan secara universal,
meskipun pelaksanaanya dapat secara khusus disesuaikan
dengan pembangunan sosial ekonomi dan kebudayaan di
masing-masing negara.
Sebagaimana yang terjadi di banyak negara
berkembang, persoalan perjuangan menegakan nilai nilai
universal sebagai standar perilaku manusia negara kita
terbukti telah mendapatkan perhatian mendasar mulai dari
para founding fathers negara negara kita dalam menyusun
dan meletakan dasar-dasar negara sampai dengan para
penerus dalam menyusun Peraturan Perundangan baru
dan meratifikasi segenap konvensi mengenai penegaan
nilai-nilai universal tadi. Secara historis usaha tadi telah
dimulai sejak menjelang dirumuskanya Undang-undang
Dasar 1945, 1949, serta 1950, kemudian pada sidang
Konstituante (1956 – 1959) dan pada penegaan Orde
Baru menjelang sidang MPRS 1968 sampai dengan akhir
dasawarsa 1980an. Namun demikian, kalau kita amati,
hak-hak asasi termasuk di bidang kebudayaan di dalam
UUD 1945 yang menjadi dasar kehidupan bernegara kita,
ternyata tidak termuat secara eksplisit dalam suatu piagam
tersendiri, melainkan tersebar dan beberapa hanya
bersifat implisit dalam berbagai pasal, terutama pada Pasal 27 sampai dengan Pasal 31. Bahkan dapat dikatakan,
hak-hak yang mencakup bidang politik, ekonomi,
sosial, dan budaya, jumlahnya relatif terbatas dan telah
dirumuskan secara singkat. ini sangat bisa dipahami
mengingat bahwa keseluruhan naskah tadi disusun di
akhir pendudukan Jepang dan dalam situasi yang tidak
kondusif dan mendesak. Di samping itu, kehadiran tentara
Jepang di negara kita juga tidak menciptakan iklim yang
kondusif untuk menegakkan dan merumuskan hakhak tadi
secara lengkap. Lagi pula, pada waktu UUD 45 dirumuskan
Deklarasi Universal Hak Asasi juga belum lahir. Namun
demikian, sebetulnya jika rumusanrumusan yang implisit
tadi dianalisis secara teliti, ternyata kita akan menemukan
kandungan-kandungan nilai-nilai dasar universal hak-hak
asasi manusia tadi, termasuk hak berkebudayaan jauh
lebih banyak dari yang semula kita duga.
Alinea pertama Pembukaan UUD 1945 kita telah
diawali dengan pengakuan dan deklarasi tentang
“freedom to be free”, bahwa kemerdekaan itu yaitu hak
segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas
dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri
keadilan. Secara implisit, pernyataan ini yaitu sebuah
pengakuan terhadap hak-hak asasi kolektif suatu bangsa
untuk hidup bebas dari segala penindasan oleh bangsa lain
dan sekaligus menegaskan kedudukan yang sejajar dari
semua bangsa di dunia. Pengakuan akan hak-hak kolektif
suatu bangsa ini sebetulnya jauh lebih maju dari Deklarasi
Universal HAM yang hanya mengakui setiap orang yaitu
merdeka dantidak boleh diperbudak olehorang lain.
Selanjutnya, dalam alinea kedua menyebutkan bahwa
negara kita diharapkan menjadi negara yang adil dan
makmur. Konstruk adil di sini sekali lagi menegaskan negara kita sebagai negara hukum. Kekuasaan hendaklah
dijalankan secara adil dan amanah, artinya negara tidak
boleh bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya.
Penyebutan negara kita sebagai negara yang
“makmur” mengandung maksud yang berhubungan
erat dengan hak-hak rakyat di bidang ekonomi. Artinya,
negara berkwajiban menjamin kesejahteraan warga
secara material sesuai dengan harkatdan martabatnya
sebagai manusia. Alinea ketiga yang menegaskan hasrat
bangsa negara kita untuk “berkehidupan berkebangsaan
yang bebas”, di samping menegaskan sekali lagi pada
hak-hak kolektif manusia yang dimiliki sebuah bangsa,
juga dalam perspektif individual telah sejalan dengan
pasal 27 Deklarasi Universal HAM, bahwa negara kita
telah menyatakan “setiap orang berhak untuk turut serta
dengan bebas dalam hidup berkebudayaan warga ”.
sedang pada alinea keempat, menegaskan tujuan
pembentukan pemerintah negara kita untuk “melindungi
segenap bangsa negara kita dan seluruh tumpah darah
negara kita dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan
ketertiban dunia ”telah menegaskan kewajiban
pemerintah negara negara kita untuk “melindungi segenap
bangsa” dalam makna yang luas termasuk dari berbagai
ancaman dan perlakuan sewenang wenang”. Memajukan
kesejahteraan umum juga mengandung arti yang sangat
luas, termasuk kesejahteraan lahir dan batin. Sedang
konstruk hak “mencerdaskan kehidupan bangsa” dalam
alinea ini juga berarti berhubungan dengan hak-hak sosial
dan pendidikan. sedang pada bagian akhir alinea
keempat, yang mengandung nilai dasar inti Pancasila;
yaitu ”Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan negara kita , dan Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat negara kita ”
sesungguhnya telah menegaskan doktrin hak-hak asasi
manusia dalam bidang politik, sosial, dan budaya yang
menjadi tekananutama dari Deklarasi Universal HAM.
Memasuki ruang analisis batang tubuh UUD 1945,
khususnya yang tercantum secara eksplisit pada pasal
28, konstitusi kita juga mengamanahkan penjaminan
dan pelindungan terhadap hak bangsa negara kita
untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan “dan sebagainya”. Konstruk “dan
sebagainya” telah mengacu pada sifat tidak terbatas dari
jaminan hak yang dikandung dalam Pasal 28 itu. Jaminan
dan pelindungan hak-hak asasi manusia sebagaimana
tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945 ternyata selaras
dengan Pasal 19 Deklarasi Universal HAM yang telah
menetapkan “Setiap orang berhak atas kebebasan
memiliki pendapat dengan tidak mendapat gangguan,
dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan
keterangan keterangan dan pendapat pendapat dengan
cara apapun dan tidak memandang batas-batas.
Kandungan Pasal 28 UUD 1945 juga sangat gayut dengan
Pasal 20 dalam Deklarasi Universal yang menegaskan: (1)
setiap orang memiliki hak atas kebebasan berkumpul
dan mengadakan rapat dengan tidak mendapat gangguan
dan (2) tidak seorangpun dapat dipaksa memasuki salah
satu perkumpulan.
4. Kebhinekatunggalikaan
Dalam Pasal 18B Undang-Undang Dasar 1945
Amandemen (4) sebagai landasanfilosofis dan yuridis
tertinggi mengamatkan bahwa: “Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan warga hukum adat
serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan warga dan prinsip
Negara Kesatuan Republik negara kita , yang diatur dalam
undang-undang.”
sedang pada Pasal 32 Undang-Undang
Dasar 1945 Amandemen (4) sebagai landasanyuridis
mengamanatkan bahwa: (1) Negara memajukan
kebudayaan nasional negara kita di tengah peradaban
dunia dengan menjamin kebebasan warga dalam
memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah
sebagai kekayaan budaya nasional. Dalam memajukan
kebudayaan negara kita perlu disadari bahwa bangsa
negara kita terdiri dari berbagai suku bangsa dan beraneka
ragam budaya yang akan terus tumbuh dan berkembang
sesuai dengan dinamika kehidupan warga yang
terus berubah. Penghargaan terhadap keragaman budaya
menjadi harmoni melalui pemahaman terhadap suku
bangsa yang lain.
Pengakuan dan pemahaman yang bersandar pada
keberagaman multietnik dan budaya akan melahirkan
sikap toleransi, harmoni, dan demokratis yang menjadi ciri
warga multikultural dan membuat semakin kukuhnya
jati diri bangsa. Kesadaran akan jati diri dipengaruhi oleh
pemahaman kebudayaan secara kontinyu yang diperoleh
dari proses belajar, penyesuaian diri dari satu generasi
ke generasi berikutnya, sehingga keberadaan bangsa itu
dalam masa kini dan dalam proyeksi ke masa depan tetap
bertahan pada ciri khasnya sebagai bangsa dan tetap
berpijak pada landasan falsafah dan budaya sendiri.
Kebudayaan dalam bentuk keragaman ras dan suku
bangsa yaitu kekayaan bangsa negara kita yang perlu
ditumbuhkembangkan tidak hanya untuk memperkukuh
jati diri, melainkan juga memperkokoh citra bangsa dan
situasi keberagaman suku bangsa yang berkembang dapat
bertahan dan sekaligus menjadi dasar kehidupan bangsa
yang maju seiring dengan perkembangan peradaban saat
ini. Kebudayaan negara kita yang lama di sini diharapkan
dapat bertahan dan semakin kuat, dan dapat turut berperan
di tengah dinamika peradaban dunia, ketetapan untuk
memajukan kebudayaan menjamin kebebasan warga
untuk berekspresi dan mengembangkan kreatifitas yang
sekaligus juga memelihara dan mengembangkan nilainilai budaya baru.
5. Sejarah dan Warisan Budaya
Praktek kebudayaan negara kita tidak terlepas dari
kondisi historis dan sosialbudaya di negara kita secara
umum. Berkaitan dengan konteks kesejarahan bangsa
negara kita beserta kebudayaannya, Muchlis PaEni (2008),
mendefinisikan sejarah sebagai peristiwa yang terjadi
pada masa lampau (past events, res gestae). Sejarah
sebagai suatu peristiwa yang dianggap penting dan
dituliskan oleh penulis sejarah untuk mencari kebenaran
dengan cara mencari hal yang pasti, tegas, dan mendasar
tentang masa lampau manusia beserta segala aspek yang
melingkupinya, termasuk dalam ini yaitu sejarah
peradaban (kebudayaan). usaha penulisan sejarah untuk
mengungkap masa lalu kebudayaan kita dilandasi pada fakta-fakta yang menggambarkan interaksi antara manusia
dengan berbagai dinamikanya. Dinamika perkembangan
penulisan sejarah sebagai sebuah disiplin setidaknya
dalam teori atau filsafat sejarah didasarkan pada filsafat
positivisme, yaitu sejarah sebagai sebuah wacana
narative. Sementara itu, di dalam historiografi tradisional
Nusantara, kita mengenal beberapa istilah seperti babad,
serat, sajarah, carita, wawacan, hikayat, tutur, tambo,
silsilah, cerita-cerita manurung, dongen, mitos, maupun
himpunan pengalaman yang diriwayatkan secara lisan
yang di dalamnya memuat (baik simbolis maupun tidak)
fakta-fakta sejarah kebudayaan Nusantara di masa lampau.
Dalam konteks ini penulisan sejarah tidak harus dibingkai
dalam romantisasi tertentu ataupun dibebani oleh suatu
misi dari suatu rezim kekuasaan tertentu. warga kita
memerlukan pemahaman sejarah beserta nilainya yang
didasarkan atas fakta secara alamiah, kritis, obyektif, dan
tentu saja ilmiah. Dengan demikian, sejarah kebudayaan
dapat diartikan sebagai hasil kajian yang yaitu