pendidikan di zaman belanda

Pendidikan merupakan suatu proses yang mencakup tiga dimensi, individu, masyarakat atau komunitas 
secara nasional asal individu tadi, serta semua kandungan realitas, baik material maupun spiritual yang 
memainkan peranan dalam menentukan sifat, nasib, bentuk manusia maupun masyarakat. Pendidikan bukan 
hanya mengenai pengajaran, yang bisa dikatakan menjadi suatu proses transfer ilmu, transformasi nilai, dan 
pembentukan kepribadian dengan menggunakan segala aspek yang terkaitnya. Maka dengan demikian, 
pengajaran itu lebih berorientasi pada pembentukan seorang ahli atau bidang-bidang eksklusif, oleh sebab itu 
perhatian serta minat yang dikandungnya lebih bersifat teknis. Pendidikan merupakan suatu proses yang 
diharapkan mampu menerima keseimbangan serta kesempurnaan dalam perkembangan individu pun 
masyarakat. 
Sebelum kedatangan bangsa barat ke Indonesia, warga lokal sudah mengenal pendidikan baik itu yang 
berasal keluarga juga yang berasal dari lingkungan. Pendidikan yang diperoleh pada keluarga, orang tua 
sangat berperan aktif dalam mendidik anaknya agar menjadi anak yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga 
juga lingkungan sekitarnya. Selain itu, kedatangan agama Islam juga memberikan pengaruh yang amat pesat 
dalam pendidikan dan pengajaran baik itu agama maupun pengetahuan umum di Hindia Belanda 
Dalam penekanan pendidikan dibanding menggunakan pengajaran terletak di pembentukan kesadaran 
dan kepribadian individu atau masyarakat pada hal transfer ilmu dan keahlian. Menekankan pada aspek 
keterampilan dapat memberikan pengajaran karena dipraktekkan secara langsung. Dengan menggunakan 
proses semacam ini suatu bangsa atau negara dapat mewariskan nilai-nilai keagamaan, kebudayaan, pemikiran 
dan keahlian pada generasi berikutnya, sehingga mereka benar-benar siap menyongsong masa depan 
kehidupan bangsa serta negara yang lebih cerah.
Pada situasi warga yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak hanya berorientasi pada masa 
kemudian serta masa kini , namun sudah seharusnya ialah proses yang mengantisipasi serta mengungkapkan 
masa depan . Pendidikan bisa mendukung masa depan yang seharusnya melihat jauh 
ke depan dan memikirkan apa yang akan dihadapi peserta didik pada masa yang akan datang. Bila kita ingin 
menaikkan prestasi, tentunya tidak akan terlepas berasal upaya peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah. 
waktu ilmu pengetahuan masih terbatas, pada inovasi akibat-dampak teknologi belum berkembang hebat, 
mirip sekarang ini, maka peran primer pengajar di sekolah artinya memberikan ilmu pengetahuan menjadi 
warisan kebudayaan masa lalu yang disebut berguna sebagai akibatnya harus dilestarikan.
Tujuan pembelajaran pada hakikatnya adalah perubahan sikap siswa, baik perubahan perilaku pada 
bidang kognitif, afektif, juga psikomotorik. Bloom memperkenalkan pengembangan sikap dalam bidang 
kognitif, yaitu pengembangan kemampuan intelektual siswa, contohnya kemampuan penambahan wawasan 
serta isu agar pengetahuan peserta didik lebih baik. Peraturan Pemerintah (PP RI NOMOR 19, 2005) pasal 20, 
menjelaskan bahwa perencanaan pembelajaran mencakup silabus serta rencana pelaksanaan pembelajaran 
yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran materi pelajaran, metode pembelajaran, asal belaja, 
serta penilaian yang akan terjadi belajar.
Intinya, sesuatu bisa dikatakan menjadi proses apabila menyangkut keberlangsungan serta transedental 
sesuatu itu sejak dimulai hingga berakhir. Keberlangsungan dan kesinambungan sesuatu itu berkaitan erat 
dengan keterbatasan kemampuan insan yang memungkinkannya mencapai titik kesempurnaan pasti, namun 
hal itu berakibat terhadap hasil yang diciptanya dari sebuah proses. Suatu proses umumnya dilewati 
menggunakan memilih tahap-tahap tertentu. Tahapan itu bisa berdasarkan atas kurun saat, sasaran, 
penggunaan dana atau kriteria lainnya. Setiap termin diusahakan dan diperlukan mengakibatkan di 
peningkatan yang akan terjadi yang dicapai dengan tingkat kesempurnaan yang lebih tinggi. Hindia Belanda atau sekarang bisa disebut Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah wilayah 
yang terdiri dari berpuluh ribu pulau yang tersebar diberbagai wilayah perairan. Indonesia memiliki banyak 
Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat potensial bagi kehidupan manusia. Baik dari daratan maupun 
lautannya. Indonesia kaya akan rempah-rempah dan energi di dalam perut buminya, tak heran banyak negeri 
lain yang iri akan potensi tersebut sehingga mereka berani untuk menjajah NKRI untuk bisa merebut dan 
mengambil segala potensi SDA yang ada di Indonesia. Dalam sejarah yang begitu panjang Indonesia 
mengalami berbagai luka liku dari berbagai aspek, salah satunya pendidikan dari zaman ke zaman.
Zaman penjajahan kolonial Belanda ini menjadi ujung tombak pendidikan di Indonesia. Pendidikan 
pada zaman penjajahan kolonial Belanda bisa dikatakan keliru, karena satu pondasi itu menggunakan berbagai 
sistem yang berlaku pada Indonesia. Dari sekian banyak sistem yang ditinggalkan Belanda, salah satunya 
yaitu sistem pendidikan atau pengajaran di Indonesia. Hal ini disebabkan karena pendidikan mampu dikatakan 
salah satu poin penting dalam pembangunan negara serta peningkatan kesejahteraan masyarakat pada 
umumnya. Sistem pendidikan yang baik sedikit banyak akan dapat mempertinggi suatu derajat bangsa atau 
seseorang, apalagi jika dijalankan dengan semestinya. Sejarah pendidikan zaman pemerintah kolonial Belanda 
dapat dibagi dalam tiga periode, yaitu (1) periode VOC pada abad ke-17 dan ke-18 (2) periode pemerintah 
Hindia-Belanda pada abad ke-19 dan (3) periode Politik Etis (Etische Politiek) di awal abad ke-20 Boone 
 
Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan kolonial Belanda yang 
diberlakukan sejak diterapkannya Politik Etis dapat digambarkan menjadi berikut: (1) Pendidikan dasar 
mencakup jenis sekolah menggunakan pengantar Bahasa Belanda (ELS (Europese Lagere School), HCS 
(Hollandsch Chineesche School), HIS (Hollands Inlandsche School), sekolah menggunakan pengantar bahasa 
wilayah (IS, VS, VgS), serta sekolah peralihan. (2) Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum 
(MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), HBS (Hogere Burger School), AMS (Algemene Middelbare School) dan pendidikan kejuruan. (3) Pendidikan tinggi. Politik Etis tersebut berprinsip hanya slogan indah 
untuk menutupi metode eksploitasi modal besar kolonial Belanda/Eropa di Indonesia. Perorangan dari tokoh
Politik etis tersebut sudah bersikap etis terhadap rakyat pribumi, akan tetapi perusahaan Belanda/Eropa yang 
bertindak tidakberdasarkan Politik Etis, melainkan karena kepentingan ekonomi. Oleh sebab itu para pemilik 
modal sangat mendukung didirikannya Pendidikan Tinggi untuk menghasilkan tenaga kerja/pegawai agar 
mudah didapatkan dengan upah rendah, agar menjamin keuntungan maksimal untuk para pemilik modal 
Belanda ,
Bagi mereka yang hanya dapat bersekolah hingga pada Volkschool atau Sekolah warga juga cukup 
beruntung. Ketika Indonesia merdeka pada tahun 1945, seperti tercatat dalam kitab Haji Agus Salim (1884-
1954): perihal Perang Jihad, serta Pluralisme (2004), angka buta alfabet masih 90 %. Sekolah hanya mampu 
dinikmati oleh 10 persen penduduk saja. Sedangkan lulusan HIS umumnya melanjutkan sekolah ke Meer 
Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) sekolah itu setara Sekolah Menengah Pertama, kemudian dari MULO 
dimana masa belajarnya tiga tahun akan berlanjut ke Algemeene Middelbare School (AMS) atau setara SMA 
selama 3 tahun. Lulusan sekolah ELS boleh lanjut ke HBS, pada mana masarakat menjalani sekolah 
menengah selama 5 tahun, hanya butuh ketika 12 tahun sekolah serta Bila melalui HIS, MULO kemudian 
AMS, butuh waktu 13 tahun.
Setelah lulus SMA baik AMS juga HBS, mereka boleh masuk universitas di Belanda atau melanjutkan 
ke sekolah tinggi kedokteran yang bernama School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) yang dikenal 
juga sebagai Sekolah Dokter Jawa di Kwitang yang lalu berubah jadi Geeneskundig Hoge School (GHS) yang 
terletak di Salemba. Selain sekolah kedokteran, pada di betawi terdapat sekolah hukum bernama Recht Hoge 
School (RHS). Kampus hukum dan kedokteran kolonial itu sekarang menjadi fakultas-fakultas di Universitas 
Indonesia (UI). Kemudian ada juga sekolah pertanian atau Landbouw School di Bogor yang sekarang menjadi 
Institut Pertanian Bogor (IPB). Kemdian pada bidang teknik terdapat Technik Hoge School pada Bandung 
yang sekarang artinya Institut Teknologi Bandung (ITB). Sedangkan dalam hal karier orang pribumi dihambat 
waktu masuk dunia kerja, baik pada partikelir maupun pemerintahan. karena banyak pribumi yang masuk HIS 
atau ELS pada usia lebih berasal 7 tahun alias telat sekolah, maka kesempatan kerja lulusan Sekolah 
Menengan Atas pribumi berkurang. Politik pendidikan pemerintah kolonial Belanda sangat erat menggunakan 
hubungan politik yang didominasi oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan. Politik pemerintah kolonial 
juga tidak terdapat dorongan yang berasal dari nilai-nilai etis untuk membina kematangan politik serta 
kemerdekaan tanah jajahannya , Akibatnya pelaksanaan politik etis lebih berpihak pada 
pemerintah, terlebih pada bidang pendidikan.
Pendidikan di abad ke-20 ini ialah kelanjutan asal abad sebelumnya menggunakan perkembangannya 
yang sangat pesat mengalami kemajuan terutama memenuhi kebutuhan tenaga ahli dan terampil, dimana hal 
itu menjadi tolak ukur untuk pendidikan selanjutnya. Pendidikan di masa itu didasarkan pada golongan 
penduduk berdasarkan keturunan atau lapisan kelas sosial serta golongan kebangsaan yang berlaku saat itu. 
Ada banyak perubahan pelayanan anak-anak bumiputera/pribumi dengan anak-anak Belanda/Eropa yang 
berkaitan menggunakan status mereka. Terjadinya perubahan kebijakan pendidikan di Indonesia perubahan 
kebijakan politik menjalankan watak kolonialisme pada Indonesia. Pendidikan pertama kalinya dikaitkan 
dengan bagaimana mengukuhkan kekuasaannya. Banyak sekali sekolah-sekolah yang mulai berdiri pada abad 
ke-20 dengan berdirinya sekolah sekolah swasta dan para kaum cendekiawan sehingga memunculkan orga￾nisasi modern di masa pergerakan nasional pada tahun 1908-1942 
Maka demikian pendidikan yang diprakarsai dengan gaya barat telah mampu melemahkan pamor 
priyayi tradisional, tetapi dengan itu telah mampu juga memunculkan kelas baru orang Indonesia yang 
memiliki pencerahan politik yang sudah menggunakan bentuk baru dengan dipersiapkan untuk reformasi 
politik, merogoh peran primer dalam agitasi radikal, baik di kota juga di desa. Selanjutnya, pada masa kependudukan Jepang terutama dalam bidang pendidikan dan pengajaran 
sangat menurun, pada wilayah tertentu sekolah-sekolah dapat dikatakan rendah, bahkan fokus untuk 
meningkatkan pendidikan tidak ada (Saminto, 2020). Kebijakan-kebijakan pada halnya terutama dibidang 
pendidikan yang menyulitkan rupanya mampu mendorong buat melengkapi kekurangan kekurangan dalam 
pendidikan yang akan berpengaruh terhadap perubahan budaya. pada masa penjajahan Jepang, banyak terjadi 
perubahan sistem pendidikan, karena sistem penggolongan bangsa menurut golongan atau dari status sosial 
masa pendudukan pada Jepang dihapuskan. Nama forum-lembaga sekolah banyak di ubah, antara lain adalah 
Sekolah warga (Kokumin Gukko), pada masa Jepang sekolah ini semacam SD (Sekolah Dasar), serta sekolah 
ini terbuka buat awam, jadi seluruh bangsa Indonesia pada ketika itu mendapatkan hak yang sama dapat 
mengenyam pendidikan, jadi bukan hanya golongan bangsawan saja yang bisa mengenyam pendidikan. 
Walaupun mengalami kemunduran, namun kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Jepang 
bertujuan untuk menghilangkan konsep pembelajaran kolonial Belanda. Pembelajaran pada waktu itu 
menenkankan pada penggunaan bahasa Indonesia dan Jepang, serta unsur budaya Belanda mulai perlahan di 
hilangkan pada setiap pembelajaran. Unsur pembejaran dari Jepang mengenai organisasi yang sampai saat ini 
kita terapkan seperti organisasi tingkat terkecil RT dan RW yang mana itu merupakan bentukan Jepang. 
Selanjutnya menghilangkan budaya diskriminasi, golongan penduduk, keturunan maupun agama. Proses 
pembelajaran pun bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa ada batas dan tingkatan tertentu, karena semua orang 
berhak untuk mendapatkan pendidikan meski pada masa itu masih sederhana tanpa penggunaan teknologi. 
Pembelajaran Abad 21
Perkembangan pembelajaran di Indonesia banyak mengalami kendala, maka dari itu pemerintah 
berupaya keras untuk bisa terus meningkatkan kualitas pendidikan di Indoenesia. Seperti ini the government 
shows a strong commitment through financial commitment for further enhancing the education system to 
achieve the national goal of raising human capital to be international competitive. This plan will be
implemented between 2020 and 2024 , Bahwa pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan 
sistem pendidikan agar kualitas pendidikan Indonesia bisa berdaya saing Internasional. Baik dari segala aspek 
yang dibutuhkan untuk membantu proses pendidikan saat, seperti alokasi pendidikan dalam mutu pendidikan, 
pengalokasian media ajar yang bermanfaat digunakan disekolah, sarana prasana. Bahkan untuk saat ini seperti 
teknologi, alat/barang yang berteknologi tinggi. Kurikulum sebagai pengalaman belajar. Dalam hal ini 
kurikulum dirancang untuk memberikan pengalaman belajar serta mengembangkan kecakapan hidup siswa 
,hal ini pun tak luput dari perhatian pemerinta untuk terus diperbaharui.
Pendidikan bertujuan dalam usaha memajukan teknologi serta memperkenalkan dan membiasakan para 
siswa-siswi terhadap dunia teknologi dengan aspek-aspek penting yang memungkinkan siswa dapat 
1. Mengembangkan berpikir kritis terhadap teknologi.
2. Mengembangkan kemampuan mengungkapkan pendapat mengenai teknologi dan mampu menggambarkan
hal itu kepada orang lain.
3. Mengidentifikasi bagaimana dampak teknologi baik yang itu positif maupun yang negatif terhadap 
masyarakat dan lingkungan.
4. Memiliki wawasan dalam memilih profesi bidang teknologi sehingga mampu memiliki peranan yang 
berarti di dalam masyarakat. 
5. Memiliki motivasi untuk belajar lebih lanjut tentang teknologi.
6. Membiasakan diri bekerja sendiri dalam kebersamaan. teknologi dunia maya, belajar bisa menggunakan dengan laptop/hp dengan bantuan aplikasi zoom, 
googlemeet, quizizz dan lain-lain. Pembelajaran abad 21 ini banyak sekali penggunaan teknologi dalam 
belajar, maka kompetensi pendidik maupun terdidik perlu ditingkatkan guna menyeimbangkan kualitas 
dengan perkembangan zaman. Maka dari itu untuk mencapai itu semua, guru sebagai pendidika harus 
memiliki keterampilan guna tercapainya tujuan pembelajaran saat ini. Dalam 
keterampilan abad 21 yang harus dimiliki guru adalah : 
1. Life and career skills (kecakapan hidup serta berkarir) yaitu keterampilan yang lebih mengutamakan di 
karir dan kehidupan sosial. salah satu contohnya pengajar bisa menyesuaikan diri dengan siswa dalam 
proses belajar mengajar dan guru dapat membina hubungan yang baik menggunakan guru, pegawai dan 
ketua sekolah.
2. Learning and innovation skills (keterampilan belajar dan berinovasi) yaitu keterampilan yang berkaitan 
dengan inovasi yang kreatif dan mau belajar secara terus menerus. keliru satu contohnya pengajar bisa 
memunculkan pandangan baru-pandangan baru baru kepada siswa dan dapat membangun suasana kelas 
yang aktif. 
3. Information media and technology skills (keterampilan teknologi serta media isu) yaitu orang yang mampu 
menguasai berbagai macam teknologi dan menguasai teknologi komunikasi serta informasi (TIK). Salah 
satu contohnya pengajar mengikuti berbagai pembelajaran online buat menambah wawasan serta dapat 
memberi model materi menggunakan menampilkan video menarik yang berkaitan menggunakan pelajaran.
P21 (Partnership for 21st Century Learning) berbagi framework atau kerangka kerja mengenai 
pembelajaran pada abad 21 yang menuntut peserta didik untuk mempunyai keterampilan, pengetahuan serta 
kemampuan dibidang teknologi, media dan informasi, keterampilan pembelajaran dan inovasi serta 
keterampilan hayati serta karir. Framework ini juga menyebutkan wacana keterampilan, pengetahuan serta 
keahlian yang harus dikuasai agar siswa bisa sukses pada kehidupan dimasa mendatang dan mendapat 
pekerjaan yang sesuai dengannya.Sejalan mengenai hal itu, Kemdikbud merumuskan bahwa paradigma tentang pembelajaran abad 21 itu 
menekankan pada kemampuan siswa dalam mencari tahu dari berbagai sumber, merumuskan permasalahan, 
berpikir analitis dan kerjasama serta berkolaborasi dalam menyelesaikan persoalan 
Adapun pencerahan mengenai framework pembelajaran abad ke-21 menurut (Badan Standar Nasional 
Pendidikan, 2010) adalah sebagai berikut :
1. Kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking and Problem-Solving Skills), dapat
berpikir secara kritis, lateral, serta sistemik, terutama dalam konteks pemecahan suatu perkara.
2. Kemampuan berkomunikasi serta berafiliasi (Communication and Collaboration Skills), mampu 
berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan aneka macam pihak.
3. Kemampuan mencipta serta membaharui (Creativity and Innovation Skills), mampu berbagi kreativitas 
yang dimilikinya guna menghasilkan aneka macam terobosan yang kreatif dan inovatif.
4. Literasi teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communications Technology Literacy), bisa 
memanfaatkan teknologi tentang isu serta komunikasi guna menaikkan kinerja serta kegiatan yang 
dibutuhkan untuk sehari-hari.
5. Kemampuan belajar kontekstual (Contextual Learning Skills) dapat menjalankan aktivitas pembelajaran 
berdikari yang kontekstual menjadi bagian berasal pengembangan eksklusif.
6. Kemampuan informasi dan literasi media, bisa memahami dan menggunakan banyak sekali media 
komunikasi buat menyampaikan beragam gagasan dan melaksanakan aktivitas kolaborasi dan hubungan 
dengan beragam pihak.
Pada pembelajaran abad 21 ini lebih menekankan pembelajara yang berbasis project (project based)
dan masalah (problem based), penyelidikan (inquiry), desain (design), dan menemukan (discovery) , Siswa belajar mengenai pengetahuan untuk bisa membuat suatu produk yang 
sebelumnya direncakanan melalui permasalahan yang ada, kemudian dipikirkan secara rinci atau dilakukan 
penyelidikan terkait solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Selanjutnya siswa akan menemukan cara 
atau solusi untuk permasalahan tersebut berupa sebuah produk. Hasil yang diraih siswa itu akan memberikan 
dampak positif bagi dirinya untuk menghadapi tantangan yang akan datang di masa depan, serta hasil itu akan 
memberikan solusi terhadap permasalahan yang sedang dihadapi.
Dilihat dari program yang begitu baik perlu adanya media pendukung untuk memenuhi itu semua. 
Maka dari itu sekolah sudah harus mampu mempunyai alat-alat media pembelajaran yang mendukung proses 
pembalajaran di abad 21 ini seperti komputer, laptop, proyektor, dan lain-lain. Ini menjadi perhatian 
pemerintah dalam mendukung dan mengembangkan pendidikan yang maju di Indonesia. Keterampilan siswa 
pun menjadi perhatian dalalm proses pembelalajaran saat ini karena, skill harus terus dilatih dan diberdayakan 
untuk bekal anak mengahadapi masa depan. Melalui pembelajaran yang mengedepankan pada aspek 
keterampilan 4C seperti: berpikir kritis dan pemecahan masalah, kreativitas dan penemuan, komunikasi, serta 
kerja sama, fleksibel serta adaptif, berinisiatif dan berdikari, keterampilan sosial serta budaya, produktif dan
akuntabel, kepemimpinan serta tanggung jawab, serta mempunyai keterampilan literasi dan TIK , siswa akan belajar seccara langsung dan berpikir kritis ketika menemukan permasalahan, lalu 
membuat mereka mencari solusi atas permasalahan yang ada. Solusi tersebut dituangkan dalam sebuah produk 
yang bermanfaat dan dapat digunakan untuk selanjutnya.Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bawah pembelajaran pada masa lalu masih sangat 
sederhana ditambah pada saat itu Indonesia tengah di jajah oleh bangsa asing. Namun pemerintah tak tinggal 
diam, mereka berupaya untuk bisa membangun sekolah-sekolah untuk rakyatnya agar bisa mengenyam pendidikan. Bantuan dari pihak penjajah pun ada, hanya saja untuk sekolah tersebut pada saat itu masih 
didominasi dengan perbedaan ras, maupun ekonomi warganya, jadi hanya orang-orang tertentu yang dapat 
bersekolah dan mendapat pendidikan yang layak pada zaman itu. Penggunaan teknologi masih sangat terbatas 
karena teknologi pada saat itu masih belum berkembang pesat. Siswa-siswa pun belajar scara konvensional 
memanfatkan buku-buku yang ada dengan bacaan bahasa Inggris, Belanda. Namun setelah diambil alih oleh 
pemerintahan Jepang, mereka pengubah sistem pendidikan yang ada sebelumnya. Jepang membuat peraturan 
baru guna membangun pendidikan di Indonesia, namun hal itu tentu membuat pendidikan di Indonesia 
menurun, tapi pada dasarnya pendidikan yang diupayan Jepang itu menghapus perbedaan ekonomi, maupun 
adat agar semua rakyat Indonesia bisa mendapatkan pendidikan yang layak.
Sampai pada zaman sekarang pemerintah Indonesia merupaya keras untuk membuat pendidikan 
Indonesia semakin baik. Salah satunya untuk mengahadapi tantangan abad 21. Pemerintah mempunyai 
strategi pembelajaran abad 21 yang didalamnya menganut pembelajaran yang harus mencakup pada berpikir 
kritis, permasalahan untuk mendapat solusi serta membuat hasil akhir berupa produk dari solusi yang telah 
didapat. Penggunaan teknologi sekarang pun sudah mulai bermunculan, seperti penggunaan media belajar 
elektronik berupa laptop, komputer, tablet sudah tersedia yang sebagian sekolah yang ada di Indonesia untuk 
membantu proses pembelajaran yang berlandaskan pembelajaran abad 21. Sekolah modern saat ini 
mengutamakan pada proses belajar yang mengadopsi pemecahan masalah tidak hanya memberikan 
pengetahun kepada anak, namun juga keterampilan atau skill yang harus dipunyai anak dalam mengahadapi 
masa depan. Dengan demikian dalam pembahasan ini proses pembelajaran di abad 21 ini semoga dapat 
membangun Indonesia menjadi negara yang lebih baik lagi baik dalam aspek ekonomi, sosial, politik dan 
yang terpenting aspek pendidikannya.
Pada tahun 1916 populasi HIS seluruhnya

berjumlah 20.737 diantaranya 3.338 atau 16% anak

wanita dan kebanyakan dari golongan atas. Di Jawa

maupun di pulau-pulau lain, kebanyakan gadis adalah

anak pegawai. Di Jawa 77,7% anak wanita berasal dari

golongan bangsawan dan di luar Jawa 59,1%. Pegawai

pemerintah yang telah menerima pendidikan Barat,

rupanya progresif dalam sikapnya untuk menyekolahkan

anak-anak gadisnya.

OSVIA merupakan Sekolah Dasar yang

disediakan bagi anak-anak golongan bangsawan. Sekolah

ini pada mulanya didirikan di Tondano (1865-1872

sebagai percobaan) dan di Bandung, Magelang, dan

Probolinggo (1878) yang dalam bahasa sehari-hari

disebut Sekolah Raja (Hoofdenschool) dengan bahasa

pengantar Bahasa Melayu dan Bahasa Belanda, dan

dimaksudkan untuk kepentingan administrasi

pemerintahan Hindia Belanda bagi anak-anak tokoh

terkemuka Bumiputera. Tetapi sekolah raja tersebut

kemudian diintegrasikan ke ELS atau HIS. Pada tahun

1900 Sekolah Raja tersebut mengalami reorganisasi dan

diberi nama OSVIA. Masalah keturunan merupakan

faktor yang sangat penting dalam penerimaan murid di

OSVIA. Meskipun uang pembayaran sekolah

disesuaikan dengan penghasilan orang tua, bagi keluarga

berpenghasilan rendah yang meyekolahkan anaknya di

OSVIA biaya tersebut dirasakan sangat mahal.

Penerimaan siswa sering harus disertai surat

rekomendasi pribadi pejabat Binenlandsch Bestuur (BB)

dan para bupati. Sedangkan bupati-bupati tersebut

menggunakan haknya untuk mengajukan sanak

saudaranya dan orang-orang yang disukainya. Tingkat

lanjutan dari sekolah OSVIA adalah MOSVIA atau

Middelbare Opleiding voor Indische Ambtenaren

(setingkat SMTA).

Pada dasarnya lembaga-lembaga pendidikan

yang disediakan oleh pemerintah Hindia Belanda selalu

mengalami perkembangan jumlah setiap tahunnya begitu

pula dengan jumlah murid yang memasuki sekolah- sekolah tersebut. kebijakan pendidikan yang dijalankan

oleh pemerintah Hindia Belanda terhadap keturunan

Bumiputera sangatlah tidak efisien. Keadaan seperti ini

memang sengaja diciptakan dikarenakan pemerintah

Hindia Belanda berkeinginan agar orang-orang

Bumiputera tidak menduduki jabatan penting dalam

pemerintahan. Jadi kebijakan pendidikan bagi rakyat

Bumiputera diselenggarakan secara sederhana dan

kurang efisien karena pendidikan yang diberikan kepeda

rakyat jajahan hanya sebagai pemenuh kebutuhan

kepentingan kolonial bukanlah untuk mencerdaskan dan

meningkatkan harkat dan martabat masyarakat pribumi.


Dari hasil pembahasan tentang Kebijakan

Pemerintah Hindia Belanda Mengenai Pendidikan Bagi

Kaum Bangsawan Di Indonesia Tahun 1900-1920, dapat

diperoleh kesimpulan bahwa pemerintah Hindia Belanda

dalam melaksanakan kebijakan dalam bidang pendidikan

bagi kaum bangsawan di Indonesia dalam bentuk

mendirikan lembaga-lembaga sekolah, yaitu: Europese

Lagere School (ELS), Hogere Burger School (HBS), Hollands Inlandse School (HIS), Opleiding School voor

Inlandsche Ambtenaren (OSVIA). Kebijakan pemerintah

Hindia Belanda khususnya mengenai pendidikan lebih

diutamakan bagi para kaum bangsawan Bumiputera

dengan tujuan Pemerintah Hindia Belanda ingin

menciptakan kelompok elite yang terpisah dengan

masyarakatnya sendiri. Para kaum bangsawan ini

diharapkan oleh pemerintah Hindia Belanda agar

menjadi pemimpin yang berjiwa kebarat-baratan yang

akan digunakan sebagai alat oleh Pemerintah Hindia

Belanda untuk melangsungkan penjajahannya di

Indonesia.
mulai sejak masa penjajahan Belanda. 
Beragam gejolak dan persaingan dari 
masa ke masa membentuk seni rupa In￾donesia modern di masa kini. Mulai dari 
persoalan teknik dan gaya, tema lukisan 
pemandangan alam vs tema kerakyatan, 
seni rupa modern Indonesia akhrinya 
menemukan bentuknya. Aneka ragam, 
dan kaya nuansa konsep modernitas 
sekaligus mengakar pada budayanya. 

Masuknya seni Barat ke perairan 
Indonesia dibawa oleh kaum pedagang 
pencari rempah-rempah dari Eropa 
pada abad ke 16; seperti pedagang Por￾tugis di Selat Malaka (1511) dan peda￾gang Belandan di perairan Maluku –di 
Tidore dan Ternate- (1516). Kaum ped￾agang ini membawa beragam jenis cin￾deramata untuk para penguasa lokal, 
yang antara lain berupa lukisan. Pada 
umumnya lukisan itu berupa lukisan 
potret atau pemandangan. Cinderamata 
lainnya biasa berupa ragam perhiasan 
emas, kain sutera, porselen China dan 
lain sebagainya. Selain membawa luki￾san-lukisan sebagai cinderamata, para 
pedagang Belanda (VOC) di perairan 
nusantara membawa tukang gambar 
(draftmen) amatir untuk mendoku￾mentasikan perjalanan, membuat peta 
geografi: posisi gunung api, karang, 
teluk, benteng serta flora dan fauna. 
Tidak ketinggalan pula penggambaran 
figur penduduk setempat. Hanya saja, 
gambar-gambar awal perjalanan ini bi￾asanya berakhir di lemari simpan ad￾ministrator VOC di Belanda, untuk me￾lindungi kepentingan Belanda di Timur. 
Beberapa dari hasil gambar ini kelak 
dicetak dengan teknik etsa dan litografi.
Di masa ini, cerita petualang di
dunia Timur (Oriental) benar-benar 
menarik perhatian orang Eropa. Lang￾kanya literatur mengenai Timur mem￾buat para petualang tersebut selalu di￾tunggu-tunggu ceritanya di kafe-kafe. 
Cerita mitologi laut dan Timur mer￾upakan cerita paling menarik untuk 
didengar. Dan, semua ini membuat 
karya-karya para tukang gambar per￾jalanan yang dicetak dalam bentuk kartu 
mendapat pasaran bagus. Persepsi orang 
Eropa tentang Timur kemudian berkem￾bang, masuk ke dalam akademi-aka￾demi, juga senirupa, menjadi sebuah 
jalur pikiran yang disebut Orientalisme.
Persaingan antara pedagang Eropa 
di Timur (Spanyol, Inggris, Portugis dan 
Belanda) memaksa VOC mendirikan 
Bataviache Society for Art and Sciences 
(BSAS) di 1778. Fungsi utama dari BSAS 
adalah melakukan studi tentang adat is￾tiadat, ekspresi budaya, kehidupan alam 
guna mempermudah proses eksploitasi 
kolonial. Demi keperluan itulah, untuk 
pertama kalinya seniman profesional 
diundang menjadi bagian dari peng￾galian arkeologis di bawwah pimpinan 
Letnan Gubernur Nicolas Eugelhard di 
situs candi Prambanan. Ekspedisi ini 
kemudian diteruskan oelh Sir Thom￾as Stamford Raffles di saat Inggris me￾ngambil alih perdagangan di nusan￾tara dari VOC. VOC bangkrut karena 
uruknya administrasi. Inggris sempat 
menguasai dan mengendalikan perd￾agangan di nusantara 5 tahun, 1811-
1816. Raffles kemudian menerbitkan 
buku The History of Java di tahun 1817.
Pada tahun 1816 secara resmi ad￾ministasi nusantara di bawah peme￾rintahan kerjaaan Belanda. Saat itulah 
penjajahan Belanda terhadap Indonesia 
di mulai. Pada masa penjajahan, ekspe￾disi dipimpin oleh seorang profesor ke￾lahiran Jerman, Caspar Reinward, yang 
diangkat sebagai gubernur untuk BSAS. 
Profesor Reinward dibantu dua profe￾sional drafter, Adrianus Johannes dan
pelukis Belgia, Antoine Auguste Jo￾seph Payen diundang serta dalam tim 
ekspedisi ilmiah BSAS. Terpisah dari 
pendokumentasian ilmiah BSAS, be￾berapa seniman petualang Eropa mulai 
datang dan menetap di nusantara –saat 
itu mulai dikenal sebagai Netherland 
East Indies-. Bersama dengan peneli￾tian ilmiah BSAS, para seniman petu￾alang mulai masa yang disebut sebagai 
seni rupa masa kolonial di nusantara.
Ruud Spruit, seorang peneliti seni 
rupa, memperkirakan sekitar 1,200 
seniman Eropa berdatangan pada masa 
penjajahan Belanda 1816-1942. Mereka 
antara lain adalah Marius Bauer, WOJ 
Niewkamp, Walter Spies, Rudolf Bon￾net, William Hofker, Isaac Israel, Rolland 
Strasser, Carel Dake Jr, dan banyak lagi. 
Seniman-seniman ini menghasilakan lu￾kisan-lukisan bertema genre lokal. Tema 
pemandangan alam : gunung, sawah, 
laut, penduduk pribumi –ekspresi khas 
pemikiran Orientalisme- mendominasi 
karya para seniman dalam berbagai gaya 
naturalisme, realisme, impressionisme 
hingga post impressionisme. Ini kelak di 
sebut sebagai Mooi Indie (Hindia Molek) 
oleh pelukis Indonesia Sindudarsono Su￾joyono (terkenal dengan nama Sujoyono).
Seiring dengan berdatangannya para 
seniman Eropa, dan meningkatnya ke￾las menengah Eropa pemegang kendali 
administrasi dan perdagangan, di tahun 
1902 didirikan Bataviasche Kunstking 
(The Batavian Art Cirle), kemudian 
diikuti Bond van Nederlandsch-In￾dische Kunstkringen (The Alliance of 
Art Circles of the Netherland East In￾dies) di tahun 1916. Sejak saat itu be￾berapa konser, pameran maupun se￾minar banyak diadakan di dua institusi 
tersebut. Hanya saja, baik pengunjung 
maupun anggota yang diperkenankan 
hadir mengikuti acara-acara tersebut 
dibatasi untuk orang-orang Eropa dan 
sedikit elite pribumi. Ironinya, bahwa 
banyak pertunjukkan lokal diperton￾tonkan untuk para elite tersebut. Sa￾ngat sedikit acara internasional dibuka 
untuk umum. Antara lain pameran seni 
rupa koleksi seorang pemilik pabrik cat 
P.A.R., Regnault. Koleksinya antara lain 
karya van Gogh, de Toulouse-Lautrec, 
Redon, Utrillo, Gauguin, van Dongen, 
Kandinsky, Chagall, Picasso, Kollwitz, 
de Chirigo, Ensor, Sluyter dan Dufy 
yang digelar tiap tahun mulai 1935-1939.
Raden Saleh
Saat seniman Eropa mendomina￾si dunia seni di Netherland East In￾dies, seorang seniman pribumi dari 
gaya klasik Barat, Raden Saleh Sjar￾if Bustaman (1807-1880) mendapat 
kesempatan untuk belajar seni lukis 
di Belanda tahun 1929. Raden Saleh 
kemudian berkelana keliling Eropa
selama dua puluh dua tahun. Di Ero￾pa, Raden Saleh mendapatkan repu￾tasi internasionalnya. Dikenal sebagai 
Prince of Java karena gaya aristokrat 
Raden Saleh yang ditunjukkan dengan 
cara berpakian formal pangeran Jawa.
Raden Saleh lahir dari keluarga 
ningrat di Terboyo, Jawa Tengah sebe￾lah utara. Dia dibesarkan pamannya 
sampai umur sekitar sembilan tahun. 
Dengan posisi pamannya sebagai resi￾den Semarang, Raden Saleh mendapat 
kesempatan untuk berkenalan dengan 
keluarga Belanda di Batavia, yang kemu￾dian membawa dan mendidik Raden 
Saleh di Batavia. Orangtua Raden Saleh 
sendiri diduga kuat merupakan pengi￾kut setia Pangeran Diponegoro yang 
memberontak terhadap Belanda dan 
mengobarkan perang Jawa 1825-1830.
Di Batavia, Raden Saleh mendapat 
kesempatan bertemu dengan Profesor 
Reinward, yang menyarankan Raden 
Saleh untuk mulai belajar melukis den￾gan teknik cat air. Lukisan cat air Raden 
Saleh menarik perhatian Payen (pelu￾kis Belgia asisten Profesor Reinward 
di BSAS); dan dari Payen, Raden Saleh 
mendapat bimbingan secara serius 
dengan dipekerjakan pada ekspedi￾si arkeologi tahun 1826. Lambat laun 
karya Raden Saleh mendapat perhatian 
dari Baron van der Capellen, Guber￾nur Jendral di Netherland East Indies 
saat itu yang juga bertanggung jawab 
atas ekspedisi ilmiah di BSAS. De￾ngan dukungan kuat dari Payen, Raden 
Saleh mendapat beasiswa dari peme￾rintah Belanda untuk belajar melukis di 
The Hague, sebuah kota yang memili￾ki akademi seni terkemuka di Belanda. 
Keberangakatan Raden Saleh sempat 
menimbulkan sebuah polemik tersendi￾ri di kalangan Belanda di Batavia. Me￾reka menemukan bukti bahwa keluar￾ga Raden Saleh terlibat dalam perang 
Diponegoro. Ada yang keberatan atas 
keberangakatan Raden Saleh ke Belan￾da; namun di pihak lain, keberangkatan 
Raden Saleh ke Belanda dianggap se￾bagai jalan terbaik untuk memisahkan 
Raden Saleh dari urusan politik yang 
melibatkan keluarganya tersebut.
Di Belanda, Raden Saleh dididik seo￾rang pelukis potret Cornelis Kruseman 
dan pelukis aliran romantik lansdcape
Andreas Schelhfout. Di Eropa, Raden 
Saleh mengembara ke beberapa negara 
seperti Belgia, Austria, Italia, Perancis 
dan akhrinya menetap di Jerman un￾tuk beberapa tahun. Pada tahun 1843 
dan 1844 Raden Saleh menemani pelu￾kis binatang buas, Horace Vernet, pergi 
ke Aljazair untuk studi binatang buas.
Saat Raden Saleh berada di sana, 
Eropa sedang didominasi gaya roman￾tisisme. Suatu gaya yang mengeksploi￾tasi suasana mencekam, dengan cara mendramatisir lukisan dengan teknik 
pencahayaan ekstrim, dikenal dengan 
teknik chiarroscurro. Seniman-seniman 
terkemuka saat itu antara lain Goya, 
Gerricault dan Delacroix. Raden Saleh 
sendiri beberapa kali mendapat peng￾hargaan seni dari Dinasti Orange, pe￾nguasa Belanda, dan dinobatkan sebagai 
pelukis Istana. Di tahun 1851 Raden 
Saleh kembali ke Indonesia, menikah 
dengan janda perkebunan teh. Pernika￾hannya berakhir dengan perceraian, 
dan Raden Saleh menikah lagi dengan 
gadis keturunan bangsawan Jogjakarta.
Karya Raden Saleh antara lain “An￾tara Hidup dan Mati”, “Pangerang Dipo￾negoro”, “Gunung Merapi” merupakan 
karya master piece. Raden Saleh juga 
banyak melukis potret para penguasa 
Belanda di Jawa serta keluarga bang￾sawan Jawa. Oleh kritikus seni Indone￾sia (alm. Dan Suwaryono), Raden Saleh 
dinobatkan sebagai pendiri seni modern 
Indonesia. Dan, bahkan oleh Baharud￾din Mara Sutan disebut sebagai seni￾man nasionalis. Baharuddin Mara Sutan 
merujuk karya Raden Saleh “Antara Hi￾dup dan Mati” sebagai simbol perjua￾ngan rakyat Indonesia melawan Belan￾da. Lukisan ini menggambarkan perta￾rungan kerbau dan singa. Sebutan-sebu￾tan di atas, menimbulkan problematik 
tersendiri, mengingat konsep “nasional￾isme” belum muncul di jaman tersebut. 
Bahkan istilah “modern” pun belum dike￾nal di Netherland East Indies saat itu. 
Sebagai manusia, Raden Saleh 
menghadapi dilema luar biasa. Dalam 
masyarakat Eropa yang mendidik Raden 
Saleh, ia tidak pernah diterima penuh; di 
sisi lain Raden Saleh sudah meninggal￾kan “kebumi-putraannya”. Raden Saleh 
sebagai seniman sangat terinspirasi 
oleh seniman romantisis Peranci seperti 
Gerricault dan Delacroix. Dalam karya￾kar- yanya, Raden Saleh mengeksploi￾tasi kesan drama –emosi yang dilebih￾lebihkan- dari obyek lukisan dengan 
teknik realis naturalis yang luar biasa.
Mooi Indie
Mooi Indie, atau Hindia Molek, 
adalah julukan Sujoyono kepada seni￾man-seniman Eropa dan sedikit seni￾man Indonesia yang melukiskan keinda￾han eksotis nusantara dari kacamata 
Barat. Dalam kritiknya yang ditulis di 
1937, Sujoyono menyebutkan para seni￾man Hindia Molek memiliki “trini￾tas”: gunung, sawah dan pohon dalam 
tiap lukisan mereka. Tidak ketinggalan 
gadis berkebaya dengan selendang 
berkibar-kibar, kata Sujoyono, meleng￾kapi obyek lukisan para seniman Eropa.
Julukan ini diberikan karena ker￾agaman tema seniman-seniman Mooi 
Indie, didominasi seniman Eropa, terutama Belanda. Tema “trinitas” 
yang disebut Sujoyono dapat dimen￾gerti untuk beberapa hal, antara lain: 
Pertama, di abad ke 19 gaya melukis 
realis-naturalis mendominasi Eropa. 
Terutama karena pengaruh gaya French 
Barbizon melanda Eropa sejak akhir 
abad ke 18. Barbizon adalah sebuah desa 
terpencil di pegunungan Perancis menja￾di tujuan melukis dari para pelukis Paris 
saat mereka ingin melepas kejenuhan 
tinggal di kota Paris. Dimulai dengan 
sekelompok kecil seniman ingin melukis 
en plein air (melukis di luar studio); dan 
kemudian menjadi trend seniman-seni￾man Paris untuk teratur berkumpul di 
Barbizon dan melukiskan keindahan 
alam dalam genre naturalisme. Obyek 
pemandangan alam, kehidupan per￾tanian merupakan obyek paling ban￾yak muncul di era French Barbizon. 
Di saat bersamaan, konsep “Ori￾entalisme” melanda Eropa. Para petu￾alang Eropa, termasuk para seniman, 
mencari eksotisme dunia di luar Eropa. 
Mereka melihat Afrika dan Asia yang 
dianggap “biadab, barbar”, ”tidak ber￾budaya” dan “primitif”. Penjajahan 
Belanda –artinya hukum Belanda ber￾laku di nusantara, bisa dibaca sebagai 
perlindungan hukum pada orang Ero￾pa di Indonesia saat itu -, Orientalisme 
dan French Barbizon menjadi magnet 
bagi para seniman petualang Eropa 
untuk datang berbondong-bondong ke 
Indonesia dan melukiskan “trinitas”.
Ke dua, perbedaan alam Eropa de￾ngan alam tropis yang hijau sepanjang 
tahun membuat para seniman Eropa ter￾pesona sehingga mereka hanya melihat 
sesuatu yang indah-indah saja mengenai 
Indonesia. Sesuatu yang baru, yang ek￾sotis dari dunia lain yang tidak ditemui 
di negaranya. Adat istiadat lokal, karak￾ter “barbar”, “primitif” dari suku-suku di 
Indonesia menarik minat para pelukis.
Dua hal tersebut di atas menjadikan 
karya seniman-seniman Eropa memi￾liki keseragaman tersendiri dalam gaya 
dan tema. Hal lain mendukung ter￾bentuknya komunitas seni Mooi Indie 
adalah mekanisme pasar yang kuat di 
masa itu. Para turis, pedagang dan ad￾ministrator Belanda yang akan kemba￾li ke Eropa menggemari lukisan Mooi 
Indie. Lukisan ala Mooi Indie bisa 
dianggap sebagai oleh-oleh dan ke￾nangan akan Netherland East Indies.
Di kalangan seniman lokal Indonesia 
tercatat nama Abdullah Suriosubroto, 
lebih dikenal sebagai Abdullah Senior, 
ayah dari Basuki Abdullah. Abdullah, 
anak dari Dr. Wahidin Sudiro Husodo 
–tokoh pergerakan nasional-. Abdullah 
dikirim ke Belanda untuk belajar ke￾dokteran oleh ayahnya, namun sampai 
di Belanda dia belajar di akademi seni 
rupa di The Hague. Beberapa senimanlain: Wakidi dan Mas Pirngadie adalah 
seniman yang bekerja di proyek peng￾galian arkeologi di bawah BSAS. Mere￾ka mendapat bimbingan melukis gaya 
Eropa. Di masa itu hanya kaum ningrat 
atau pegawai yang bekerja pada Belan￾da saja yang mampu menyekolahkan 
anaknya dan dididik secara Belanda.
PERSAGI (1937-1942)
Tahun 1930-an di Indonesia, ditan￾dai dengan munculnya beragam pe￾mikiran dan kegiatan inteltual di tanah 
jajahan Belanda. Bumi putera lulusan 
sekolah yang didirikan di awal abad 20 
mulai menjelajahi kehidupan modern, 
termasuk dunia intelektual. Kegiatan 
politik yang berorientasi pada massa –
sebelum diredam pemerintah kolonial￾adalah pemberontakan besar di Jawa 
dan Sumatera pada tahun 1926 dan 1927.
Kalangan bumi putera terdidik 
kemudian membentuk lingkaran in￾telektual seperti Algemeene Studie 
Club di Bandung pimpinan Ir. Soekar￾no dan Indonesische Studie Club di 
Surabaya pimpinan Dr. Sutomo. Ke￾giatan politik bersifat resmi dinyatakan 
terlang apalagi jelas-jelas menentang 
pemerintah kolonial. Sehingga, aktifit￾as kelompok intelektual lebih terarah 
pada kajian masyarakat, pengemba￾ngan pemikiran (teori) dan sebagainya.
Secara umum perkembangan pe￾mikiran berlangsung dalam dua tradisi 
besar. Pertama, mereka yang menekuni 
pemikiran Barat –tidak jarang mereka 
mendapat pendidikan di Eropa. Mereka 
umumnya fasih berpikir dalam tradisi 
Barat/ modern, berbicara bahasa Be￾landa. Dalam kesenian, orientasi mer￾eka juga pada dunia Barat, walau tidak 
harus pada Mooi Indie. Di sisi lain, para 
pemikir bumi putera yang dididik juga 
secara modern berorientasi pada kon￾sep kerakyatan/ bumi putera. Tokohnya 
tidak lain adalah Suwardi Surjaningrat 
lebih dikenal dengan nama Ki Hajar 
Dewantara. KH Dewantara mendirikan 
Perguruan Taman Siswa 1922. Taman 
Siswa cepat meluas sampai ke Sumatra. 
Di tahun 1932 pemerintah kolonial 
memberikan reaksi keras karena meli￾hat pengaruh Taman Siswa makin luas 
baik dari segi jumlah maupun kualitas 
pemikiran. Pemerintah Belanda menge￾luarkan aturan yang melarang berdirin￾ya “sekolah-sekolah liar” (Wilde Scho￾len Ordonantie), dan terus menekan 
tiap aktifitas pendidikan Taman Siswa.
Lingkaran atau kelompok kebu￾dayaan lain adalah Pujangga Baru. 
Kelompok yang dimotori para sas￾trawan ini menerbitkan majalah ke￾budayaan dengan judul “Poedjang￾ga Baroe”. Tokoh terkemuka adalah 
Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane
dan Sanusi Pane, yang nantinya terli￾bat dalam Polemik Kebudayaan. To￾koh lainnya Amir Sjarifuddin, nantinya 
sempat menjadi Perdana Menteri RI.
Karena pengaruhnya amat luas, ter￾masuk dalam bidang seni rupa, dasar 
pendidikan Taman Siswa merujuk pada 
akar kebudayaan bumi putera. Jenjang 
pendidikannya Taman Madya, Taman 
Dewasa, Taman Guru (sekolah guru). 
Pendidikan tingginya disebut Sarjana 
Wiyata. Slogan pendidikan Taman Siswa 
yang terkenal yaitu Ing ngarsa sung tula￾da, Ing madya mangun karsa, Tut Wuri 
Handayani. Ini berarti di depan mem￾beri teladan, di tengah membangun dan 
membimbing, di belakang mengawasi. 
Tahun 1927, Taman Siswa menye￾lenggarakan pameran seni rupa per￾tama. Penggerak kegiatan seni rupa￾nya adalah S. Sujoyono, lulusan Taman 
Guru, pengajar di Taman Siswa. Karak￾ter kerakyatan melekat pada prinsip 
dan konsep pendidikan Taman Siswa, 
termasuk dalam pengajaran seni rupa. 
Hampir semua karya yang ditampil￾kan dalam pameran tersebut mengacu 
pada kehidupan rakyat tanah jajahan 
yang menderita. Berbeda sekali den￾gan citra keindahan lukisan Mooi Indie.
Dunia seni rupa saat itu masih di￾dominasi peluki-pelukis Mooi Indie. 
Kegiatan mereka berpusat pada ling￾karan seni seperti Bataviasche Kunst￾kring dan sangat ekslusif sifatnya. Para 
pelukis dalam lingkar seni ini adalah 
nama-nama seniman Belanda, dan ter￾dapat beberapa nama seperti Lee Man 
Fong, Oei Tiang Oen, Henk Ngantung, 
Siauw Tik Kwie, Mas Pirngadie, Wakidi 
dan Subanto. Dengan cara masing-mas￾ing mereka mengungkapkan keinda￾han tanah jajahan dengan dukungan 
finansial dari lingkaran seni di Batavia.
Di sisi lain, tokoh-tokoh yang berke￾liling di Taman Siswa, baik secara fisik 
maupun dari segi pemikiran seperti 
Sujoyono, Agus Jaya, Abdulsalam dan 
Rameli kemudian membentu PERSAGI 
(Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia) 
pada tanggal 23 Oktober 1938. Pem￾bentukannya berlangsung di sebuah 
bangunan sekolah dasar di gang Kaji 
(dekat Harmoni, Jakarta Pusat). Mereka 
menghimpun tukang gambar reklame 
yang bekerja di percetakan komersial, 
dan orang muda yang berminat pada 
seni lukis. Organisasi ini lebih seperti 
sebuah kolektif tempat belajar menga￾jar/ bertukar pikiran dan pengetahuan. 
Tidak ada yang secara khusus menjadi 
guru dan menetapkan standar seni lukis.
Tokoh Persagi tidak pernah memen￾tingkan teknik, kalau tidak bisa dibilang 
mengabaikannya. Mereka lebih meli￾hat pentingnya pencurahan jiwa di atas 
kanvas. Diskusi berlangsung di dalam 
lingkaran ini mengarah pada isi jiwa itu,
dan hubungannya dengan semangat ke￾bangsaan. Warna kerakyatan sejak awal 
sudah melekat, mungkin karena banyak 
pengikutnya berasal dari masyarakat bi￾asa. Prinsip Persagi pernah dijelaskan 
oleh Suromo (anggota penting Persagi):
“Yang perlu isi hati keluar 
semua. Keluar dengan cara apa 
dan cara siapa, tidak penting. 
Pekerjaan seni bukan kepan￾daian teknik bukan kepandaian￾nya melukis, tapi kata hati yang 
padat karena banyak menahan”
Semangat kebangsaan makin kental 
dalam perjalanan kelompok ini. Para pe￾mikir Persagi makin jelas menyatakan 
tujuannya mengembangkan seni lukis 
di kalangan bangsa Indonesia dengan 
mencari corak Indonesia Baru. Peno￾lakan mereka terhadap Mooi Indie yang 
mengutamakan teknik dan keindahan 
–dalam perspektif Barat- membuat to￾koh-tokoh Persagi menyelami akar bumi 
putera dalam ekspresi seni rupa. Otto 
Jaya dan kakaknya, Agus Jaya, mem￾pelajari relief-relief candi serta lukisan 
anak-anak yang dianggap belum “dira￾cuni” konsep Barat dalam seni rupa.
Aktifitas Persagi antara lain pameran, 
diskusi dan ceramah. Mereka membic￾arakan artikel-artikel dari majalah The 
Studio, de Fakkel, dan Elsvier Maand￾schrift. Sujoyono –tokoh Persagi paling 
luas pengetahuannya- sering memberi￾kan ceramah tentang Vincent van Gogh 
(mulai dikenal di Hindia Belanda 1935), 
Marc Chagall, Paul Cezanne, Kathe Koll￾witz dan lain-lainnya. Sujoyono menjadi 
kritikus seni yang tajam saat ia mengu￾las Mooi Indie. Dalam berbagai tulis￾annya Sujoyono menyebut para pelukis 
Mooi Indie sebagai “turis” yang mam￾pir melihat keindahan alam. Mereka, 
menurut Sujoyono, hanya melihat apa 
yang mereka sukai dan menutup mata 
terhadap realita di balik lukisan mereka: 
kelaparan, kemiskinan, dan penderitaan 
rakyat terjajah. Mooi Indie bagi Sujo￾yono hanya selubung kenyataan sebe￾narnya. Seharusnya, lukisan memper￾lihatkan jiwa kethok, yaitu terus terang 
memperlihatkan perasaan dan pengala￾man seniman saat melihat kenyataan.
Pameran Persagi pertama ber￾langsung di toko buku Kolff di Jakar￾ta 1938. Sebelumnya mereka pernah 
minta tempat di Bataviasche Kunst￾kring yang dikelola J. De Loos Haxman, 
tapi ditolak dengan alasan bumi put￾era lebih cocok jadi petani ketimbang 
jadi pelukis. Biar bagaimana, pameran 
lukisan Persagi tersebut mengesank￾an banyak orang, termasuk para pen￾gelola Bataviasche Kunstkring. Java 
Bode, surat kabar berbahasa Belan￾da berpengaruh saat itu memberi￾kan ulasan memuji pameran tersebut. Pameran ke dua Persa￾gi akhirnya terselenggara di ge￾dung Bataviasche Kunstkring.
Perang Dunia II akhirnya masuk 
wilayah nusantara. Di penghujung 1941 
saat tentara Jepang mulai masuk ke 
Indonesia, dengan segera penjajah Be￾landa angkat kaki. Pemerintah militer 
Jepang di wilayah jajahan, Kempe￾tai, membubarkan seluruh organisasi 
di nusantara, termasuk Persagi. Dan, 
kemudian membentuk Keimin Bunka 
Sidhoso (Pusat Informasi dan Kebu￾dayaan) di tahun 1942. Sujoyono dan 
beberapa tokoh Persagi lainnya diminta 
bergabung dan mengajar di sanggar 
seni rupa Keimin Bunka Sidhoso. Me￾reka mengajar dan membimbing kaum 
muda Indonesia melukis, tentu saat itu 
untuk kepentingan Kempetai di Indo￾nesia, terutama menggambarkan slo￾gan-slogan politik Asia Timur Raya.
Perjalanan Sujoyono dan kawan￾kawan dalam Persagi, yang akrab dengan 
konsep kerakyatan di masa penjajahan 
Belanda, makin terasah dengan sikap 
dan sensitifitas pentingnya seni lukis 
untuk kepentingan politik di penjajahan 
Jepang. Hal-hal ini makin menajamkan 
visi pelukis Indonesia untuk membentuk 
seni nasionalis; terutama di masa perang 
kemerdekaan Republik Indonesia.

Share:

TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Postingan Populer

viewer

ABOUT US

Foto saya
saya mahluk lain asli cuma hanya sekedar asal asalan berpura pura menjadi penulis kecil kecilan saja tanpa tujuan tanpa arti ini tulisan sederhana yang tidak menarik tidak bisa dipahami terlalu berbelit Belit

SEARCH

Translate